• Foto
  • Pansela Bukan Antah-berantah?

Pansela Bukan Antah-berantah?

Kawasan Pansela memiliki banyak destinasi wisata pantai menakjubkan. Indah di media sosial, kurang tertata pada kenyataannya.

Fotografer Prima Mulia8 Juli 2023

BandungBergerak.idLibur panjang sekolah di akhir Juni 2023, BandungBergerak.id menjelajah ruas jalan nasional Jalan Lintas Pantai Selatan (Pansela) Jawa Barat dari Cianjur selatan menuju Garut selatan melalui rute Kota Bandung-Ciwidey-Naringgul-jalur Pansela. Saya menginap di Rancabuaya, Garut, sebelum melanjutkan perjalanan di Jabar Selatan.

Rabu (28/6/2023), waktu masih menunjukan pukul 4 subuh. Perjalanan dari Kota Bandung nyaris tanpa kemacetan, langsung masuk tol Buahbatu keluar di gerbang tol Soroja, Soreang. Lalu lintas masih relatif lengang saat menempuh rute Ciwidey-Rancabali, lalu istirahat sejenak di Warung Kabut, sebuah warung makan di Rancabali yang lagi hits dan jadi tujuan favorit wisatawan untuk ngopi sambil update status medsos.

Warung Kabut dikelilingi hutan dan gunung-gunung Bandung selatan. Wisatawan banyak menyebut warung ini dengan sebutan warung di atas awan. Menu makanannya macam-macam, mulai dari mi instan sampai beragam jenis masakan khas Sunda. Tempat ini selalu jadi persinggahan para pelancong yang akan bepergian ke arah Naringgul, Garut, dan Cianjur selatan.

Dari Warung Kabut, perjalanan diteruskan menuju Naringgul yang masuk wilayah Kabupaten Cianjur, melalui ruas jalan provinsi yang mulus. Kontur jalan naik turun berkelok-kelok khas jalan pegunungan sehingga membutuhkan konsentrasi pengendara saat mengemudikan sepeda motor atau mobilnya. Karena ada beberapa ruas dengan elevasi jalan ekstrim, namun tak seekstrim jalur Bandung-Pangalengan-Cisewu.

Di tengah perjalanan, terlihat beberapa wisatawan berhenti di sebuah tikungan, ada air terjun di tebing sisi kiri jalan, meluncur bebas ke dekat jalanan sebelum hilang masuk ke saluran sungai kecil di bawah jalan. Air terjun ini terkenal dengan nama Curug Ceret di Kecamatan Naringgul, Cianjur.

Di sana sempat bertemu Doni, gitaris utama grup musik cadas, Koil, dari Bandung. "Foto-foto dulu sebentar di Curug Ceret, unik, air terjunnya meluncur ke sisi jalan. Saya pergi liburan dengan keluarga ke Pangandaran, tapi sengaja lewat jalur Naringgul, pengin nyusur jalur pantai selatan dari Cianjur, Garut, Tasikmalaya, sampai finis di Pangandaran," kata Doni.

Selepas Curug Ceret, tak lama kita akan memasuki wilayah Cidaun. Pemandangan garis pantai dari ketinggian mulai terlihat. Kini giliran garis Pantai Cidaun dan Jayanti yang akan menemani perjalanan begitu kita memasuki jalur Pansela. Di persimpangan, ambil arah kiri, rute Cianjur Garut. Sedangkan arah kanan dari persimpangan adalah rute Cianjur Sukabumi.

Rute Cidaun-Rancabuaya hanya perlu waktu tempuh sekitar 30 menit saja. Tapi sayang jika langsung bablas ke tujuan akhir, karena di sepanjang perjalanan banyak sekali plang penanda dengan cat kusam dan tiang karatan yang menunjukan keberadaan obyek wisata pantai.

Pantai Cigebang

Selepas jembatan muara Sungai Cidamar, saya berbelok ke kanan, masuk jalan kampung sesuai plang penanda Pantai Cigebang dan Batu Kukumbung. Jalannya sempit dan kurang mulus. Di sebuah turunan yang cukup curam, terlihat kolam-kolam besar tambak udang dengan latar deburan ombak di bibir Pantai Cigebang.

Kawasan wisata ini memiliki panorama pantai yang indah saat pagi hari atau sore. Bebatuan besar terserak di bibir pantai. Konon, di salah satu formasi batuan itu dulunya adalah situs persinggahan Prabu Siliwangi. Tak ada fasilitas penunjang yang bagus di Pantai Cigebang. Hanya ada beberapa warung dan saung-saung istirahat jika ada wisatawan.

