• Cerita
  • Geografi Ingatan (5): Deni Manusia Ikan di Rumah Kang Sarman

Geografi Ingatan (5): Deni Manusia Ikan di Rumah Kang Sarman

Gambar pemuda tidak berbaju dan hanya mengenakan cawat dari rumbai-rumbai rumput laut itu terus saja hidup dalam ingatan saya.

Gambar Deni terjun ke kedalaman laut yang mengingatkan saya pada kunjungan-kunjungan ke rumah Kang Sarman. (Sumber: archive.org)

Penulis Atep Kurnia7 Mei 2021


BandungBergerak.idSaya ingat sekali gambar ini. Seorang pemuda dengan posisi tubuh menelungkup, kedua tangan terentang ke depan, rambut panjangnya tersibak ke belakang, dan kakinya terjulur lurus ke belakang, nampak seperti baru saja terjun ke dasar laut. Gelembung-gelembung kecil, riak-riak gelombang, turut menyertai pergerakannya di dalam air. Di depannya, ikan-ikan tampak berhamburan.

Gambar pemuda tidak berbaju dan hanya mengenakan cawat dari rumbai-rumbai rumput laut itu terus saja hidup dalam ingatan saya. Padahal gambar tersebut sudah tiga dasawarsa lebih tidak saya lihat lagi sejak melihat pertama kalinya di rumah Kang Sarman. 

Kang Sarman adalah tetangga jauh. Ia tinggal di ujung utara Kampung Babakan Sukajadi. Bila hendak bertandang ke rumahnya, saya pasti melewati dulu rumah Ki Wira yang pekarangan depannya luas dan penuh ditumbuhi koneng gede, rumah Mang Emim yang nampak seperti lio batu bata, rumah Kang Bana yang kerap dipenuhi ulat berbulu pohon alpukat, dan lahan sempit ditumbuhi pohon tinggi kiacret yang bunga-bunganya oranye serta ilalang-ilalang yang ujung-ujungnya lancip berbunga putih.

Bagian depan rumah Kang Sarman bersebelahan dengan kebun kecil yang ditumbuhi singkong. Sekeliling rumahnya dilingkungi pagar hidup, semacam pepohonan baluntas, eemihan, kihampelas, dan lain-lain. Di belakang rumahnya, agak menurun, adalah persawahan dan selokan kecil yang nantinya bermuara ke Sungai Cijalupang. Selokan tersebut sekaligus menjadi tempat membuang hajat penduduk kampung yang belum memiliki sarana MCK (mandi, cuci, kakus).

Kang Sarman adalah bapak teman sepermainan saya, Herman. Saat itu barangkali Herman sudah masuk sekolah dasar, tetapi saya belum. Memang pertemanan dulu di kampung nampaknya tidak terlalu membeda-bedakan usia masing-masing kawan main. Oleh karena itu, tidak jarang saya bermain dengan kawan yang usianya jauh lebih tua dari saya, meskipun tentu tetap bergaul rapat dengan teman sebaya yang usianya berbeda satu atau dua tahun. Jalinan pertemanan tersebut mencakup seluruh anak-anak di kampung.

Kang Sarman sehari-hari bekerja sebagai pembantu bagi keluarga Tionghoa di Kota Bandung. Dengan demikian, ia tidak ada setiap hari di rumahnya. Entah sepekan sekali atau pada waktu-waktu tertentu ia pulang kampung. Nah, berkat momentum Kang Sarman mudik ke Babakan Sukajadi itulah saya jadi punya kesempatan untuk berkenalan dengan majalah anak-anak Bobo. Barangkali edisi-edisi lama Bobo yang tidak lagi dipakai anak-anak majikannya dibawa oleh Kang Sarman untuk dijadikan bahan bacaan anak-anaknya sendiri di kampung.

Gambar pemuda bercawat rumput laut itu dimuat dalam majalah Bobo sebagai komik strip. Karena waktu itu belum bisa membaca, saya hanya membuka-buka saja lembaran kisah petualangan pemuda itu. Pasti saat itu saya mengagumi gambar-gambarnya, terpesona kepiawaian komikusnya menggambarkan keadaan di kedalaman laut. Apalagi sejak kecil saya sangat menyukai gambar-gambar ikan.

Baca Juga: Geografi Ingatan (4): Gambar Umbul
Geografi Ingatan (3): Ceu Eja dan Anak-anaknya
Geografi Ingatan (2): Gambar Ganjal Rak

Hasil Penelusuran

Sekarang setelah tiga dasawarsa berlalu, saya hendak membuka-buka kembali komik tersebut sekaligus menentukan kemungkinan waktu kunjungan saya ke rumah Kang Sarman. Untuk keperluan tersebut, saya memaksimalkan pencarian data di Internet. Beruntung situs archive.org (diakses pada 2 Mei 2021) menyediakan versi lengkap kisah si pemuda. Selain itu, saya juga menelisik para pelapak daring yang menjajakan edisi-edisi lama Bobo. Di samping punya kesempatan untuk membuka-buka kembali komik itu, saya juga dapat mengetahui perkiraan pemuatannya dalam Bobo sekaligus menuntun pada perkiraan waktu kunjungan ke rumah Kang Sarman.

Si pemuda berambut panjang itu bernama Deni dan kisahnya bertajuk Deni Manusia Ikan. Sebenarnya komik aslinya berjudul Fishboy: Denizen of the Deep, buah karya penulis komik berbangsa Inggris Scott Goodall MBE (1935-2016) dan komikusnya John Stokes, seniman komik Inggris yang kerap bekerja untuk IPC dan Marvel UK. Menurut Will Morgan (“’Are You My Daddy?’ The strange story of Fishboy, Denizen of the Deep” dalam comiczine-fa.com, 20 Juni 2020), semula Fishboy dimuat dalam mingguan Buster sejak 20 Januari 1968 hingga 6 Desember 1975.

