• Kolom
  • GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #33: Gunung Tambakruyung Ciwidey, Gumuk Gunung Api dengan Jalur Pendakian yang Menawan

GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #33: Gunung Tambakruyung Ciwidey, Gumuk Gunung Api dengan Jalur Pendakian yang Menawan

Mendaki menuju puncak Gunung Tambakruyung adalah sebuah pengalaman yang mengesankan. Tanjakan terjal terbayar oleh pemandangan memikat dari puncak.

Gan Gan Jatnika

Pegiat Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), bisa dihubungi via Fb Gan-Gan Jatnika R dan instagram @Gan_gan_jatnika

Sisi utara Gunung Patuha (kiri) dan Gunung Tambakruyung (kanan) dilihat dari Kampung Legokkiara, Ciwidey, Desember 2021. Gunung Tambakruyung merupakan gumuk gunung api. (Foto: Gan Gan Jatnika)

16 Juli 2022


BandungBergerak.id - Dataran tinggi Ciwidey memiliki banyak ragam kekayaan alam yang sangat menarik. Selain hamparan hijau kebun teh, ada juga air terjun, sumber air panas, kawah gunung api, danau, sungai, serta rangkaian gunung dengan keasrian hutan yang menawan.

Selain Gunung Patuha yg sudah terkenal, ada juga Gunung Kendeng, Gunung Urug, Gunung Tikukur, Gunung Cadaspanjang, Gunung Masigit, Gunung Wayang, Gunung Tambakruyung, dan masih banyak lagi. Dengan ketinggian yang lumayan, Gunung Tambakruyung mengundang hasrat untuk berkunjung.

Akses dan Lokasi

Gunung Tambakruyung berada 30 kilometer arah barat daya dari pusat Kota Bandung. Secara administratif, gunung ini berada di perbatasan antara Desa Lebakmuncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung dengan Desa Mekarwangi, Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat. Puncaknya tepat berada di garis perbatasan.

Ketinggian Gunung Tambakruyung adalah 1.994 mdpl (meter di atas permukaan laut), berdasar pada peta RBI (Rupa Bumi Indonesia), lembar peta 1208-544, edisi I – 2000 dengan judul peta Pasirjambu, skala 1 : 25.000 .

Untuk mencapai Gunung Tambakruyung dari pusat Kota Bandung, kita berangkat ke arah selatan menuju Soreang terlebih dahulu. Dari Soreang, perjalanan dilanjutkan hingga Alun-alun Ciwidey. Sekitar 500 meter dari Alun-alun Ciwidey, kita berbelok ke seberang kanan jalan menuju Jalan Cikaray Sindangsari, melewati Kantor Kecamatan Ciwidey, lalu meneruskan perjalanan ke Jalan Lebakmuncang sampai menemukan Villa Ayam Jago di Kampung Waluri.

Di seberang jalan sebelum Villa Ayam Jago, terdapat sebuah warung kecil. Di sini selain berbelanja tambahan bekal makanan atau minuman untuk pendakian, kita bisa menitipkan kendaraan. Bi Acih adalah pemilik warungnya. Biasanya ada juga Kang Diki yang membantu para pendaki memarkirkan kendaraan.

Bisa juga kita menggunakan bantuan petunjuk daring untuk mencapai Gunung Tambakruyung. Tinggal ketik kata kunci “Gunung Tambakruyung” di mesin pencarian semisal Google, jalur dan rute ke sana sudah tersaji.

Sebagai informasi, sampai saat ini belum ada gerbang pendakian dan lapangan parkir khusus bagi pengunjung yang ingin mendaki Gunung Tambakruyung.

Puncak Gunung Tambakruyung tampak menjulang dilihat dari tikungan di kaki Pasir Guyur, Juli 2022. Jalur pendakian gunung ini diwarnai tanjakan-tanjakan terjal. (Foto: Gan Gan Jatnika)
Puncak Gunung Tambakruyung tampak menjulang dilihat dari tikungan di kaki Pasir Guyur, Juli 2022. Jalur pendakian gunung ini diwarnai tanjakan-tanjakan terjal. (Foto: Gan Gan Jatnika)
Pendakian Menyusuri Punggungan Menuju Puncak

Mendaki menuju puncak Gunung Tambakruyung adalah sebuah pengalaman yang mengesankan. Tanjakan-tanjakan terjal dikombinasikan dengan sedikit bonus berupa jalan landai adalah menu perjalanan yang akan dijumpai.

Dari Kampung Waluri, Desa Lebakmuncang, perjalanan menuju puncak dapat ditempuh selama tiga jam, sudah termasuk waktu istirahat beberapa kali. Namun, jika di sepanjang perjalanan kita banyak berhenti untuk melakukan pengamatan atau berfoto, tentunya waktu tempuh akan lebih lama.

Selain dari Kampung Waluri, pendakian juga bisa dimulai dari Legokkondang. Baik Kampung Waluri maupun Legokkondang sama-sama berada di Desa Lebakmuncang. Perbedaannya, mendaki melalui Legokkondang, kita akan melewati satu puncak gunung dahulu, yaitu puncak Gunung Geulis, sebelum tiba di puncak Gunung Tambakruyung dari arah sisi selatan. Sementara itu, pendakian dari jalur Kampung Waluri akan membawa kita ke puncak dari sisi utara.