"Ramainya kalau libur lebaran dan tahun baru," kata salah seorang pemilik warung. Tak ada tiket masuk ke pantai ini, akses masuknya juga tak bagus. Selain infrastrukturnya buruk, sampah-sampah plastik yang ditinggal wisatawan juga jadi masalah lain.

Sepanjang jalan dari Cidaun ke Rancabuaya, banyak obyek-obyek wisata pantai seperti Jayanti, Taman Manalusu, atau Cidora. Tinggal lihat plang penanda dan gapura kampung berlogo ikan marlin berwarna biru, di situ pasti ada obyek wisata pantai. Tapi, ya, seperti tadi, tak semuanya dikelola dengan baik.

Pantai Jayanti di Cianjur masih agak serius pengelolaannya. Di pantai yang juga tempat pendaratan kapal ikan ini memiliki dermaga kapal nelayan, tempat pelelangan ikan (TPI), dan perkampungan nelayan. Sangat menarik melihat aktivitas pendaratan ikan dan perdagangan di TPI.

Garis pantainya yang langsung menghadap Samudera Hindia terlarang untuk kegiatan berenang atau bodyboard. Ombaknya besar sekali, wisatawan hanya bisa menikmati panorama pantai sambil santai di warung-warung yang dikelola penduduk sekitar. Di Jayanti juga sudah ada hotel dan penginapan.

Sebelum masuk Rancabuaya, saya coba mampir ke Pantai Cidora. Lokasinya masih satu garis pantai dengan Rancabuaya. Pantai berpasir hitam ini masih memiliki tegakan pohon yang cukup rapat. Udaranya sejuk, wisatawan bisa berleha-leha dengan hammocking di pepohonan sepanjang bibir pantai.

Di Cidora ada gugusan karang yang membentuk kontur seperti gapura menghadap laut, sayangnya saat ini sudah ditumbuhi pepohonan yang cukup rapat dan masuk ke area sebuah komplek bungalow baru, jadi tak bisa diakses sembarangan.

Rancabuaya

Sampai di Rancabuaya, petugas akan mengutip tiket 7.000 rupiah per orang. Jangan lupa untuk meminta bukti tiket, kadang petugas lupa memberikan bukti tiketnya. Pantai ini masih cukup asri, begitu juga lingkungan kampungnya, banyak tegakan pohon-pohon besar terutama ketapang laut. Udaranya lebih sejuk dibanding pantai lain yang gersang saat siang hari.

Banyak hotel, bungalow, dan penginapan di pantai yang sangat populer di Garut ini. Pantai ini berada di Kampung Ciliab, Desa Purbayani, Kecamatan Caringin. Saya kira, Rancabuaya adalah pantai terbaik di Garut selatan yang memiliki fasilitas akomodasi yang bagus. Wisatawan bisa memilih spesifikasi penginapan sesuai dengan kantong mereka.

Kawasan wisata Rancabuaya didominasi karang yang menjorok ke laut, seperti membentuk benteng samudera yang menahan hantaman ombak ke arah pesisir. Jelas tak bisa dipakai berenang. Di pesisir area berlabuh, perahu nelayan menghampar pasir putih kecoklatan dengan ombak cukup besar. Banyak wisatawan bermain air di kawasan dekat TPI ini, namun sekali lagi, dilarang berenang!

Suasana di pasir putih Rancabuaya paling pas dinikmati saat lepas subuh, perahu-perahu nelayan berlabuh sambil membawa hasil laut. Langit biru tua dengan langit jingga jadi latar momen mendaratnya perahu-perahu nelayan.

Saat menjelang senja, perahu-perahu kembali berangkat melaut. Suasana sunset di Rancabuaya lebih cantik dibanding saat sunrise. Siluet batu karang, pepohonan di pesisir, dan garis pantai keperakan dengan bayangan manusia di atas batu-batu pemecah gelombang di bawah langit kemerahan, menutup hari dengan sempurna di Rancabuaya. Sayangnya, masalah sampah wisatawan yang  berserakan selalu jadi nilai minus.

Jika Anda berencana menghabiskan waktu beberapa hari, Rancabuaya bisa jadi base camp, sementara kita bisa menjelajah ke kawasan-kawasan lain. Sekitar dua kilometer dari Rancabuaya ada spot wisata yang hits di kalangan anak muda. Gambar dan videonya berseliweran di tiktok dan instagram. Namanya Puncak Guha.

