Dua Tahun Badan Pengelola Kawasan Perkotaan (BPKP) Cekungan Bandung Dibentuk, Kinerja Baru Sebatas Kertas
Bahkan jika mengacu pada dasar pembentukannya, Badan Pengelola Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung sudah berumur dua tahun.
Penulis Iman Herdiana25 Agustus 2022
BandungBergerak.id - Bandung Raya yang dikenal Cekungan Bandung karena tofografinya yang menyerupai baskom raksasa, setahun belakangan ini dikelola oleh Badan Pengelola Kawasan Perkotaan (BPKP). Setahun berjalan, belum terlihat langkah nyata dalam menata Cekungan Bandung yang punya segudang masalah sosial dan lingkungan.
BPKP Cekungan Bandung dibentuk Pemerintah Provinsi Jawa Barat terutama untuk mengkoordinir lima kota dan kabupaten di Bandung Raya yang meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan sebagian kecil wilayah Sumedang.
Badan ini mulai aktif September 2021. Butuh waktu 7 bulan, Maret 2022, bagi badan ini untuk mencapai kesepakatan dengan lima kabupaten kota di Cekungan Bandung. Bahkan jika mengacu pada dasar pembentukannya, yaitu Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 86 Tahun 2020 tentang Badan Pengelola Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, badan ini sudah berumur dua tahun.
Meski sudah dinyatakan mendapat kesepakatan dari bupati dan wali kota di Cekungan Bandung, dalam perjalanan berikutnya kerja-kerja badan masih berupa kesepakatan-kesepakatan di atas kertas. Belum terlihat ada langkah nyata yang dirasakan masyarakat.
Padahal sebagaimana misinya, badan ini akan menangani masalah pembangunan yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan, atau alih fungsi lahan berimplikasi pada meningkatnya kejadian bencana banjir dan longsor, limbah dan pencemaran lingkungan, kemacetan, dan peningkatan jumlah lahan kritis.
"Kinerja fungsi pengendalian pemanfaatan ruang di daerah yang tidak optimal disebabkan banyak kendala, sehingga tujuan penataan ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung belum tercapai, maka penting adanya kolaborasi antarwilayah," ucap Asisten Daerah (Asda) Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Jabar selaku Plt. Kepala Badan Pengelola Cekungan Bandung, Taufiq Budi Santoso, dari siaran pers Pemkot Bandung yang dikutip hari ini, Kamis (25/8/2022).
Disebutkan, Taufiq telah bertemu Wali Kota Bandung Yana Mulyana untuk menjalin komitmen bersama dengan empat isu utama yaitu pengelolaan tata ruang, sumber daya air, transportasi dan persampahan.
Urbanisasi di Pinggiran Kota
Masalah Cekungan Bandung jauh lebih rumit dari yang dituliskan di atas kertas. Satu isu saja yang dibahas, maka sederet masalah akan muncul dalam bentuk jalinan seperti benang kusut. Satu contoh isu sosial yang di dalamnya ada masalah urbanisasi atau kependudukan.
Masalah laju pertumbuhan penduduk berkontribusi besar pada alih fungsi lahan di Cekungan Bandung. Ada penelitian yang khusus memotret laju pertumbuhan penduduk di wilayah dengan luas 2.300 kilometer persegi ini, di mana terdapat benang merah antara kepadatan kawasan perkotaan di Bandung Raya yang kemudian beralih ke kawasan-kawasan pinggiran.
Penelitian tersebut dilakukan Lutfia Nursetya Fuadina, Ernan Rustiadi, dan Andrea Emma Pravitasari, yang dimuat dalam jurnal Tata Loka [Volume 23 No 1, Februari 2021, Biro Penerbit Planologi Undip]. Jurnal ilmiah berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Urban Sprawl di Kawasan Cekungan Bandung” ini dilakukan berdasarkan data tahun 2015.
Kini tentunya jumlah penduduk di Bandung Raya sudah melampaui data penelitian tersebut. Namun sebagai gambaran, tahun tersebut penduduk Bandung Raya telah terlihat membengkak.
“Metropolitan Bandung merupakan kawasan metropolitan dengan jumlah populasi terbanyak ketiga di Indonesia setelah Metropolitan Jakarta dan Metropolitan Surabaya dengan jumlah populasi lebih dari 8,5 juta pada tahun 2015,” demikian tulis Lutfia Nursetya Fuadina, Ernan Rustiadi, dan Andrea Emma Pravitasari [selanjutnya ditulis Lutfia dkk], yang diakses Kamis (25/8/2022).
Akibat tingginya laju pertumbuhan di Bandung Raya, Lutfia dkk mencatat, selama periode 1994-2001 terjadi penurunan luasan wilayah hutan primer (2,7 persen) dan hutan sekunder (85,9 persen), sawah (19 persen), kebun campuran dan perkebunan (34 persen) di Metropolitan Bandung. Lahan-lahan tersebut digantikan oleh permukiman penduduk dan fasilitas lainnya.
