• Kolom
  • Jejak Pieter Sijthoff

Jejak Pieter Sijthoff

Keliru menyebut Pieter Sijthoff sebagai pendiri Societeit Concordia dan Vereeniging tot Nut van Bandoeng en Omstreken. Penelusuran data meluruskannya.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Pieter Sijthoff sebagai residen Semarang dengan pembantu pribumi yang membawa payung. (Sumber: KITLV 2603)

23 Mei 2021


BandungBergerak.id - Saya hendak meluruskan ‘informasi yang bengkok’, khususnya di internet, terkait jejak P. F. Sijthoff (1851-1931) di Bandung. Dia disebut-sebut sebagai asisten residen Bandung yang mendirikan Societeit Concordia pada tahun 1895 dan dikatakan pula merintis berdirinya Vereeniging tot Nut van Bandoeng en Omstreken (Perkumpulan Kesejahteraan Masyarakat Bandung dan sekitarnya) pada 1898. Tentu saja informasi tersebut keliru karena dalam rentang 1895-1898 Pieter sudah menjadi residen Jepara dan kemudian residen Semarang.

Oleh karena itu, dalam tulisan ini saya ingin berbagi hasil bacaan serba sekilas riwayat Pieter Sijthoff berikut jejak-jejak yang ditinggalkannya di Bandung. Sebagai pembukanya saya akan membagikan biodatanya yang saya timba dari Sumatra-bode (8-12-1931), ditambah keterangan dari situs myheritage.de serta geni.com (diakses pada 15 Mei 2021).

Pieter Frederik Sijthoff lahir di Brebes, Jawa Tengah, pada 31 Desember 1851. Ayahnya Remigius Adolphus Sijthoff (1819-1877) dan ibunya Arnoldina Wilhelmina Caspersz (1828-1914). Selain Pieter, pasangan Remigius-Arnoldina memiliki anak lainnya yakni Remigius Adolphius Sijthoff, August Sijthoff, Helena Juliana Sijthoff, Elisabeth Wilhelmina Sijthoff, dan Pauline Sijthoff.

Pieter mula-mula bekerja pada pemerintahan kolonial Hindia Belanda pada 1870, sebagai “hoofd inspecteur der koffiecultuur”. Setahun kemudian, pada 1871, dia diangkat menjadi “ambtenaren voor den burgerlijken dienst in Nederlandsch-Indie”. Satu dasawarsa lebih kemudian, tepatnya pada 14 Mei 1883, Pieter diangkat menjadi asisten residen di Kabupaten Bandung (Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie 1884, tweede gedeelte, 1883: 148).

Dalam buku tahunan yang sama, kita dapat menjejaki para pejabat pribumi yang menjadi mitra kerja Pieter di Bandung. Waktu itu yang menjadi bupati Bandung adalah Raden Adipati Koesoema di Laga, yang diangkat sejak 27 Oktober 1874. Patihnya Raden Demang Wira di Koesoema, yang dilantik sejak 27 Oktober 1874. Hoofddjaksa-nya Raden Nata Kasoemah (dilantik pada 26 Januari 1882) dan hoofdpangoeloe-nya Raden Hadji Moehamad Nassir (dilantik pada 8 Juni 1881). Sementara pejabat yang menjadi atasan Pieter di Bandung adalah Residen Priangan J. M. Van Vleuten, yang mulai berdinas di Bandung sejak 8 Februari 1879.

Bagaimana keadaan Bandung saat itu? Menurut A. Sobana Hardjasaputra (Perubahan Sosial di Bandung 1810-1906 (2002): 285), antara 1884-1906 yang tentu saja melingkupi masa kerja Pieter di Bandung, keadaan kabupaten tersebut mengalami perubahan yang kian cepat. Perubahannya terutama disebabkan oleh dua faktor, yaitu sarana transportasi kereta api (faktor teknologi) dan pihak swasta asing (pengusaha besar dan lembaga sosial) yang turut berperan aktif memajukan kota. Dampaknya, pola perubahan yang terjadi di Bandung menjadi lebih kompleks dari pola perubahan sebelumnya.