Puncak Guha berada di Desa Sinarjaya, Kecamatan Bungbulang. Pesisir pantainya sendiri ada di lembah, di muara Sungai Cikaso, garis pantainya sangat panjang dengan hamparan karang dan bebatuan besar yang tertata alami. Puncak Guha, sesuai dengan namanya, adalah sebuah bukit dengan pemandangan indah maha luas dengan pemandangan laut lepas, perbukitan, dan garis pantai Garut selatan.

Setelah membayar tiket masuk 7.000 rupiah per orang, kendaraan mobil atau sepeda motor bisa masuk sampai ke area parkir di puncak bukit. Kawasan ini populer di kalangan pelancong yang hobi kemping di puncak bukitnya. Rumput hijau serta pepohonan ketapang laut dan pandan laut terhampar. Di bawah rindang pepohonan itulah mereka biasanya mendirikan tenda.

Dinamakan Puncak Guha karena memang ada gua vertikal yang dihuni ribuan ekor kelalawar. Makanya kerap tercium aroma kotoran kelalawar yang cukup kuat. Mungkin gua ini memiliki akses lain ke arah tebing karang yang berada langsung di atas perairan.

Pelancong yang kemping di Puncak Guha tak perlu khwatir masalah logistik, banyak sekali warung makan yang menyediakan berbagai makanan, termasuk ikan laut. Toilet dan kamar mandi tersedia di semua warung, tentu ada tarifnya. Dan lagi-lagi, wisatawan diharapkan tidak meninggalkan sampah di kawasan wisata alam. Sayang sekali, sampah-sampah plastik minuman tetap menghiasi beberapa sudut di Puncak Guha.

Di salah satu sudut warung dan rumah penduduk, ada papan kusam dengan penunjuk arah ke Pantai Cikaso. Agak tersembunyi, di belakang kandang domba. Jalurnya sangat curam dan licin, hanya setapak tanah berbatu. Di sisi kanan tebing tanaman pandan laut dengan pemandangan laut lepas, sisi kiri rumput tinggi berdinding tebing tanah. Ada titian kayu kecil untuk menyeberang ke arah tebing Pantai Cikaso. Jalur ini tidak disarankan untuk wisatawan yang tak biasa melahap jalur ekstrim.

Ada satu jalan lain, yaitu keluar dari kawasan Puncak Guha, melewati jalan raya beberapa puluh meter dan masuk lagi ke jalan kampung dengan gapura Pantai Cikaso. Ada bekas bangunan untuk mengutip tiket masuk, tapi seperti dibiarkan terbengkalai dan tak terawat.

Jika Anda membawa kendaraan roda empat sebaiknya diparkir di pinggir jalan saja, kecuali sepeda motor. Akses masuknya jelek, sangat curam, dan licin saat hujan. Jalan kaki saja, hanya sekitar 100 meter dari jalan raya.

Jalan menurun sangat curam mengarah ke bibir pantai. Dua gubuk reot yang tampaknya sudah lama tak digunakan menyambut  para pelancong. Tanda larangan berenang yang tampaknya masih baru terpasang di dua titik. Pasir kelabu kehitaman berterbangan ditiup angin laut yang cukup kuat. Pasir-pasir ini terus bergerak dan berubah-ubah bentuknya, menyisakan tekstur yang unik dan cantik sekali. Ribuan butiran kecil berwarna perak berkilauan di antara balutan pasir hitam kelabu. Pasir jenis ini yang kerap ditambang oleh pengusaha tambang pasir besi (kini sudah dilarang).

Di muara sungai, ribuan ekor anak kepiting berbaris dari arah pantai ke muara. Warnanya transparan, meniti pinggiran sungai yang terpecah menjadi aliran-aliran kecil bermuara ke laut lepas. Anginnya kencang sekali, bagi Anda yang membawa kamera dengan lensa lepas tukar, tak disarankan berganti lensa di area pantai, pasir-pasir dan partikel garam dari air laut yang berembus bisa mengotori bagian dalam kamera saat lensa dilepas.

Di kejauhan tampak aktivitas anak-anak menjaring ikan di muara dan beberapa anak angon menyiram domba-domba mereka. Panorama cantik dan suasananya sangat damai, mungkin karena sepi. Di Pantai Cikaso kita benar-benar bisa mendengar suara pasir berbisik, sayangnya tak ada fasilitas penunjang di Pantai Cikaso. Pantai ini seperti sebuah kampung yang ditinggalkan penduduknya. Diseling sampah-sampah plastik yang entah dibawa oleh siapa.

