• Kolom
  • Ahli Kembang Ulrich Teuscher

Ahli Kembang Ulrich Teuscher

Dari Belanda, pemuda Jerman Ulrich Teuscher mengadu peruntungan ke tanah Hindia. Menjadi ahli kembang, namanya diabadikan dalam nama ilmiah tanaman hias.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Sebuah iklan usaha Ulrich Teuscher di Bandung, di mana sang ahli kembang itu menghabiskan 15 tahun terakhir hidupnya. (Sumber: Java-bode, edisi 22 Januari 1879).

30 Mei 2021


BandungBergerak.id - Toko dan tukang kembang di Kota Bandung? Pasti banyak yang tahu dan dapat menyebutkannya satu per satu. Saya sendiri sebelum pandemi lebih sering beraktivitas di Kota Bandung dibandingkan di tempat asal, yaitu di Kabupaten Bandung. Di antaranya saya sering ke Pasar Palasari untuk membeli buku. Di sana ada beberapa kios yang menjajakan bebungaan. Saya kerap pula melintas di Jalan Wastukencana dan di sana ada Pasar Bunga Wastukencana. Atau bila berangkat bekerja dari tempat indekos di Cibiru dan kebetulan senior di kantor mengajak bareng berangkat menggunakan mobil pribadinya, saya akan menunggunya persis di depan tukang kembang yang ada di Cijambe, Ujungberung. 

Selain tempat-tempat di atas, berdasarkan hasil pencarian di internet, ternyata di Kota Bandung banyak juga yang menjajakan bunga. Di antaranya ada The Flower Shop di Jalan Trunojoyo, Rosdiana Florist di Pasar Bunga Tegallega, Gracia Florist di Jalan Pajajaran, Agus Florist di Pasar Bunga Los 30, Florist Choice di Jalan Sapta Marga, dan Bloom Bouquet and Flower di Jalan Pasirluyu Selatan.

Namun, bagaimana dengan tukang kembang atau lebih tepat ahli kembang di Kota Bandung pada abad ke-19? Barangkali masih sedikit sekali yang orang tahu. Bahkan banyak orang sama sekali tidak mengetahui hal ini. Ingin berbagi informasi mengenai tentang tokoh-tokoh Eropa, yang pernah malang melintang di Kota Kembang, saya berusaha untuk menjejaki seorang Jerman yang pernah berbisinis bebungaan di Kota Bandung tempo dulu.

Dari Belanda ke Hindia

Namanya Ulrich Leonard Teuscher (1827-1884). Informasi mengenai riwayat hidup serta jejak langkahnya di Batavia dan Bandung, saya timba dari berbagai sumber. Informasi pertama saya peroleh dari Genealogische en Heraldische Gedenkwaardigheden Betreffende Europeanen op Java, deel IV (1939: 4) karya Mr. P. C. Bloys van Treslong Prins, selanjutnya remah-remah fakta lain saya kumpulkan dari Regerings-Almanak voor Nederlandsch-Indie 1882 dan 1883 serta situs gw.geneanet.org (diakses pada 15 Mei 2021). Namun, yang paling terang adalah dari obituari yang ditulis Dr. J. C. C. W. v. N. dengan tajuk “Een Volhardend Man” (dalam Java-bode, 22 April 1884).

Dari berbagai sumber tersebut, saya jadi tahu bahwa orang yang kerap menggunakan nama U. Teuscher ini dilahirkan Buttstadt pada 5 Juni 1827. Buttstadt adalah sebuah kota di distrik Sommerda, Thuringia, sekitar 16 kilometer timur laut Weimar, Jerman. Jadi, Teuscher seperti halnya Junghuhn aslinya orang Jerman, bukan Belanda.

Pada umur 21 tahun (1848), Teuscher mulai bekerja sebagai pengatur kebun di Belanda dengan cara bekerja sama dengan seorang arsitek yang khusus membangun vila. Karena mitranya meninggal, bisnis Teuscher di Belanda dapat dikatakan terhenti. Oleh karena itu, ia akhirnya memutuskan untuk mengadu peruntungan di Hindia Belanda. Jalan yang dipilihnya adalah dengan mendaftar sebagai serdadu kolonial. Ia menumpang kapal Flevo dan tiba di Batavia pada 5 November 1851. Bakatnya di bidang pengaturan kebun atau taman terlihat oleh mata atasannya sehingga Teuscher dipercaya untuk mengatur taman Groot Militair Hospitaal di Weltevreden.