Memulai pendakian dari Kampung Waluri tidaklah sulit. Kita bisa bertanya tentang jalurnya ke masyarakat setempat. Kang Diki yang berada di tempat parkir bisa diandalkan. Atau, bisa juga kita menemui Kang Itang, salah seorang warga asli Kampung Waluri yang cukup mengetahui seluk-beluk Gunung Tambakruyung. Kita bahkan bisa juga meminta dipandu untuk melakukan pendakian, tentu saja jika mereka sedang tidak sibuk dengan pekerjaan sehari-harinya.

Dari Kang Itang didapat informasi bahwa ada beberapa hal tabu yang tidak dianjurkan dilakukan selama pendakian Gunung Tambakruyung. Di antaranya adalah berkata sompral (pongah/menantang), bersiul, dan bertepuk tangan.

Perjalanan pendakian ke puncak Gunung Tambakruyung akan membawa kita ke kaki sebuah buki. Pasir Guyur namanya. Jika cuaca cerah, kita bisa melihat puncak Gunung Tambakruyung di depan mata, terlihat tinggi menjulang. Dari Pasir Guyur, kita berjalan turun menyusuri jalan setapak dengan hutan pinus dan kebun kopi di kanan dan kirinya. Area ini disebut dengan kawasan Lembah Ciremes (dari kata Cirembes).

Selepas dari hutan pinus, jalur pendakian akan semakin menanjak dan terus menanjak. Karena belum ada pos pendakian di jalur ini, pendaki disarankan menggunakan alat sistem pemosisi global (GPS) atau aplikasi GPS yang tersedia di telepon pintar seperti Oruxmaps, Backcountry, Viewrangers, dan Strava. Dari aplikasi ini, kita bisa melihat kondisi jalur: kapan datar, kapan menanjak. Jalur menanjak yang terjal di Gunung Tambakruyung akan ditemui pada ketinggian antara 1.650-1.900 meter di atas permukaan laut.

Puncak Gunung Tambakruyung merupakan area lapang yang tidak terlalu luas. Ada plang penanda terpasang di salah satu pohonnya. Ada juga sebuah lubang berbentuk kotak dengan kedalaman sekitar 2-3 meter di dekatnya. Agar tidak ada pengunjung yang terperosok, lubang ini sudah ditandai dengan tali. Namun tetap saja kita harus berhati-hati.

Biasanya para pendaki beristirahat di area puncak di bawah kerimbunan pohon, sambil bersantap siang dan melepas lelah. Untuk menikmati pemandangan terbuka berupa hamparan pegunungan, kita harus berjalan sekitar 150 meter ke arah selatan. Dari tempat terbuka ini pemandangan Pegunungan Ciwidey bisa dilihat. Ada Gunung Cadaspanjang, Gunung Tikukur, Gunung Tilu, Gunung Wayang, Gunung Masigit, dan gunung-gunung yang lain. Di arah barat laut, tampak pula Pegunungan Cililin. Jika cuaca cerah, permukaan air Danau Saguling juga bisa disaksikan.

Setelah cukup puas menikmati suasana di puncak, kita harus berhati-hati dalam perjalanan turun. Jalur yang curam akan menjadi sangat licin jika diguyur hujan. Beberapa percabangan dan belokan yang bisa membuat tersesat juga harus mendapatkan perhatian khusus.

Baca Juga: GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #32: Gunung Puntang Banjaran, dengan Bumi Perkemahan Alami di bawah Puncak Mega dan Curug Siliwangi
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #31: Gunung Gegerpulus Cililin dan Sejarah Telekomunikasi Zaman Hindia Belanda
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #30: Gunung Putri Cililin, Sekali Mendaki, Dua Tiga Puncak Terlewati

Toponimi, Geomorfologi, dan Vulkanostratigrafi

Toponimi Gunung Tambakruyung dan daerah di sekitarnya, khususnya di bagian lereng dan kaki yang termasuk wilayah Desa Lebakmuncang, saling berhubungan dan sangat menarik untuk diketahui.

Dari perbincangan dengan masyarakat di Kampung Waluri, diketahui nama gunung ini bukanlah Tambakruyung seperti yang dikenal dan tertera dalam peta. Ada pun pengertian tambak dan “ruyung tidak ditemui di sini. Tak ada tambak yang berarti kolam buatan sebagai area beternak hewan seperti udang. Juga tak ada kisah tentang ruyung atau sejenis senjata tradisional sebagai kisah legenda Kampung Waluri

Secara turun-temurun masyarakat Kampung Waluri menyebut gunung di kawasan mereka sebagai Gunung Guruyung atau Gunung Tambaga Guruyung. Nama tersebut berasal dari dua kata yaitu tambagayang berarti tembaga, dan guruyungyang berarti air yang berlimpah.