Jalan mulus Lintas Pantai Selatan Jawa Barat di Cidaun, Cianjur, Selasa (27/6/2023). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Pantai Santolo

Lepas dari sana, di sepanjang jalan Pansela terlihat jelas Pantai Cicalobak di Desa Cijayana, Kecamatan Mekarmukti, Pantai Taman Manalusu di Desa Cigadog, Kecamatan Cikelet, Pantai Gunung Geder di Desa Cijambe, Kecamatan Cikelet, dan pantai-pantai lain yang gapura penunjuk arahnya sudah kusam, karatan, dan sulit terbaca. Dari jalan sudah kelihatan, saya putuskan untuk lewat saja karena kurang menarik. Pantai-pantai ini satu dekade lalu masih jadi penghias brosur dinas terkait, sekarang hanya jadi penghias pemandangan di jalan Pansela.

Tujuan terakhir adalah Pantai Santolo di Desa Pamalayan, Kecamatan Cikelet dan Pantai Sayang Heulang di Desa Mancagahar, Kecamatan Pameungpeuk. Dua pantai ini jadi ikon wisata Garut selatan yang paling populer.

Masuk gerbang Pantai Santolo Anda harus sedikit cerewet, pastikan harga tiketnya berapa (rata-rata masuk obyek wisata di Garut selatan tarifnya hanya 7.500 rupiah per orang). Sengaja ingin masuk tanpa banyak tanya, saya beri selembar uang 50.000 rupiah, petugas lalu mempersilakan masuk tanpa memberi tanda bukti tiket dan kembalian uang.

Suasana di Santolo masih nyaris sama. Bedanya sekarang semakin banyak kios-kios pedagang berjajar di sisi jalan. Banyak penginapan dan hotel di Santolo, tapi jika Anda butuh ketenangan sebaiknya tidak menginap di sini. Santolo sudah cukup padat dengan keberadaan permukiman, toko souvenir, rumah makan, dan warung-warung lainnya. Penginapan dan hotel berada di tengah hiruk pikuk aktivitas warga dan kegiatan ekonomi di sana.

Pantainya memiliki pasir putih kecoklatan dengan ombak besar. Sebuah mercusuar terlihat di ujung garis pantai. Ada larangan berenang di pantai ini, namun banyak wisatawan yang abai. Sering kali ada kejadian wisatawan hilang terseret ganasnya ombak laut selatan Garut di Santolo.

Pantai Santolo berbatasan dengan Sayang Heulang, dibatasi oleh Cilauteureun, sebuah spot wisata yang sangat terkenal. Fenomena air di muara sungai yang berbalik kembali karena gelombang laut membuat seolah-olah aliran air terhenti. Pantai ini seharusnya bernama Cilauteureun, namun masyarakat lebih mengenalnya dengan nama Santolo.

Santolo juga memiliki dermaga laut dari era Hindia Belanda, masih berdiri kokoh walau beberapa bagian ambrol dihantam gelombang sejak seabad silam. Konon dermaga ini dibuat di awal abad ke-20. Fasilitas kuno seperti pintu air dan pipa baja serta sistem rel lori di dermaga ini kabarnya habis dijarah di tahun 1970-an. Santolo layak untuk dijelajahi bagi wisatawan yang baru pertama kali menjejakan kaki di Garut selatan.

Sayang Heulang

Perjalanan lanjut ke Sayang Heulang. Akses jalan ke pantai ini sangat mulus pascarevitalisasi oleh pemerintah provinsi. Hutan-hutan yang cukup rimbun dan sawah jadi pemandangan yang mengasyikan. Setelah membayar tiket masuk 7.500 rupiah per orang di gerbang utama, petugas memberikan tanda bukti tiket.

Sayang Heulang tampak berbeda dibanding 8 tahun lalu. Yang paling mencolok adalah munculnya hotel-hotel baru yang lebih representatif, tapi penginapan-penginapan dan vila-vila lama masih tetap beroperasi. Wisatawan leluasa memilih penginapan sesuai budget. Semua berlokasi dekat dengan pantai.

Yang paling mencengangkan adalah jalur pedestrian memanjang dari sejak menara pandang dengan tulisan besar berwarna merah 'Sayang Heulang' sampai ke sky bridge di ujung pantai. Dulunya kawasan yang disebut Pantai Tungtung Karang ini sulit diakses wisatawan dan belum terbuka kawasannya. Di sepanjang jalur pedestrian dihiasi gazebo-gazebo cantik dan beberapa instalasi sayap-sayap elang untuk berfoto.

