• Berita
  • Kasus Cacar Monyet Ditemukan di Singapura, RSHS Mengingatkan Warga agar Waspada

Kasus Cacar Monyet Ditemukan di Singapura, RSHS Mengingatkan Warga agar Waspada

IDI maupun RSHS mengingatkan bahwa penyakit cacar monyet ditularkan dari hewan ke manusia dan juga dapat menyebar dari manusia ke manusia.

Poster protokol kesehatan di ruang petugas kesehatan yang mengumpulkan sampel swab nasofaring Covid-19 murid SMP Assalam di Bandung, 25 Januari 2022. Tes PCR juga diperlukan untuk mendeteksi penyakit cacar monyet yang dinyatakan kejadian luar biasa oleh WHO. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana27 Juli 2022


BandungBergerak.idKasus penyakit cacar monyet yang disebabkan virus monkeypox, telah ditemukan di negeri tetangga, Singapura. Jarak Singapura dan Indonesia yang terbilang dekat, membuat temuan kasus mesti menjadi perhatian pemerintah.

Peringatan ini disampaikan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dalam siaran pers yang dikutip Rabu (27/7/2022). PB IDI melaporkan, sejak Mei 2022, monkeypox menjadi penyakit yang menjadi perhatian kesehatan masyarakat global, karena dilaporkan dari negara nonendemis (bukan dari negara sumber penyakit cacar monyet).

Sejak tanggal 13 Mei 2022, WHO telah menerima laporan kasus-kasus cacar monyet yang berasal dari negara nonendemis, dan saat ini telah meluas secara global dengan total 75 negara. Hingga 25 Juli 2022 terdapat 18.905 kasus konfirmasi monkeypox di seluruh dunia, dengan 17.852 kasus terjadi di negara tanpa riwayat kasus konfirmasi sebelumnya. Amerika Serikat melaporkan kasus monkeypox sebesar 3.846 kasus. Di ASEAN, Singapura telah melaporkan 9 kasus konfirmasi dan Thailand melaporkan 1 kasus konfirmasi.

“Dengan ditemukannya kasus cacar monyet di Singapura, maka masyarakat juga perlu mewaspadai terhadap kemungkinan masuknya virus ini di Indonesia. Dan hal ini menjadi lebih penting terutama pada populasi khusus oleh karena risiko fatalitas cacar monyet ini dikatakan lebih tinggi pada kelompok anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang dengan imunitas rendah (imunosupresi),” kata Adityo Susilo, dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI).

“Namun demikian, dengan berkaca kepada pandemi Covid-19 yang telah melanda, kita harus selalu optimis bahwa dengan bekerja sama dunia akan mampu bergerak secara cepat menyikapi situasi ini,” Adityo Susilo menambahkan.

Di Bandung, peringatan untuk mewaspadai penyakit cacar monyet telah dilakukan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung sejak 8 Juni 2022. Melalui laman instagram resminya, rumah sakit rujukan pelat merah ini menjelaskan, cacar monyet adalah penyakit yang disebabkan virus cacar monyet. Disebut monkeypox karena penyakit ini pertama kali diidentifikasi pada sekumpulan monyet yang dipelihara untuk tujuan penelitian pada 1958.

Monkeypox baru ditemukan pada manusia di tahun 1970. Penyakit ini dapat ditularkan dari hewan ke manusia dan juga dapat menyebar dari manusia ke manusia,” jelas pernyataan resmi RSHS.

RSHS menjelaskan, orang yang terinfeksi cacar monyet akan mengalami gejala sakit kepala berat, demam, ada ruam kulit atau luka pada kulit, nyeri otot, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit pinggang, lemah/lesu.

RSHS juga membeberkan sejumlah fakta ilmiah terkait penyakit cacar monyet, yaitu:

Binatang inang dari virus monkeypox adalah hewan pengerat dan primata;

Hewan yang terinfeksi monkeypox dapat menularkan penyakitnya pada manusia melalui kontak fisik;

Penularan virus monkeypox antarmanusia terjadi melalui kontak fisik erat dengan orang bergejala;

Infeksi dapat ditualarkan melalui ruam, cairan tubuh, luka, dan air liur;

Virus monkeypox juga dapat ditularkan ibu hamil yang terinfeksi kepada janin melalui plasenta;

Orang yang pernah mendapat vaksin cacar, kemungkinan memiliki perlindungan tertentu terhadap infeksi monkeypox.

RSHS mengimbau warga untuk senantiasa melindungi diri dari segala penyakit termasuk cacar monyet, yaitu:

Membatasi kontak dengan orang yang terinfeksi cacar monyet;

Untuk mereka yang perlu melakukan kontak fisik dengan penderita monkkeypox seperti nakes atau anggota keluarga yang serumah, sebaiknya menggunakan masker medis dan sarung tangan sekali pakai saat melakukan kontak;

Jagalah selalu kebersihan tangan, cuci tangan secara teratur menggunakan sabun dan air atau pembersih tangan berbahan dasar alkohol, terutama saat setelah berkontak dengan orang yang terinfeksi;

Bila anda merasakan gejala monkeypox, segeralah mencari pertolongan dari tenaga kesehatan.