Kata tambaga atau tembaga muncul karena masyarakat mempercayai bahwa di puncak gunung terdapat sebuah patok dari tembaga atau yang menyerupai tembaga. Bahkan sesekali patok ini bisa terlihat dari kaki gunung, berkilauan tertimpa sinar matahari. Sementara itu, kata guruyung” digunakan untuk mewakili kondisi alam gunung dan lereng serta kakinya yang tidak pernah kekurangan air. Jadi arti kata Gunung Tambakruyung atau Gunung Tambagaguruyung adalah sebuah gunung dengan patok tembaga di puncaknya dan memiliki sumber air yang berlimpah.

Versi toponimi ini tidak berarti menolak atau menyalahkan versi yang berbeda. Bisa jadi ada yang mengartikan kata tambak berasal dari kata tambagyang dalam bahasa Sunda berarti terhenti karena menemui hal yang sulit dikalahkan. Atau mungkin saja ada kisah lainnya tentang senjata ruyung.

Terkait asal nama Gunung Tambakruyung dari kata guruyungatau air yang berlimpah, tidak aneh jika salah satu kawasan yang dilewati dalam pendakian ke puncak, dengan hutan pinus dan kebun kopi di kanan-kirinya, disebut kawasan Ciremes, yang artinya air yang merembes.  Ada juga Pasir Guyur. Kata guyur dalam bahasa Sunda berarti banjur, atau air yang ditumpahkan ke suatu arah atau benda. Kampung Waluri sendiri berarti sebuah tempat yang penuh dengan caiatau air.

Beberapa sungai yang berhulu di sekitar Gunung Tambakruyung yaitu Ci Dadap, Ci Kukuk, Ci Gadog, dan Ci Tambakruyung.

Selain Gunung Geulis dan Pasir Guyur, di kaki Gunung Tambakruyung erdapat gunung atau pasir lainnya. Di antaranya Gunung Mayit (karena bentuknya seperti mayat yang direbahkan), Datar Lisung, Pasir Koang, dan Pasir Endog.

Secara geomorfologi, Gunung Tambakruyung merupakan gumuk (bentukan hasil erupsi gunung api baik akibat erupsi pusat ataupun erupsi samping yang bisa membentuk gundukan tanah atau bukit atau gunung) dengan khuluk atau kumpulannya mengikut ke Gunung Kendeng.

Merujuk tulisan tim ahli yang terdiri Damar Nandiwardhana dan kawan-kawan yang diterbitkan dalam Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 18, Nomor 3, Desember 2020: 209 – 216, hasil analisis vulkanostratigrafi yang dilakukan pada peta topografi lembar Sindangbarang skala 1:100.000, mengungkap bahwa daerah Ciwidey tersusun oleh beberapa khuluk. Di antaranya Khuluk Kendeng, Khuluk Patuha, Khuluk Kunti, Khuluk Pancur, Khuluk Malang, dan Khuluk Padang.

Gunung Tambakruyung termasuk kelompok gumuk dalam khuluk Gunung Kendeng. Gunung lainnya yang termasuk khuluk ini adalah Gunung Masigit, Gunung Wayang, Gunung Cadas, Gunung Tilu, Gunung Kulatak, Gunung Tikukur, dan Gunung Cadaspanjang.

Para pendaki menikmati suasana terbuka di puncak Gunung Tambakruyung, Juli 2022. Tampak dari sana Gunung Masigit yang menjulang paling tinggi di kejauhan. (Foto : Gan Gan Jatnika)
Para pendaki menikmati suasana terbuka di puncak Gunung Tambakruyung, Juli 2022. Tampak dari sana Gunung Masigit yang menjulang paling tinggi di kejauhan. (Foto : Gan Gan Jatnika)

Kopi Gunung Tambakruyung Menembus Pasar Eropa

Tanah yang subur, dengan kandungan material dari aktivitas gunung api, dan ketinggian yang memadai membuat lereng Gunung Tambakruyung cocok ditanami sayuran serta kopi. Kopi dari kawasan ini bahkan sudah menembus pasar Eropa .

Dalam pengolahan kopi, petani kopi Desa Lebakmuncang yang tergabung dalam Kelompok Tani Kopi Bukit Cimanong (KTKBC) mendapatkan bantuan berupa dana hibah dari PLN. Dana hibah ini digunakan untuk keperluan bibit dan pupuk organik, selain untuk membeli mesin-mesin seperti mesin pengupas cherry dan mesin huller untuk mendapatkan greenbean, serta perluasan ruang rendam dan pencuciannya. Sebanyak 230 orang petani kopi tergabung dalam KTKBC, dengan lahan tanam seluas lebih dari 200 hektare di kawasan kaki dan lereng Gunung Tambakruyung.

Biji kopi dari KTKBC dikirim ke Swiss, dan diolah oleh perusahaan kopi Nespresso menjadi Kapsul Kopi. Kita tentu berharap agar suatu saat nanti pengolahannya bisa dilakukan sendiri di Ciwidey.

*Tulisan kolom Gunung-gunung di Bandung Raya merupakan bagian dari kolaborasi www.bandungbergerak.id dan Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB)

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//