Jalur pedestrian dan sky bridge paling banyak diserbu wisatawan yang ingin berfoto dan mengunggahnya di media sosial. Pemandangannya ke arah laut lepas dan pantai karang di sepanjang Sayang Heulang. Instagramable, begitu jargon wisata yang didengungkan untuk memancing kunjungan ke Sayang Heulang. Spot foto di sayap elang tadi mungkin untuk pengganti keberadaan raptor dilindungi yang kini tak pernah ada lagi Sayang Heulang.

Pembuatan jalur pedestrian ada harganya. Dulu di kawasan tesebut ditumbuhi hutan pandan laut yang asri. Pantai dengan garis melengkung berpasir putih, kontras dengan karang membentuk laguna-laguna kecil yang indah dan jadi area wisatawan berendam atau bermain air. Tanaman laut tumbuh subur di hamparan karang dan laguna-laguna tersebut. Tentu tak bisa berenang di sini karena Sayang Heulang adalah pantai karang yang tak bisa direnangi. Sepertinya bisa saja jalur pedestrian dibuat tanpa harus membabat semua pohon pandan laut dan laguna-laguna mungil indah yang tentu saja instagramable jika masih ada.

Tungtung Karang

Buah dari revitalisasi yang menarik adalah terbukanya Pantai Tungtung Karang dan gumuk pasir yang disebut Sahara. Tungtung Karang masih memiliki laguna-laguna kecil yang indah walau tak seluas seperti di Sayang Heulang dahulu, ombak tak begitu besar karena dipecah oleh benteng karang, tipikal dari pesisir di garis pantai selatan Jawa Barat. Pasirnya berwarna putih kelabu.

Tapi di ujung karang, di mana gelombang ombak terhempas ke bibir pantai dari samudera tentunya tak bisa dipakai untuk kegiatan di air. Pantai ini dinamai sesuai letaknya di tungtung karang atau ujung karang.

Jalur Pansela adalah ruas jalan nasional di pantai selatan Jawa, membentang dari Lebak, Banten, masuk Sukabumi, Jawa Barat, sampai ke Cimerak, dan batas Jawa Tengah, tembus sampai ke Pacitan, Jawa Timur, dengan panjang total 1.242 kilometer melintasi Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Di Jawa Barat, jalur Pansela membentang mulus di garis pantai sepanjang 417,1 kilometer dari Lebak, Banten, sampai Pangandaran. Akses jalan nasional yang mulus tentu tujuannya untuk memudahkan pergerakan orang dan barang di daerah yang semula terpencil di garis pantai selatan Jawa Barat.

Catatan dari perjalanan ini adalah sampah yang masih jadi pencemar nomor satu di kawasan wisata pantai. Perilaku kita sebagai wisatawan atau pendatang ke kawasan pantai yang harus dijaga, bila perlu bawa kantung sampah sendiri, jangan dibuang seenaknya.

Banyak spot wisata yang viral di media sosial, dengan lokasi  garis pantai antara Cianjur sampai Garut hanya indah saat difoto dalam waktu tertentu, kondisi tertentu, dan di area tertentu. Selebihnya biasa saja, gersang, bahkan tak terkelola dengan baik, atau dibiarkan terbengkalai, padahal punya potensi untuk dikembangkan. Jadi jangan terlalu kecewa jika obyek yang dituju tak seindah di media sosial.

Tertarik? Ada dua rute dari Kota Bandung menuju garis pantai selatan Jawa Barat. Rute pertama adalah dari Bandung-Pangalengan-Cukul-Talegong-Cisewu-Rancabuaya sepanjang 143 kilometer, atau lewat rute kedua dari Bandung-Ciwidey-Rancabali-Naringgul-Cidaun sepanjang 159 kilometer.

Rute pertama sangat ekstrim dan jalannya kurang bagus selepas Talegong, Kabupaten Garut. Jalan naik turun berkelok sangat ekstrem dan sempit. Tidak disarankan bagi pengemudi mobil pemula. Lebih baik ambil rute kedua saja, jalannya mulus, masih ada beberapa titik ekstrim berupa turunan curam dan kelokan tajam di ruas Naringgul Cidaun, tapi tak seekstrem jalur Bandung Cisewu.

Pastikan kendaraan dalam kondisi bagus dan laik jalan. Hindari berkendara sore hari, karena kabut tebal di kedua rute, baik dari Naringgul sampai Rancabali maupun di ruas Talegong sampai Cisewu. Biasanya kabut turun saat sore hari. Selamat berlibur.

Foto dan Teks: Prima Mulia

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//