Hampir persis setahun Pieter menjabat sebagai asisten residen Bandung, jalur kereta api Cianjur-Bandung (59 kilometer) yang melewati 8 stasiun yaitu Maleber, Selajambe, Cipeuyeum, Cipatat, Tagogapu, Padalarang, Cimahi, dan Bandung,  dibuka pada 17 Mei 1884. Demikian pula jalur kereta api Bandung-Cicalengka (27 kilometer) yang melewati 3 stasiun (Gedebage, Rancaekek, dan Cicalengka), dibuka pada 10 September 1884. Menurut Hardjasaputra (2002: 209), keberadaan jalur kereta api Cianjur-Cicalengka memperlancar pengangkutan hasil perkebunan dan berpengaruh besar terhadap kehidupan Bandung, baik terhadap perkembangan fisik kota maupun sosial ekonominya.

Pengaruh terhadap kehidupan di Bandung itu antara lain berupa peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk dengan berbagai aktivitasnya, sehingga mendorong para pengusaha swasta Eropa dan Tionghoa membuka usaha dalam bidang kesehatan. Pada 1884 di kota Bandung ada 11 buah apotik atau toko obat milik swasta. Karena jumlah orang Eropa bertambah, maka berkembang pula tempat-tempat rekreasi. Di antaranya atas prakarsa Pieter Sijthoff, lahan di depan “Gedong Papak” tempat tinggal asisten residen, sebelah barat dari gedung HOC, dibangun menjadi taman kota. Taman itu selesai dibangun tahun 1885 dan diberi nama “Pieterspark” (sekarang Taman Merdeka atau Taman Dewi Sartika), sebagai penghargaan atas jasa Pieter Sijthoff. Di tengah taman dibangun sebuah bangunan bundar tanpa dinding yang disebut “koepel” (Hardjasaputra, 2002: 222-223).

Baca Juga: Panduan Buys ke Bandung
Presiden Perhimpunan Braga
Leendert Mendirikan Maison Bogerijen

Bukan oleh Stijthhoff

Namun, Hardjasaputra (2002: 230) juga melakukan kesalahan. Ia menyatakan bahwa Pieter Sijthoff memprakarsai pendirian Vereeniging tot nut van Bandoeng en Omstreken pada 1898 dan diresmikan oleh Residen K. Mr. C.W. Kist (1894-1900). Sumber kesalahannya terletak pada ketidaksesuaian fakta masa jabatan Pieter Sijthoff di Bandung, karena dia menjabat sebagai asisten residen Bandung antara 14 Mei 1883 hingga 5 April 1890 saat dia dilantik menjadi asisten Cianjur (Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie 1891, tweede gedeelte, 1891: 160). Alhasil, bagaimana mungkin pada 1898, saat sudah menjabat sebagai residen Semarang, Pieter Sijthoff mau memprakarsai pendirian perhimpunan di Bandung?

Betul Vereeniging tot nut van Bandoeng en omstreken didirikan pada 1898. Namun, yang berinisiatif untuk mendirikannya adalah para pejabat pemerintah dan kalangan swasta di Bandung pada 10 Januari 1898 (De Preanger-bode, 13 Januari 1898). Termasuk inisiatifnya memang datang dari asisten residen Bandung, tetapi bukan Pieter Sijthoff, melainkan Herman Eduard Steinmetz (1850-1928) yang menjabat antara 1897 hingga 1898. Oleh karena itu, saya kira Pieter tidak berkaitan dengan Vereeniging tot nut van Bandoeng en omstreken dan ihwal Asisten Residen Bandung H. E. Steinmetz akan saya bahas khusus dalam kaitannya dengan perhimpunan yang berusaha untuk memajukan Bandung itu.

Sekarang kita kembali saja kepada Pieter Sijthoff. Setelah menjabat antara 1890 hingga April 1894 di Cianjur, pada 18 April 1894 dia diangkat menjadi residen Jepara. Setelah menjabat selama tiga tahun di Jepara, sejak 22 Juni 1897, Pieter dilantik menjadi residen Semarang. Jabatannya di Semarang berakhir pada 10 April 1905. Masa-masa pensiunnya agaknya dia habiskan di Batavia, hingga ajal akhirnya menjemput pada 28 November 1931. Sehari kemudian, jasad Pieter Sijthoff dimakamkan di daerah Kebon Sirih.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//