Selanjutnya Teuscher dipindahkan ke Bogor. Meskipun masih berdinas dalam ketentaraan, dia tidak mengenakan seragam serdadu, malahan ditempatkan di bawah ahli botani di Kebun Raya Bogor, Teijsmann. Kecakapan Teuscher teramati pula oleh Van Riemsdijk yang akhirnya mengajaknya bekerja di situ. Bekerjasama dengan Teijsmann, Teuscher diangkat menjadi pengawas divisi tanaman kina di Kebun Raya. Teuscher pula orang pertama yang menanam kina di Pulau Jawa.

Belasan tahun kemudian, pada 1863, Teuscher memulai bisnisnya dengan membuka usaha tanaman hias dan buah-buahan (sierplanten en vruchtboomen) di Batavia, persisnya di tempat yang kemudian dikenal sebagai Planten- en Dierentuin (Kebun Binatang). Setahun kemudian, 1864, kebun yang dibuat Teuscher diambil alih perhimpunan dan dia diangkat menjadi administratur Planten- en Dierentuin. Karena berseteru dengan Raden Saleh, Teuscher mengundurkan diri dari posisinya. Dia lalu mulai membuka usaha di Gunung Sahari, tetapi gagal. Lalu sempat bekerja di perkebunan kopi di Bogor, dan lagi-lagi diberhentikan. Apalagi kemudian dia terserang tifus.

Bandung dan Borneo

Setelah gagal juga mengusahakan perkebunan tembakau, Ulrich Teuscher mengadu nasib di Bandung. Di kota ini dia membuka usaha pembibitan, produksi, dan perdagangan bunga atau dalam istilah Inggris disebut sebagai floristry. Di Kota Kembang usahanya dapat berkembang dengan lancar, beroleh keberhasilan, bahkan dapat berlangsung hingga hampir 15 tahun saat dia meninggalkan dunia fana.

Karena usahanya dapat berkembang dengan pesat, pada 1881, Teuscher mudik ke Eropa. Maksud kepulangannya ke tanah air adalah untuk mendidik anak laki-lakinya di bidang yang sama, terutama dibawa ke daerah Erfurt, pusat pembibitan yang terbesar dan terbaik di dunia. Selain itu, dia juga hendak menjalin hubungan dengan pebisnis di Eropa serta memulihkan keadaan fisiknya setelah 30 tahun berada di Hindia Belanda. Untuk itulah dia liburan ke pegunungan Jerman yang hawanya menyehatkan. Sekembali ke Hindia, Teuscher dikenal sebagai kolektor tanaman, pembibit, dan ahli kembang (kweeker en bloemist ook planten-verzamelaar).

Pada musim semi 1882, Teuscher pergi ke Borneo atau Kalimantan, dengan dukungan sedikit uang sebagai pengganti tanaman yang akan dikirimkan bagi Kebun Raya Bogor. Dia menjelajahi Kalimantan Utara dan Selatan, terutama di pegunungan yang ada di perbatasan dengan Serawak. Dari perjalanan tersebut, dia menemukan banyak tanaman baru yang langka dan berharga dari sisi botani. Bagi Kebun Raya Bogor, Teuscher mengirimkan koleksi tanaman pakis yang sepenuhnya baru dikenal. Namun, saat kembali ke Jawa, pada akhir 1882, dia sakit parah.

Ternyata Teuscher tidak kapok. Pada musim semi 1883, dia kembali ke Kalimantan, terutama ke pesisir baratnya. Penjelajahan keduanya tidak sehebat perjalanan pertama. Dia kembali ke Jawa pada September 1883, lalu mengikuti pameran di Bogor dengan menampilkan tanaman yang ditemukannya di Kalimantan. Dari pameran tersebut, dia meraih medali emas dan perak. Bagi dedikasinya di bidang hortikultura, dia dianugerahi medali perunggu dari Nederlandsche Maatschappij voor Tuinbouw en Plantenkunde yang berbasis di Amsterdam.

