• Kampus
  • IPB Gagas Data Desa Presisi, Unpad Dukung SPBE

IPB Gagas Data Desa Presisi, Unpad Dukung SPBE

Pandemi Covid-19 mesti menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia, di mana dalam penyaluran bantuan seringkali tidak tepat sasaran.

Presentasi Data Desa Presisi oleh tim IPB University di depan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bandung Barat (KBB) Hengky Kurniawan, di Ruang Rapat Bupati Bandung Barat. (Dok. IPB University, 2021)

Penulis Iman Herdiana11 Mei 2021


BandungBergerak.idSudah 75 tahun Indonesia merdeka, namun masih belum ada data terintegrasi yang benar-benar akurat untuk dapat dijadikan acuan perencanaan pembangunan. Karut-marut data ini membuat Indonesia kesulitan dalam mengentaskan kemiskinan.

Hal itu disampaikan Sofyan Sjaf, Wakil Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University, kala mempresentasikan Data Desa Presisi (DDP) di depan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kabupaten Bandung Barat (KBB) Hengky Kurniawan, beserta jajarannya di Ruang Rapat Bupati Bandung Barat, beberapa waktu lalu, seperti dikutip dari laman resmi IPB University, Selasa (11/5/2021). “China berhasil melakukan pengentasan kemiskinan, dengan terlebih dahulu menyelesaikan pendataan yang akurat. Inilah yang perlu kita dorong di Indonesia,” terang Sofyan Sjaf.

Pandemi Covid-19 mesti menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia, di mana dalam penyaluran bantuan seringkali tidak tepat sasaran. ”Karena tidak berdasarkan data yang presisi. Pendataan berbasis individu dan rumah tangga menjadi sangat krusial, karena data adalah solusi pembangunan dan kekuatan menuju kedaulatan,” ungkapnya.

Penggagas Data Desa Presisi tersebut mengatakan, pembangunan membutuhkan data presisi demi mewujudkan amanah UUD 1945, yaitu menyejahterakan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Ia menjabarkan kesejahteraan masyarakat melalui lima aspek, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan dan kebudayaan, kesehatan, pekerjaan, jaminan sosial, kehidupan sosial, perlindungan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), infrastruktur dan lingkungan hidup.

Ia menegaskan, kesalahan pendataan yang dilakukan selama ini dipastikan sebagai penyebab utama masalah nasional. Hasil studi timnya menunjukkan, 47,13 persen data yang digunakan untuk perencanaan pembangunan tidak akurat. Hal ini harus dibenahi, plus dilengkapi data spasial.

Menurutnya, keunggulan DDP adalah menghasilkan tiga tipe data, yaitu data citra desa resolusi tinggi hingga 5 cm, data numerik dengan menggunakan Merdesa Apps, serta data deskriptif kualitatif. Data numerik yang dikumpulkan terdiri dari 147 parameter, dilengkapi dengan 29 data spasial, dan mampu ditunjukkan secara jelas melalui peta desa.

Kombinasi data-data tersebut nantinya dapat digunakan untuk merencanakan program pembangunan yang tepat sasaran.

Koordinator Tim Spasial Unit Desa Presisi, La Elson, mengatakan salah satu kekuatan DDP adalah integrasi data spasial dengan data sensus. “Data spasial diperlukan sebagai pijakan melakukan sensus, juga sebagai penyajian outputnya nanti. DDP akan memverifikasi batas desa dan batas RW melalui penyusuran batas wilayah, serta Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan masyarakat dari dalam dan desa tetangga jika diperlukan,” jelas La Elson.

Sebagai solusi besar untuk problem pembangunan, maka DDP dapat digunakan untuk menentukan arah dan capaian pembangunan. Output data yang dihasilkan DDP di antaranya adalah sebaran rumah tidak layak huni, sebaran lapisan sosial yang layak menerima Bansos, estimasi konsumsi rumah tangga, hingga pengukuran nilai Sustainable Development Goals (SDGs) berbasis RW.

Ke depannya output DDP dapat dikembangkan untuk menjawab berbagai persoalan pembangunan berbasis data yang akurat.