Will juga menyebutkan bahwa popularitas Fishboy tidak terbatas di kalangan para pembaca berbahasa Inggris. Sebagai buktinya, komik strip tersebut dicetak ulang dalam seri album berbahasa Indonesia dengan tajuk Deni. Karena dalam versi Inggrisnya hanya menayangkan sekali saja gambar jilidnya, maka ilustrator Indonesia yang membuatkan gambar-gambar jilid seri Deni yang berjumlah 16 album itu.

Dalam tulisan Will Morgan tidak dinyatakan bahwa semula versi Indonesia Fishboy dimuat dulu secara bersambung dalam Bobo. Sementara orang-orang yang sempat membaca Deni Manusia Ikan saat dimuat dalam Bobo – sebagaimana yang saya telusuri dari beberapa forum, blog, dan tulisan-tulisan di internet – tidak memberikan waktu pasti pemuatannya. Mereka hanya memberikan ancang-ancang tahun 1980-an.

Karena terdorong rasa penasaran, saya berusaha sedapat-dapatnya mengumpulkan data yang agak rinci. Ternyata setelah saya melihat-lihat edisi-edisi lama yang dijajakan para pelapak, seharusnya Deni Manusia Ikan dimuat dalam Bobo antara tahun 1977 hingga paling tidak tahun 1985. Perkiraan ini berdasarkan pada temuan bahwa Bobo edisi 2 Desember 1978 menampilkan pemuatan ke-57 Deni Manusia Ikan, edisi 10 Maret 1979 untuk pemuatan ke-71, edisi 17 Juli 1982 untuk pemuatan ke-245, serta edisi 26 Februari 1983 untuk pemuatan ke-277.

Sebagai tambahan informasi, ada surat pembaca dalam Bobo No. 42, 28 Januari 1978 (dalam budiwarsito.net, diakses 5 Mei 2021) yang berisi pertanyaan demikian: “Bo, mengapa cerita Deni si Manusia Ikan hampir sama dengan cerita Rahan di majalah Hai? Apakah cerita Deni Manusia Ikan diambil dari cerita Rahan?” Dengan berpatokan pada surat pembaca tersebut serta Bobo edisi 2 Desember 1978, dapat diperkirakan bahwa edisi pertama Deni Manusia Ikan mulai dimuat pada November 1977. Artinya, versi Indonesia Fishboy ditayangkan dua tahun berselang sejak ia terakhir dimuat dalam Buster (6 Desember 1975).

Dari edisi-edisi lama yang dijajakan di internet itu, saya juga dapat mengetahui bahwa pada awalnya Deni Manusia Ikan dimuat di dua halaman majalah Bobo., yakni di halaman 22 dan 23, kemudian pada tahun-tahun selanjutnya dimuat pada halaman 24 dan 25.

Baru dalam situs archive.org saya mendapatkan gambaran utuh Deni Manusia Ikan. Pada halaman ringkasan album ke-16 dinyatakan bahwa hak cipta pada tingkat dunia (World Copyright) untuk komik tersebut berada pada Syndication International Ltd, hak ciptanya di Indonesia dimiliki oleh Majalah Anak-anak Bobo dan PT Gramedia, dan sampulnya dibuat oleh Rama Seetha. Barangkali Rama inilah yang dimaksudkan oleh Will Morgan sebagai ilustrator Indonesia yang membuatkan gambar jilidnya karena dalam versi Inggrisnya tidak tersedia. Deni Manusia Ikan dijual seharga Rp 600 per jilidnya.

Adapun ringkasan kisahnya dapat dibaca sebagai berikut: “Sejak kecil Deni berpisah dengan kedua orang tuanya. Karena musibah di laut, Deni terdampar di sebuah pulau yang tak berpenghuni. Kedua orang tuanya tak berhasil menemukan kembali anak tunggalnya yang sangat dicintainya. Sementara itu Deni berbasil mempertahankan hidup dan tumbuh besar berkat kepandaiannya menyesuaikan diri dengan lingkungan sekeliling. Deni tumbuh besar menjadi anak laut sejati. Dia bisa bergaul dengan penghuni laut, bisa berbicara dengan bahasa ikan, dan bisa berenang secepat ikan cucut.”

“Deni tumbuh menjadi manusia ikan. Dengan kepandaiannya berenang dan didorong pergaulannya dengan penghuni laut, semangat Deni untuk bertemu kembali dengan kedua orang tuanya tak pernah padam. Dia berkelana dan laut ke laut menjelajah samudera. Dia bertualang dari benua ke benua. Halangan dan rintangan tak terhitung lagi.”

“Akhirnya kegigihan dan ketabahan Deni membuahkan hasil pula. Dalam album ini Deni bertemu kembali dengan kedua orangtuanya setelah sekian lama berpisah. Berakhir pula kisah petualangan Deni Manusia Ikan.”

Ah, betapa bahagia rasanya dapat berjumpa kembali dengan gambar-gambar yang telah lama tidak saya lihat. Kunjungan-kunjungan ke rumah Kang Sarman di masa lalu ternyata terus membekas hingga sekarang, menjadi semacam perbendaharaan dan sumber rasa penasaran. Dengan hasil telusuran dari internet di atas, kayaknya saya dapat memperkirakan bahwa kunjungan-kunjungan ke rumah Kang Sarman paling tidak terjadi antara 1984 hingga 1985, saat saya berumur 5-6 tahun, sebelum masuk sekolah dasar. 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//