Cahaya di Lorong Gelap
Intan dan Salsal tetap mengamen di lampu merah saat pelajaran berlangsung. Mereka bergantian mengikuti pelajaran di kolong jalan layang Pasupati.
Intan dan Salsal tetap mengamen di lampu merah saat pelajaran berlangsung. Mereka bergantian mengikuti pelajaran di kolong jalan layang Pasupati.
BandungBergerak.id - Yusuf Maulana (7 tahun), memegang gambar dengan tema pemadam kebakaran. Bocah yang akrab disapa Ucup ini memang bercita-cita ingin jadi seorang petugas pemadam kebakaran. Ia adalah salah seorang dari sekitar 50-an lebih anak-anak yang menimba ilmu Rumah Singgah Freshkidscare, sekolah gratis bagi anak-anak marjinal yang dikelola Budiantoro dan Putu Julia Pratami.
Rumah Singgah FreshKidsCare beralamat di kawasan Gunung Batu, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. Sekolah ini menggelar pembelajaran calistung tingkat sekolah dasar gratis di dua rumah dengan lokasi berbeda. Seminggu sekali para murid diajak belajar di kolong jalan layang Pasupati.
Selain anak-anak usia sekolah dasar seperti Ucup, Rumah Singgah Freshkidscare juga memberikan pelajaran pada anak-anak tingkat PAUD. Bidang ini dikerjakan Putu Julia Pratami. Anak-anak dikenalkan dengan angka, huruf, warna, dan menggambar.
Salah seorang murid bernama Chaira (4 tahun) yang ceria saat menunjukan buku bergambar favoritnya. Murid lainnya, Fandi, lebih tertarik untuk mewarnai gambar menggunakan crayon. Saat ditanya usia, Fandi menjawab singkat, "Nggak tau umurnya berapa, lupa," katanya sambil tertawa.
Saya menengok aktivitas belajar mengajar di Rumah Singgah Freshkidscare ini 27 September 2022 lalu. Budi dan Putu biasa memanggil anak-anak selepas jam istirahat untuk kembali ke kelas. Mereka menyelesaikan tugas tertunda sebelum berdoa dan pulang ke rumah masing-masing.
Tugas Budi dan Putu lebih dari guru. Mereka akan mengantar anak-anak kembali ke rumahnya masing-masing sepulang sekolah. "Mereka tinggal di sekitaran Citepus, kami memang selalu menjemput dan mengantar kembali anak-anak saat pergi dan pulang sekolah, lebih aman," kata Budi.
Di Sukaraja, Rumah Singgah menempati ruangan di sebuah bangunan kantor properti milik seorang kawan Budi. "Kawan saya membolehkan Rumah Singgah untuk melakukan kegiatan belajar mengajar di salah satu ruangan yang kosong," katanya.
Murid Berprestasi
Selain di Kelurahan Sukaraja, alamat Rumah Singgah lainnya ada di Citepus. Saya dipersilakan Budi empersilakan untuk melihat Rumah Singgah di Citepus, 3 Oktober 2022. Spanduk tentang penolakan warga terhadap penyeberan agama berkdeok kegiatan sosial terpancang di jalan, persis di depan gang sempit permukiman padat yang mengarah ke rumah kontrakan yang jadi pusat pembelajaran di Rumah Singgah.
Ruang belajar Rumah Singgah ada di lantai 2. Satu ruangan sebagai ruang serba guna. Sejumlah anak serius mengikuti kegiatan belajar di ruang utama sebelum mereka bersiap pergi main basket di lapangan Angkasa.
Budi sibuk berbicara pada dua orang ibu orang tua murid. "Masalah surat-surat saja, saya perlu beberapa dokumen karena akan menyertakan anak-anak yang punya prestasi olahraga terutama di cabang atletik dan basket. Supaya mereka bisa ikut kompetisi dan bisa jadi ikut jalur prestasi saat lanjut ke jenjang pendidikan lebih tinggi ke depannya," kata Budi.
Rumah Singgah Citepus ini sudah mengantongi izin dari Dinas Pendidikan. Jadi saat Ujian Akhir Sekolah, anak-anak bisa ikut menumpang ujian di sekolah negeri terdekat yang sudah ditentukan.
