Ketimpangan Pembangunan di Jabar Selatan
Apakah pembangunan sudah merata di provinsi dengan luas 35 377,76 kilometer persegi ini? Jabar selatan menjadi persoalan.
Penulis Iman Herdiana21 Maret 2023
BandungBergerak.id - Selama hampir lima tahun kepemimpinan Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum diklaim telah banyak pencapaian pembangunan. Klaim ini berdasarkan jumlah penghargaan yang diraih Pemprov Jabar hingga akhir 2022 mencapai hampir 500 penghargaan.
"Ada hampir 500 penghargaan dalam segala urusan, pengangguran dan stunting turun, transformasi digital, investasi, jalan terus disempurnakan dan masih banyak lagi, hanya kurang viral," kata Ridwan Kamil, dalam siaran pers yang dikutip Selasa (21/3/2023).
Benarkah klaim kemajuan pembangunan di Jawa Barat tersebut? Apakah pembangunan sudah merata di provinsi dengan luas 35 377,76 kilometer persegi ini?
Pembangunan ternyata belum merata di Jawa Barat, jika mengacu pada data BPS mengenai kemiskinan. Hingga Maret 2022, provinsi dengan jumlah penduduk sekitar 50 juta jiwa ini mencatat angka kemiskinan sebesar 4,07 juta orang, naik 66,1 ribu orang terhadap jumlah penduduk miskin pada September 2021.
Sementara itu, pandemi Covid-19 yang melanda 2020 lalu menyumbang angka kemiskinan ekstrem Jawa Barat. Setkab.go.id merilis jumlah penduduk Jabar yang masuk kategori kemiskinan ekstrem terutama tersebar di lima daerah dengan jumlah total mencapai 460.327 jiwa.
Rinciannya, Kabupaten Cianjur dengan tingkat kemiskinan ekstrem 4 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 90.480 jiwa; Kabupaten Bandung dengan tingkat kemiskinan ekstrem 2,46 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 93.480 jiwa; Kabupaten Kuningan dengan tingkat kemiskinan ekstrem 6,36 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 69.090 jiwa;
Kabupaten Indramayu dengan tingkat kemiskinan ekstrem 6,15 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 106.690 jiwa; serta Kabupaten Karawang dengan tingkat kemiskinan ekstrem 4,51 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 106.780 jiwa.
Baca Juga: Angka Stunting di Indonesia tertinggi Ketiga di Asia, Bagaimana dengan Jawa Barat?
Bogor Timur dan Indramayu Barat Calon Kabupaten Baru di Jawa Barat
Buntut Kerusakan Ranca Upas oleh Acara Motor Trail, Perhutani Harus Melarang seluruh Aktivitas Offroad di Hutan Lindung Jawa Barat
Ketimpangan Jabar Selatan
Selain kemiskinan, pembangunan Jawa Barat juga berjalan timpang. Wilayah Jabar selatan lebih tertinggal dibandingkan daerah lainnya. Adapun kabupaten yang termasuk dalam kawasan Jabar selatan meliputi Kabupaten Pangandaran, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Sukabumi dan Cianjur.
“Berbicara kawasan Jawa Barat Bagian Selatan adalah sebuah hal yang ironi. Di satu sisi, Jawa Barat Bagian Selatan memiliki potensi yang besar, yaitu maritim, sumber daya alam yang melimpah serta potensi pariwisata yang menjanjikan, namun nyatanya Jawa Barat Bagian Selatan malah menjadi potret kawasan tertinggal dibandingkan di kawasan Jawa Bagian Utara,” demikian analisa Aditya Nurahmani dari Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, dalam jurnal Padjadjaran Law Review, 2022, diakses Selasa (21/3/2023).
Aditya memaparkan, angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang tinggi di Provinsi Jawa Barat sejauh ini di dominasi oleh beberapa kota/kabupaten di Jawa Barat bagian tengah dan barat, sementara kota/kabupaten lainnya terutama di kawasan Jawa Barat Bagian Selatan hanya dapat menghasilkan sedikit pendapatan bahkan tidak sampai 50 persen dari pendapatan wilayah lainnya seperti Kota dan Kabupaten Bekasi, Kota Bandung, dan Kabupaten Bogor.
“Perbedaan pendapatan tersebut menyebabkan pembangunan di masing-masing daerah menjadi berbeda,” tulisnya.
Fakta selanjutnya terkait Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Kemiskinan. Daerah di Jabar selatan mendominasi sebagai kabupaten dengan peringkat terendah dari 27 Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Kabupaten Cianjur, Tasikmalaya, Garut, dan Sukabumi merupakan empat kabupaten dengan IPM terendah yang seluruhnya berada di Jabar selatan berdasarkan data BPS.
Bahkan jauh sebelum tahun 2021, daerah di Jabar selatan selalu konsisten menjadi daerah dengan IPM terendah.
Aditya mencatat, beberapa faktor yang mempengaruhi Jabar selatan relatif tertinggal adalah sebagai berikut:
Secara morfologi, kawasan Jabar selatan memiliki kondisi morfologi yang menyebabkan pembangunannya tidak dapat dilakukan secara sporadis sebagaimana pembangunan di kawasan Jabar bagian tengah maupun utara.
Kawasan Jabar selatan, lanjut Aditya, memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Berdasarkan data Indeks Risiko Bencana (IRB) di tahun 2020 mencapai angka 145,81 artinya masuk kepada kategori risiko tinggi. Jawa Barat menjadi wilayah yang dilalui “ring of fire”.
Faktor lainnya, perbedaan kandungan sumber daya alam di masing-masing daerah; perbedaan kondisi demografis; terkendalanya mobilitas barang dan jasa; konsentrasi ekonomi kegiatan wilayah; alokasi dana pembangunan antar wilayah yang satu dan yang lain.