• Kolom
  • Leendert Mendirikan Maison Bogerijen

Leendert Mendirikan Maison Bogerijen

Pada 7 September 1918, Leendert van Bogerijen mendirikan sebuah kafe di Jalan Braga yang dinamai Maison Begerijen. Ia juga membidani kelahiran asosiasi pedagang.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Berita pembukaan Maison Bogerijen dan potret Leendert hasil olah ulang M. S. Ansori. (Sumber: De Preanger-Bode (7 September 1918) dan Gedenkboek Gedenkboek Middenstandsvereeniging Bandoeng 1921-1931)

2 Mei 2021


BandungBergerak.id - Dalam usianya yang terbilang masih muda, Leendert van Bogerijen merantau ke Hindia Belanda. Pada 28 Juni 1913, saat usianya menjelang 26 tahun, ia menumpang kapal laut “Tambora” dengan tujuan tanah jajahan nun di seberang benua tempat kelahirannya, Amersfoort, Utrect, Belanda (Scheepvaart No. 8932, 29 Juni 1913).

Dilahirkan dari pasangan Antonie van Bogerijen (1862-1947) dan Elisabeth van Meeteren (1866-1907) pada 30 November 1887, Leendert adalah anak kedua. Saudara tertuanya adalah Frederika van Bogerijen (1886-1959), sementara adik-adiknya ada sebelas orang, yaitu Antonia (l. 1890), Johanna (1892-1973), Geertruida (1894-1895), Antonius (1896-1973), Elisabeth (l. 1898), Martha (1900-1995), Johannes (1901-1969), Anna (1902-1938), Christiaan (1904-1904), Geertruida (1905-1963), dan Loefje (1907- 1907) (fredbrouwer.nl, diakses pada 28 April 2021).

Setiba di Hindia, Leendert bekerja pada perusahaan kimia “De Gedeh”, di Weltevreden, Batavia. Perusahaan yang bernama lengkap De Chemicahenhandel ‘DE GEDEH’ itu antara lain menjual air rambut (“haarwater”) bermerk “CAMES HAARWATER”. Dari pemberitaan Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (28 Oktober 1914), agaknya dapat diduga bahwa sejak di Belanda Leendert membaca iklan untuk lowongan kerja di “De Gedeh”, melamar, dan akhirnya diterima bekerja pada posisi yang agaknya berkaitan dengan pemasaran. Atau mungkinkah usaha tersebut didirikan oleh Leendert sendiri? Dua-duanya mungkin.

Berita mengenai kiprah Leendert di tanah jajahan baru ada lagi pada 1918. Dalam De Preanger-Bode (19 Agustus 1918), diberitakan bahwa Wali Kota Bandung Bertus Coops mengumumkan mengenai petisi dari Leendert perihal pembelian lahan di Bragaweg 64 yang semula ditempati Café Restaurant Hollandais. Di lahan tersebut, Leendert akan berjualan minuman keras (“sterken drank”) dan usahanya dinamakan Maison Bogerijen. Dalam pengumuman tersebut, Coops menyatakan dalam dua minggu setelah pengumuman, orang dapat mengajukan keberatan terhadap pemberian izin usaha tersebut.

Dari guntingan koran tersebut, saya jadi terpikir bahwa antara 1913 hingga awal Agustus 1918, Leendert masih bekerja di Weltevreden, tetapi kemudian membaca peluang usaha di Kota Bandung. Kebetulan saat itu Café Restaurant Hollandais sudah dijual oleh pemilik sebelumnya, W. A. van Rooy.

Informasi tentang kafe yang sering disingkat Café Hollandais itu antara lain pernah termuat dalam De Preanger Bode edisi 5 November 1915. Di situ diwartakan perihal utang-utang W. A. van Rooy. Selanjutnya, dalam Bataviaasch nieuwsblad (27 Oktober 1917), diberitakan Van Rooy sang pemilik Café Restaurant Hollandais (“eigenaar van café restaurant ‘Hollandais’ aan den Bragaweg te Bandoeng”), menemukan proses sempurna yang dapat menggantikan ragi dalam pembuatan roti. Dari berita ini, kita bisa menduga bahwa untuk camilan yang disajikan di kafenya, Van Rooy membuat sendiri rotinya. Bahkan ia mampu mengulik resep pembuatan roti yang lebih praktis dengan menemukan pengganti ragi untuk mengembangkan roti.

Beberapa bulan sebelum diakuisisi Leendert, saya masih mendapatkan gambaran usaha Van Rooy. Dalam Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (9 April 1918), diberitakan bahwa dia memfasilitasi Ned. Ind. Schietbond atau Asosiasi Penembak Hindia Belanda yang mengadakan rapat di kafenya. Dalam rapat tersebut disebutkan yang terpilih menjadi presiden Ned. Ind. Schietbond adalah R. A. Kerkhoven (Malabar) dengan wakilnya Letkol J. E. Timmer, sekretaris pertama Letnan Senjata Mesin F. H. Oude, sekretaris kedua Peltu Zeni J. Overbeeke, semuanya di Cimahi, bendahara Gopner (makelar di Bandung), komisaris Letnan Artileri Peltzer (Batavia), Straeler (Bandung), dan Mitchell (Batavia). Yang patut diduga di sini, selama empat bulan (April-Agustus 1918) tampaknya Van Rooy mengalami kekusutan usaha, sehingga akhirnya memutuskan untuk menjualnya.