Baca Juga: Urgensi Memperketat Protokol Kesehatan di Kota Bandung
Momentum Memperbaiki Data Covid-19 Kota Bandung
Data Kasus Covid-19 di Kota Bandung 1 April - 18 Juli 2022: Mewaspadai Tren Kenaikan

Vaksinasi Cacar dalam Menangkal Virus Monkeypox

Menurut Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan status darurat untuk kasus cacar Monyet. Sejauh ini, di Indonesia belum ditemukan kasus terkonfirmasi cacar monyet.

Cacar Monyet adalah suatu penyakit infeksi virus, bersifat zoonosis dan jarang terjadi. Beberapa kasus infeksi pada manusia (human monkeypox) yang pernah dilaporkan terjadi secara sporadis di Afrika Tengah dan Afrika Barat, dan umumnya pada lokasi yang berdekatan dengan daerah hutan hujan tropis.

Cacar monyet ini tergolong ke dalam genus orthopoxvirus. Virus lain yang juga berasal dari genus orthopoxvirus adalah virus variola yang menyebabkan penyakit cacar (Smallpox) dan telah dinyatakan tereradikasi di seluruh dunia oleh WHO pada tahun 1980.

Berdasarkan data dari WHO, Penyakit Cacar Monyet pada awalnya teridentifikasi pada tahun 1970 di Zaire dan sejak itu dilaporkan secara sporadis di 10 negara di Afrika Tengah dan Barat. Pada tahun 2017, Nigeria mengalami outbreak terbesar yang pernah dilaporkan, dengan perkiraan jumlah kasus yang terkonfirmasi sekitar 40 kasus.

Adityo Susilo mengatakan, penyakit cacar monyet sedianya adalah bersifat zoonosis yang penularan utamanya melalui kontak manusia dengan darah, cairan tubuh, atau lesi pada mukosa maupun kulit hewan yang terinfeksi.

Di Afrika, kasus infeksi Cacar Monyet pada manusia yang pernah dilaporkan, berhubungan dengan riwayat kontak dengan hewan yang terinfeksi seperti monyet, tupai, tikus dan rodents lainnya. Memakan daging hewan terinfeksi yang tidak dimasak dengan matang juga dikatakan dapat menjadi metode penularan yang lainnya.

“Adapun penularan antarmanusia, diduga dapat terjadi sebagai akibat dari kontak erat dengan pasien yang terinfeksi secara langsung (direct close contact) melalui paparan terhadap sekresi saluran napas yang terinfeksi, kontak dengan lesi kulit pasien secara langsung, maupun berkontak dengan objek yang telah tercemar oleh cairan tubuh pasien. Selain itu, transmisi secara vertikal dari ibu ke janin melalui plasental (infeksi Cacar Monyet kongenital) juga dimungkinkan,” kata dr. Adityo Susilo.

Periode inkubasi cacar monyet berkisar antara 5-21 hari dengan rerata 6-16 hari. Setelah melewati fase inkubasi, pasien akan mengalami gejala klinis berupa demam tinggi dengan nyeri kepala hebat, limfadenopati, nyeri punggung, nyeri otot dan rasa lemah yang prominen. 

Dalam 1-3 hari setelah demam muncul, pasien akan mendapati bercak-bercak pada kulit, dimulai dari wajah dan menyebar ke seluruh tubuh.

Bercak tersebut terutama akan ditemukan pada wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Seiring waktu bercak akan berubah menjadi lesi kulit makulopapuler, vesikel dan pustule yang dalam 10 hari akan berubah menjadi koreng.

Adityo yang juga pengurus pusat PETRI (Perhimpunan Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia) menerangkan bahwa hingga saat ini masih belum ada pengobatan yang spesifik untuk infeksi cacar monyet.

Meski demikian, di masa lalu, vaksinasi terhadap penyakit cacar/smallpox yang disebabkan oleh karena infeksi virus variola yang dinyatakan telah tereradikasi secara global sejak tahun 1980, dikatakan dapat memberikan efektivitas proteksi sebesar 85 persen untuk mencegah infeksi cacar monyet.

Sementara itu, Agus Dwi Susanto, Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI, mengatakan bahwa pemahaman yang baik terhadap infeksi cacar monyet dan kewaspadaan dini terhadap kejadian luar biasa atau outbreak, menjadi modal utama dalam aspek pencegahan.

Upaya untuk menghindari kontak dengan pasien yang diduga terinfeksi merupakan kunci pencegahan yang dinilai paling efektif pada saat wabah, diiringi dengan upaya surveilans dan deteksi dini kasus aktif guna melakukan karantina untuk mencegah penyebaran yang lebih luas.

Agus juga meminta tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat yang menemukan gejala cacar monyet pada pasien agar segera melakukan tindak lanjut dengan tes PCR (Polymerase Chain Reaction), yakni metode pemeriksaan virus cacar monyet dengan mendeteksi DNA virus tersebut.

“Dan segera melaporkan ke dinas kesehatan setempat agar bisa segera dilakukan surveilans dan tindakan lebih lanjut lainnya,” katanya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//