Sekembali ke Bandung, Teuscher jatuh sakit, tetapi tetap memaksakan diri untuk bekerja. Sakit pada lambungnya kemudian merenggut nyawanya pada 30 Maret 1884. Tetapi namanya akan abadi karena disematkan sebagai nama ilmiah bagi salah satu varietas tanaman hias, Begonia Teuscheri.

Baca Juga: Jejak Pieter Sijthoff
Panduan Buys ke Bandung
Presiden Perhimpunan Braga

Keluarga Teuscher

Itu dia yang saya timba dari Dr. J. C. C. W. v. N. yang menulis obituari di Bogor pada 20 April 1884 atau 20 hari setelah Ulrich Teuscher meninggal dunia. Namun, nampaknya masih ada informasi yang bolong pada tulisan sahabat mendiang Teuscher di atas. Hal itu terkait dengan latar belakang rumah tangga Teuscher sendiri, termasuk anaknya yang kemudian memulai bisnisnya di Bandung, termasuk sejak kapan Teuscher mulai berusaha di Bandung.

Saya akan memulainya dari informasi setelah kematian Teuscher. Dalam Java-bode edisi 15 April 1884 atau dua minggu setelah kematian Teuscher, diumumkan bahwa orang yang berutang dan mengutangkan kepada Teuscher diharapkan untuk melunasinya kepada jandanya, yaitu  J. Teuscher (yang terlahir dengan nama keluarga Jacquet). Sementara urusan bisnis mendiang suaminya akan diteruskannya oleh dirinya dibarengi Reinhold Hugo Teuscher. Nama usahanya juga tetap dipertahankan, sama, tidak berubah (onder dezelfde firma taf onveranderd voortgezet). 

Setelah melakukan pencarian dari buku dan internet, ketemu bahwa yang disebut dengan J. Teuscher itu bernama lengkap Marie Josephine Hélène-Jacquet (1838-1903). Ia lahir di Lier, Antwerpen, Belgia, dari pasangan dr. van Guillaume J. dan Anne Marie Francois pada 4 Juni 1838. Marie kemudian menikah dengan Ulrich Teuscher di Bandung dan beroleh anak Reinhard Teuscher (1856-1940). Seperti suaminya, Marie meninggal dan dikuburkan di Bandung pada 10 September 1903.

Dengan demikian, kita sama-sama jadi tahu bahwa anak yang dibawa ke Jerman pada 1881 pastilah Reinhard Teuscher. Dari berita yang saya kumpulkan dari koran-koran Belanda antara 1887 hingga 1906, antara lain dalam Bataviaasch nieuwsblad (15 September 1887), De Preanger-bode (6 November 1899) dan De Preanger-bode (21 Februari 1906), diketahui bahwa R. Teuscher yang tinggal di Oude Hospitaalweg mengusahakan bunga dan kina, seperti ayahnya. Dengan informasi tersebut, saya jadi yakin bahwa yang membuat taman yang dinisbatkan pada nama Asisten Residen Pieter Sijthoff, Pieterspark, di Bandung pada 1885 tiada lain adalah Reinhard Teuscher.

Soal terakhir, sejak kapan Ulrich Teuscher berbisnis di Bandung? Saya kira untuk menjawabnya dapat menghitung mundur dari ancar-ancar waktu yang disampaikan Dr. J. C. C. W. v. N. di atas. Bila dikatakan pada 1884, Teuscher sudah berusaha 15 tahun di Bandung, ini artinya Teuscher memulainya sejak 1869. Bisa jadi memang demikian, meskipun iklan yang memuat usahanya baru saya temukan sejak 1878 yaitu dalam koran Rotterdamsch nieuwsblad (27 September 1878).

Betapapun, akhirnya, saya jadi mendapatkan informasi baru bahwa ahli kembang di Kota Bandung ternyata sudah ada sejak abad ke-19. Bahkan mengandung nilai sangat tinggi di lapangan ilmu hortikultura, karena Teuscher dijadikan nama ilmiah tanaman hias yang ditemukannya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//