Setelah mendapatkan izin usaha dari pemerintah kota Bandung, Leendert van Bogerijen mulai membuka secara resmi Maison Bogerijen pada Sabtu, 7 September 1918. Berita pembukaannya antara lain dimuat dalam De Preanger-Bode (Jum’at, 6 September 1918). Di situ dikabarkan bahwa pesta pembukaan Maison Bogerijen akan dilakukan pada Sabtu pukul lima sore (“Zaterdasmiddag 5 uur wordt Maison Bogerijen feestelijk geopend”). Untuk acara tersebut akan ada makan malam dan sajian musik dari batalyon ke-15. Disebutkan pula bahwa Leendert sebenarnya meneruskan usaha orang sebelumnya dengan jumlah tempat duduk yang diperbanyak serta halaman berumput yang ditiadakan, diganti menjadi teras.

Pada edisi 7 September 1918, redaksi De Preanger-Bode mengabarkan lagi pesta pembukaan usaha Maison Bogerijn, sekaligus mengumumkan agenda untuk hari Minggu, 8 September 1918. Maison Bogerijen bakal buka sejak pukul 11.00 hingga 13.00 dan malam hari dari pukul 19.00 hingga 20.30. Seperti saat pembukaan, untuk pengunjung kafe disediakan hidangan musik.

Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 24 Mei 1921, Leendert, yang berusia 34 tahun, menikahi Ruperta Johanna Hubers van Assenraad di Bandung (De Preanger-bode, 25 Mei 1921). Ruperta lahir pada 25 Januari 1891 di Brakel dan meninggal pada 1 Februari 1966 di Rijswijk, Belanda (fredbrouwer.nl, diakses pada 28 April 2021).

Baca Juga: Juru Lelang George Loheyde
Presiden Pertama Societeit Concordia
Homann di Balik Hotel

Asosiasi Pedagang

Apa saja capaian Leendert saat mengusahakan Maison Bogerijen? Mengenai hal ini dapat kita simak dalam AID de Preangerbode (1 April 1931). Konon, mula-mula usaha Leendert sederhana saja, tetapi lama kelamaan usahanya berkembang sehingga mengisyaratkan modernisasi dan perluasan lahan usahanya. Namun, rencana memperbesar bangunan tersebut urung terlaksana, melainkan berubah jadi kehendak mendirikan bangunan baru di Bragaweg. Akhirnya, pada 1 November 1923, bangunan baru Maison Bogerijen berdiri.

Pada Mei 1923, Maison Bogerijen menerima tugas resmi dari Istana Buitenzorg saat gubernur Hindia Belanda mengunjungi Surakarta dan Yogyakarta. Maison Bogerijen bertugas menyediakan semua resepsi dan makan malam gala yang diselenggarakan di rumah residen dan istana Sultan Yogya. Oleh karena itu, kafe ini diizinkan menggunakan sebutan “Leveranciers van Z. E. den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie” atau leveransir bagi yang mulia gubernur jenderal Hindia Belanda.

Prestasi Maison Bogerijen lainnya adalah sebutan “Hofleveranciers van H. M. de Koningin der Nederlanden” atau leveransir bagi yang mulia raja Belanda. Predikat tersebut termaktub dalam pengumuman pada 15 April 1925, atau dua tahun kurang setelah menerima gelar sejenis dari gubernur jenderal Hindia Belanda. Selain itu, untuk menambah lini usahanya atau memenuhi kebutuhan usahanya, sejak 1 Maret 1926, Leendert membangun pabrik roti modern.

Untuk meluaskan jaringan usaha sekaligus sarana pergaulannya, pada 1920 Leendert turut mendirikan asosiasi para pedagang (“winkeliersvereniging”) di Bandung. Pada 5 April 1921 asosiasi ini berubah menjadi Middenstandsvereeniging Bandoeng atau asosiasi kelas menengah Bandung (Gedenkboek Middenstandsvereeniging Bandoeng, 1921-1931: 13-14). Dalam rapatnya pada 13 Januari 1936, ketua Middenstandsvereeniging Bandoeng mengucapkan selamat datang kepada Leendert yang menjadi salah seorang pendiri dan banyak berjasa kepada asosiasi selama dia tinggal di Bandung. Saat itu disebutkan Leendert sudah kembali ke Belanda dan untuk beberapa bulan dia kembali ke Bandung (De koerier, 14 Januari 1936).

Dari De Koerier di atas, bisa disimpulkan pada 1930-an, paling tidak setelah pemberitaan AID de Preangerbode (1 April 1931), dengan pelbagai keberhasilan yang diraihnya selama mengelola Maison Bogerijen, Leendert kembali ke negeri kelahirannya. Barangkali usahanya diteruskan oleh orang-orang kepercayaannya di Bandung. Bukti kembalinya Leendert van Bogerijen juga diperkuat oleh fakta bahwa dia meninggal di tempat kelahirannya, Amersfoort, pada 26 September 1944 (fredbrouwer.nl, diakses pada 28 April 2021).

Editor: Redaksi

COMMENTS

//