“Selanjutnya apabila perkembangan wilayah tersebut tidak dapat dikendalikan maka akan berakibat negatif terhadap perkembangan fisik perkotaan seperti terjadinya urban sprawl. Kondisi sprawl menjadi tidak terkendali karena urbanisasi dipandang menjadi suatu tren namun berakibat malapetaka karena terjadi lebih banyak konversi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian, semakin meningkatnya pengangguran dan kemiskinan, serta degradasi lingkungan seperti tercemarnya air dan meningkatnya level polusi,” lanjut para peneliti.
Gejala urbanisasi di pinggiran kota (urban sprawl) tidak hanya terjadi di wilayah perkotaan saja namun juga berdampak pada tingkat perkembangan wilayah di pinggiran perkotaan akibat suburbanisasi. Meskipun dalam lingkup Kawasan Metropolitan Bandung sebagian besar kawasan masih berupa kawasan tidak terbangun, di Kota Bandung dan Kota Cimahi yang merupakan pusat kota inti, sebagian besar wilayah administrasi sudah merupakan kawasan terbangun.
Suburbanisasi dipicu oleh perilaku orang-orang yang memilih untuk tinggal di pinggiran kota dikarenakan harga tanah di pinggiran kota lebih murah daripada pusat perkotaan atau kota inti. Akibat yang ditimbulkan adalah meningkatnya kepadatan kawasan permukiman dengan kepadatan rendah ke pinggiran kota (urban fringe) dan kecenderungan pergeseran fungsi-fungsi perkotaan ke daerah pinggiran kota.
“Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah, keragaman jenis penggunaan lahan, serta mengantisipasi terjadinya urban sprawl terutama dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan perkotaan dengan mempertimbangkan distribusi spasial lokasi masing-masing kecamatan di Metropolitan Bandung,” katanya.
Dalam penelitiannya, Lutfia dkk mengambil sampel dari 84 kecamatan di Kawasan Cekungan Bandung Provinsi Jawa Barat yang mencakup Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang.
Penelitian tersebut fokus pada masalah sosial, khususnya isu kependudukan. Sedangkan Bandung Raya memiliki setumpuk isu yang tidak kalah besarnya, misalnya isu lingkungan, kebencanaan, politik – karena lima wilayah di Bandung Raya dipimpin para kepala daerah – dan seterusnya. Sanggupkah Badan Pengelola Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung mengerjakan semuanya?
Baca Juga: Menunggu Gebrakan Badan Pengelola Cekungan Bandung
Salah Arah Pembangunan akan Menuai Bencana di Bandung Selatan
Kemacetan dan Krisis Lingkungan di Balik Pembangunan Tol Gedebage (Cigatas)
Cekungan Bandung merupakan Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Selain masalah sosial dan lingkungan, Cekungan Bandung juga ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN), yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden No. 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
Tujuan penataan ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung adalah untuk mewujudkan Kawasan Perkotaan yang berkelas dunia sebagai pusat kebudayaan, pusat pariwisata, serta pusat kegiatan jasa dan ekonomi kreatif nasional, yang berbasis pendidikan tinggi dan industri berteknologi tinggi yang berdaya saing dan ramah lingkungan.
Beban Badan Pengelola Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung bertambah karena harus memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan kepada kepala daerah di KSN ini.
"Salah satu fokus penanganan Badan Pengelola Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung adalah penataan ruang. Masalah yang dominan terjadi di kawasan perkotaan ini dipengaruhi oleh belum optimalnya pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang," ujar Taufiq Budi Santoso, dalam siaran pers Pemkot Bandung.
Taufiq mengatakan, BPKP sedang menggarap 479 program yang telah ditetapkan sejak 2018. Namun progres masih di bawah 40 persen.
"Ini menjadi tantangan, sehingga seluruh program bisa terlaksana dengan baik," katanya.
Dalam waktu dekat, kata Taufiq, BPKP sedang menggarap Bus Rapid Transit, perkeretaapian di kawasan perkotaan Cekungan Bandung, PAM Sinumbra, dan beberapa infrastruktur lainnya.
Menanggapi hal itu, Wali Kota Bandung mengatakan, Pemkot Bandung mendukung penuh kinerja BPKP dalam mengakselerasi berbagai penyelesaian masalah di kawasan perkotaan Cekungan Bandung
"Kita konsentrasi keempat bidang tersebut, kita bisa berprogress untuk bisa melakukan percepatan berbagai program yang telah disampaikan BPKP," kata Yana.
Yana mengungkapkan, Kota Bandung merupakan kota inti dalam pelaksanaan proyek strategis Cekungan Bandung. Ia berharap integrasi yang akan dilakukan berjalan lancar mulai dari tata ruang, transportasi, sumber daya air dan persampahan.