Vaksinasi Lansia se-Jawa Barat Baru 4 Jutaan
Salah satu penyebab rendahnya jangkauan vaksinasi Covid-19 adalah masih terbatasnya pasokan vaksin. Indonesia sedang riset vaksin buatan sendiri.
Penulis Iman Herdiana25 Mei 2021
BandungBergerak.id - Cakupan vaksinasi Covid-19 di Jawa Barat baru akan menyentuh angka 4 juta jiwa. Sebagai ibu kota, cakupan vaksinasi lansia Kota Bandung paling tinggi, yakni 30 persen. Angka cakupan ini sangat kecil jika dibandingkan jumlah penduduk Jawa Barat yang mencapai 48,27 juta jiwa, menurut Sensus Penduduk 2020. Dari jumlah tersebut, BPS Jabar 2021 mencatat penduduk lansia atau berusia 50 tahun ke atas sebanyak 9,6 juta jiwa.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, memang jika mengacu pada persentase jumlah penduduk, cakupan vaksinasi lansia terlihat sangat kecil. "Karena Jabar itu penduduknya besar. Kalau membahas Jabar pakai prosentase, memang agak repot. Tapi kalau pakai jumlah aslinya kita sudah mendekati 4 juta yang berhasil," katanya, dalam jumpa pers daring di Bandung, Senin (25/5/2021).
Ia pun beralasan, jumlah tersebut akan terus bertambah mengingat program vaksinasi Covid-19 terus jalan, baik kepada lansia, pelayan publik, guru atau tenaga pendidik, dan seterusnya. Ia mengimbau masyarakat untuk terus meningkatkan disiplin menggunakan protokol kesehatan, termasuk saat beraktivitas di luar rumah, seperti bekerja dan berkegiatan ekonomi lannya. Dengan protokol kesehatan yang ketat, bergeraknya sektor ekonomi, ditambah vaksinasi yang terus berjalan, ia berpendapat pandemi akan bisa berakhir.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 Bandung Raya: Cakupan Vaksinasi Covid-19 Masih Rendah
andemi Covid-19 Bandung Raya: Total Kematian Lebih dari 800 Orang
Pandemi Covid-19 Bandung Raya: Ujungberung Jadi Kecamatan dengan Kasus Tertinggi
Vaksin Merah Putih
Lambatnya vaksinasi Covid-19 terpaut pasokan vaksin yang masih terbatas. Semua vaksin yang dipakai dalam program vaksinasi Covid-19 nasional bersumber dari luar negeri atau impor. Indonesia sebenarnya sedang melakukan riset vaksin Covid-19 buatan dalam negeri yang diberi nama vaksin Merah Putih.
Vaksin Merah Putih dibikin secara keroyokan yang melibatkan lembaga riset pemerintah, lembaga riset independen, institusi pendidikan, dan sebagainya. Salah satu lembaga riset yang terlibat ke dalam tim pembuatan vaksin Merah Putih ialah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Vaksin Merah Putih dibikin dengan platform rekombinan sub-unit, yang berarti vaksin diambil hanya dari bagian tubuh virus, yaitu Protein Spike (Protein S). "Protein Spike dan Receptor Binding Domain saat ini menjadi kandidat utama sebagai antigen yang potensial. Tujuan utamanya adalah membentuk antigen untuk meningkatkan sistem imun,” papar peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Wien Kusharyoto, dikutip dari laman resmi LIPI.
Wien menjelaskan bahwa proses pengembangan vaksin hingga dapat diproduksi massal dan digunakan pada manusia dengan benar-benar aman membutuhkan waktu yang tidak singkat. Ada beberapa tahapan uji klinis yang harus dilakukan untuk memastikan vaksin bekerja dengan efektif dan aman.
Meski demikian, vaksin yang dikembangkan LIPI merupakan vaksin mengembangan tingkat lanjut. “Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jika vaksin yang sudah dikembangkan ternyata kurang efektif,” tutupnya.
ITB menjadi institusi lainnya yang terlibat pengembangan vaksin Merah Putih. Ada ada dua kandidat vaksin yang menjadi fokus riset vaksin ITB, yaitu berbasis platform subunit protein (Bakteri dan Ragi) dan vektor adenovirus. Tim vaksin di ITB sudah melakukan produksi protein RBD di E.Coli. Sementara proses produksi vaksin adenovirus dimulai dari skala lab sampai uji imunogenesitas di hewan.
Pengembangan vaksin Merah Putih mendapat dukungan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia. Jumat (16/4/2020) lalu, Kepala BPOM Penny K. Lukito meninjau progres pembuatan vaksin “Merah Putih” di Laboratorium Biokimia FMIPA ITB dan Laboratorium Bioaktivitas Molekul di Gedung Lab Doping ITB, Jalan Ganesha No.10 Bandung.
“Vaksin ini lintas sektor maka perlu pendampingan dan fasilitas yang komplit. Maka dari itu ini adalah kesempatan kita bisa bekerja sama dengan segala ekosistem yang dibutuhkan sehingga produk vaksin ini bisa dimanfaatkan untuk masyarakat,” ujar Penny, dikutip dari laman resmi ITB.
“Karena lintas sektor maka perlu pendampingan lebih intensif lagi hingga vaksin ‘Merah Putih’ yang sudah diteliti di berbagai kampus ini menjadi kemandirian kita di bidang vaksin, sehingga butuh pendampingan dan pengembangan fasilitas,” tambahnya.