• Nusantara
  • Mahasiswa: Harga BBM tidak Harus Naik!

Mahasiswa: Harga BBM tidak Harus Naik!

Mahasiswa menilai kenaikan BBM subsidi akan semakin memberatkan rakyat yang masih terkena dampak ekonomi akibat pandemi.

Pekerja SPBU di Bandung mengisi BBM, Kamis (6/4/2021). Harga BBM dipengaruhi krisis ekonomi global dan naiknya harga minyak mentah dunia. (Foto: Emi La Palau/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana3 September 2022


BandungBergerak.id - Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar mulai Sabtu (3/9/2022) pukul 13.30 WIB. Harga Pertalite yang sebelumnya 7.650 rupiah per liter dinaikkan menjadi 10.000 rupiah per liter. Harga solar bersubsidi yang sebelumnya 5.150 rupiah per liter menjadi 6.800 rupiah per liter.

Selain itu, harga BBM nonsubsidi, pertamax, juga mengalami kenaikan dari 12.500 rupiah menjadi 14.500 rupiah. Kenaikan BBM bersubsidi tentu memicu penolakan dari warga, antara lain dari mahasiswa.

Poros Revolusi Mahasiswa Bandung melontarkan kritik keras atas kebijakan pemerintah menaikan BBM bersubsidi jenis pertalite. Pada akun Instagramnya, porosrevolusimahasiswabandung, menyatakan, “Bbm Ganti Harga , Rakyat di buat merana oleh orang-orang Istana !!!”

“Rakyat dibuat resah dan menderita, pemerintah Gagal Total ! Mari mobilisasi saatnya Penggempuran,” lanjut Poros Revolusi Mahasiswa Bandung yang memiliki 154 posts, 4.471 followers, dan 66 following.

Pada unggahan lain, Poros Revolusi Mahasiswa Bandung juga mempertanyakan sikap mahasiswa. “BBM naik MAHASISWA Kemana?”

Pernyataan serupa juga disampaikan akun Instagram Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia, @bem_si, yang merilis pernyataan sikap berjudul: Harga BBM tidak Harus Naik!

Menurut BEM SI, alasan pemerintah menaikkan BBM bersubsidi pertalite untuk mengalihkan subsidi agar lebih tepat sasaran. Di samping itu, melonjaknya harga mentah minyak dunia juga menjadi alasan lainnya.

Padahal, BEM SI mengatakan harga minyak mentah dunia kini mulai stabil, 94,68 USD per 24 Agustus 2022, dan diperkirakan akan terus menurun. Indonesia juga mencatat terjadi peningkatan ekonomi sebesar 0,43 persen (yoy) dari triwulan sebelumnya, yang artinya daya beli masyarakat mulai tumbuh setelah dua tahun dilanda pandemi.

“Daya beli masyarakat yang mulai membaik juga menjadi alasan kenapa BBM tidak boleh naik harga, dikhawatirkan pulihnya ekonomi masyarakat secara berkala di tengah gejolak pandemi ini kembali terganggu. Naiknya BBM jelas mengganggu daya beli masyarakat, pasalnya BBM sebagai bahan bakar utama dalam transportasi dan distribusi bahan pokok,” demikian pernyataan BEM SI, dilengkapi tagar: #indonesiagawatdarurat.

Baca Juga: Demam Istilah Smart City Dilihat dari Masalah Cekungan Bandung
Perempuan Penjaga Tradisi di Kampung Adat Cireundeu
Warga Bandung Keberatan dengan Rencana Kenaikan Tarif PDAM Tirtawening

Versi Pemerintah

Kenaikan harga BBM bersubsidi disampaikan Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri. Kenaikan harga BBM subsidi mulai berlaku mulai tanggal 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.

Pemerintah berdalih bahwa kenaikan BBM bersubsidi untuk mengalihkan subsidi agar lebih tepat sasaran.

“Lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil-mobil pribadi. Mestinya, uang negara itu harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu,” ujar Presiden Joko Widodo.

Pemerintah mengakui harus membuat keputusan dalam situasi yang sulit. Kenaikan BBM subsidi disebut sebagai pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM, sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian.

Dengan pengalihan subsidi BBM ini, pemerintah menambahkan bantalan sosial bagi masyarakat. Pertama, Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM dengan total sebesar 12,4 triliun rupiah.

“Diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu, sebesar Rp150 ribu per bulan, dan mulai diberikan bulan September selama empat bulan,” ujar Jokowi.

Pemerintah juga menyalurkan Bantuan Subsidi Gaji/Upah (BSU) dengan alokasi anggaran sebesar 9,6 triliun rupiah yang diperuntukkan bagi 16 juta pekerja.

“Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar 9,6 triliun rupiah untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum 3,5 juta rupiah per bulan dalam bentuk Bantuan Subsidi Upah yang diberikan sebesar 600 ribu rupiah,” ujarnya.

Di samping itu, Jokowi juga telah memerintahkan pemerintah daerah untuk menggunakan dua persen Dana Transfer Umum (DTU) sebesar 2,17 triliun rupiah untuk bantuan angkutan umum, bantuan ojek online, dan untuk nelayan.

“Pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran. Subsidi harus lebih menguntungkan masyarakat yang kurang mampu,” pungkasnya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//