Plt Bupati KBB Hengky Kurniawan mengaku tertarik mengaplikasikan DDP di wilayahnya secara bertahap. “Kita ingin memulai Data Desa Presisi di Kabupaten Bandung Barat. Ke depannya kami ingin DDP diimplementasikan di dua kecamatan, namun sebelumnya perlu dibuatkan pilot project satu desa misalnya, supaya bagaimana kita dapat mengentaskan kemiskinan di daerah tersebut,” ujar mantan artis ibu kota ini.

Sofyan Sjaf tidak menepis kalau DDP bisa diterapkan di seluruh pedesaan di Indonesia. Namun ia menandaskan, DDP bukan berorientasi proyek. “Jika kegiatan membangun desa berorientasi proyek, saya yakin akan gagal karena memikirkan margin. DDP adalah dedikasi kami dari perguruan tinggi untuk masyarakat Indonesia.”

Baca Juga: Unpad Dorong Pemerintah Maksimalkan Data
ITB Bebaskan UKT Seleksi Mandiri bagi Mahasiswa Kurang Mampu
FKUI Teliti Kesediaan Mahasiswa Kedokteran Menjadi Relawan Pandemi Covid-19
Mencermati Teknologi Robot yang Semakin Dekat dengan Manusia

Unpad Dukung SPBE

Pentingnya data sebagai basis pembangunan di Indonesia juga beberapa kali dilontarkan Universitas Padjadjaran (Unpad). Rektor Unpad Rina Indiastuti menjelaskan, dalam merespons berbagai perubahan, seluruh program, kebijakan, dan keputusan yang dilakukan pemerintah untuk kegiatan memajukan bangsa Indonesia harus berbasis data. Ketersediaan data yang akurat akan memudahkan pimpinan negara dan daerah menghasilkan keputusan yang strategis.

“Indonesia adalah bangsa yang besar serta aksesibilitas informasi yang semakin tinggi, maka kita yakin kita butuh jumlah dan variasi layanan pemerintah berbasis data cukup besar,” ujar Rektor, saat menjadi pembicara kunci pada Webinar Nasional “Menuju Indonesia Satu Data”, Kamis (29/4/2021).

Dalam webinar tersebut, Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kemenpan RB Rini Widyantini, sepakat bahwa data memiliki peran dalam penyusunan kebijakan. Data berguna untuk meningkatkan koordinasi antar-instansi pemerintah, membantu koordinasi dan menghilangkan sekat antar-instansi pemerintah, serta meningkatkan kapasitas dan kapabilitas regulator dan penyusunan kebijakan dalam merumuskan kebijakan.

Untuk itu, pihaknya mendorong penggunaan data untuk meningkatkan kualitas, akurasi, dan kemuktahiran dalam perumusan kebijakan dan pemberian layanan publik. Menurutnya, saat ini Indonesia tengah membangun Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan satu data Indonesia. Keduanya menjadi aspek penting sekaligus berperan penting dalam penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan.

Kesimpangsiuran Data

Salah satu kendala dalam mewujudkan satu data Indonesia adalah kesimpangsiuran data. Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan Kemenkominfo RI Bambang Dwi Anggono menuturkan, hampir semua instansi pemerintah mengaku memiliki data dan informasi yang dilindungi oleh regulasi sekelas UU. Namun, ketika diminta data elektroniknya, ada beragam alasan untuk mengelak untuk diberikan.

“Kemudian masih banyaknya data pemerintah yang masih bersifat silo (mentah) berdampak pada duplikasi dan perbedaan data pada elemen data yang sama,” tuturnya.

Sesuai dengan Peraturan SPBE, setiap instansi harus melakukan audit terhadap pusat data atau ruang server yang saat ini dikelola. Proses sertifikasi ini mendorong agar pusat data di setiap instansi mampu mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar internasional, seperti TIA-942 atau Uptime Institute.

“Jika pusat data di instansi tidak melakukan sertifikasi maka pusat data di instansi dan daerah bisa melakukan konsolidasi/migrasi pusat data mereka ke pusat data nasional. Hal ini untuk menjawab keterbatasan biaya, SDM dan keamanan informasi,” papar Bambang. Proses ini diyakini akan mewujudkan konsolidasi data nasional lebih cepat. Hal ini bisa didukung dengan infrastruktur teknologi informasi yang mumpuni.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//