Belajar di Kolong Jalan Layang Pasupati
Hujan lebat mengguyur Kota Bandung, 20 Oktober 2022. Budi dan sejumlah anak-anak jalanan murid Rumah Singgah asyik dengan praktek percobaan pelajaran sain di kolong jalan layang Pasupati. Intan (12 tahun) dan Salsal (10 tahun) kegirangan saat melihat percobaan mereka berhasil. Mereka menyaksikan bagaimana campuran cuka dan soda kue dalam botol bereaksi menjadi gas yang membuat balon menggelembung.
"Ini salah satu contoh program Rumah Singgah Keliling seminggu sekali. Jadi kita belajar di jalanan, sekalian mengajar anak-anak yang belum pernah bersekolah di Rumah Singgah agar terbiasa, saat orang tua mereka memeberi izin baru saya berani mengajak anak-anak untuk bersekolah secara lebih nyaman di Rumah Singgah Sukaraja dan Citepus,” terang Budi.
Intan dan Salsal masih tetap mengamen saat pelajaran berlangsung. Mereka bergantian mengikuti pelajaran. Saat giliran Salsal mengamen, Budi mengajar Intan. Giliran Salsal belajar, Intan segera berlari ke lampu merah untuk beraksi dengan ukulelenya.
Anak-anak ini masih tetap harus membantu orang tuanya mencari uang. Kendati mereka bersekolah di Rumah Singgah, kewajiban untuk mencari uang jalan terus.
"Saya nggak bisa mencegah ya, mereka juga bantu orang tuanya untuk bayar kontrakan atau untuk makan sehari-hari. Ya seperti inilah. Orang tuanya dagang asongan perempatan, anaknya juga ikut ngamen untuk bantu ekonomi dan uang jajan mereka sendiri. Untuk urusan sekolah dan perlengkapannya itu urusan kami, yang penting mereka mau bersekolah," kata Budi.
Bisa dibilang Rumah Singgah yang berdiri tahun 2008 ini merupakan oase bagi anak-anak marjinal yang haus menuntut ilmu namun terkendala mengakses layanan pendidikan. Negara absen dalam memenuhi hak-hak mereka. Abainya negara membuat generasi muda terpaksa tumbuh di jalanan. Mereka yang sebetulnya punya potensi malah jadi termarjinalkan.
"Ada anak kelas 4 SD namanya Ridho, dia punya potensi di olahraga atletik cabang lari. Dia juga berprestasi di bidang tari modern, beberapa kali juara, bahkan tahun 2020 diundang ke Thailand untuk berkompetisi, sayang pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia membuat buyar semua rencana," kata Budi.
Menurut ata BPS Kota Bandung tahun ajaran 2020/2021, jumlah total sekolah dasar negeri dan swasta di Kota Bandung sebanyak 472 sekolah. Sedangkan jumlah murid tingkat sekolah dasar yang menimba ilmu di tahun ajaran yang sama sebanyak 219.121 orang. Jumlah guru sebanyak 10.337 orang. Sedangkan laman opendata.jabarprov.go.id melansir data 122 orang putus sekolah di tingkat SD untuk tahun ajaran 2018-2019.
Jumlah tersebut kemungkinan besar berubah mengingat selama pandemi Covid-19 angka putus sekolah cenderung naik dan semakin banykanya anak-anak yang terpaksa harus kerja di lampu-lampu merah kota, serta tidak adanya data terkini tentang angka putus sekolah anak-anak tingkat SD.
Kepedulian Budi pada akses pendidikan anak-anak marjinal tak pernah surut. Ia tak segan mengantar anak didiknya yang sakit ke dokter. Budi dan rekan-rekannya di Rumah Singgah juga tak pernah lelah untuk mengantar jemput anak didiknya selama sekolah.
Secara berkala mereka juga akan mengajak anak-anak untuk pergi outing ke alam bebas atau resor wisata. Buat refreshing sekalian membentuk character building,"kata Budi.
Semoga cita-cita Yusuf, Ridho, dan anak-anak lainnya bisa terwujud di tengah segala keterbatasan. Selalu ada cahaya di ujung lorong yang gelap.
Teks dan Foto: Prima Mulia
COMMENTS