• Nusantara
  • Angka Stunting di Indonesia tertinggi Ketiga di Asia, Bagaimana dengan Jawa Barat?

Angka Stunting di Indonesia tertinggi Ketiga di Asia, Bagaimana dengan Jawa Barat?

Prevalensi stunting di daerah-daerah di Jawa Barat rata-rata di atas 20 persen. Munurut WHO, batas maksimal stunting di bawah 20 persen.

Rasya (1,5) dalam dekapan sang ayah ketika ditemui di petak rumah kontrakannya di Jamika, Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Jumat (3/9/2021) sore. Menderita stunting, bayi kelahiran Mei 2020 ini masih kesulitan menopang tubuhnya sendiri untuk mulai belajar berjalan. (Foto: Arif 'Danun' Hidayah)

Penulis Iman Herdiana20 Februari 2022


BandungBergerak.idMasalah gizi yang belum terselesaikan hingga saat ini adalah stunting. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SGGBI) tahun 2019, prevalensi stunting Indonesia tercatat sebesar 27,67 persen dan mengalami penurunan menjadi 24,4 persen pada tahun 2021, seperti dikutip dari laman resmi IPB University, Minggu (20/2/2022).

Tidak dijelaskan faktor apa yang membuat angka stunting di Indonesia pada 2021 menurun. Namun perlu diingat bahwa 2021 merupakan tahun pagebluk, kejadian luar biasa yang melanda dunia. Pagebluk memengaruhi banyak sektor, termasuk pendataan mengenai stunting, tutupnya layanan posyandu, dan sebagainya.   

Angka tersebut juga menunjukkan bahwa jumlah stunting masih di atas standar WHO, yaitu 20 persen atau seperlima dari jumlah total anak balita dalam suatu negara. Angka tersebut menempatkan Indonesia tertinggi ketiga di Asia dan kelima di dunia. 

Masih tingginya angka stunting bisa dilihat dalam lingkup Jawa Barat. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk sekitar 50 juta jiwa, Jawa Barat memiliki kasus stunting yang tidak kecil, meskipun angkanya disebutkan terus menurun.

Menurut Sekretaris Daerah Jabar Setiawan Wangsaatmaja, penurunan prevalensi stunting di Jabar dari 2013-2019 kurang lebih 9,1 persen dan rata-rata penurunan sebesar 1,51 persen per tahun. Pada 2019, Jabar ada di peringkat 11, lebih baik dari rata-rata nasional.

“Pada tahun 2013, prevalensi angka stunting di Jabar itu 35,1 persen, kemudian pada tahun 2018 menjadi 31,1 persen dan tahun 2019 turun menjadi 26,21 persen,” ujar Setiawan Wangsaatmaja, mengutip laman resmi Pemprov Jabar.

Pada tahun 2021 terdapat tiga wilayah di Jabar dengan prevalensi stuntingnya tertinggi, yakni 30-40 persen, yaitu Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Bogor, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat. Sementara yang sesuai dengan ketetapan batas maksimal WHO yaitu di bawah 20 persen atau seperlima dari jumlah total anak balita hanya di tiga wilayah yaitu Kuningan, Depok dan Kota Sukabumi.

Jawa Barat menargetkan jumlah balita stunting pada 2024 nanti tersisa 14 persen. Meski pandemi Covid-19 dikhawatirkan memengaruhi capaian, Pemda Provinsi Jabar menjanjikan tetap berupaya melakukan percepatan penurunan stunting.

Menurut Setiawan, untuk mencapai target nasional 14 persen diperlukan upaya akselerasi tidak hanya business as usual atau BAU. Setiap tahunnya, Pemda Provinsi Jabar meningkatkan lokasi prioritas stunting. Pada 2018, lokasi prioritas 13 kota/kabupaten, pada 2019 sebanyak 14 kota/kabupaten, pada 2020 sebanyak 20 kota/kabupaten, 2021 yakni 23 kota/kabupaten, hingga pada 2022 seluruh kota/kabupaten di Jabar menjadi lokasi prioritas stunting.

Baca Juga: BAYI-BAYI PANDEMI: Membubung Stunting di Kota Bandung
Data Balita Stunting di Kota Bandung 2013-2019, Masalah Serius yang Masih Jauh dari Tuntas
BAYI-BAYI PANDEMI (1): Rasya dalam Gendongan Ibunya

Mengatasi Stunting dengan Budidaya Ikan

Tingginya prevalensi stunting di berbagai daerah di Indonesia tentunya sangat mengkhawatirkan. Sebab stunting terkait erat dengan sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, Indonesia telah menetapkan penurunan angka stunting sebagai program prioritas nasional.

Saat ini, pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, menetapkan target angka stunting nasional sebanyak 14 persen. Untuk mendukung pencapaian target tersebut maka IPB University melaksanakan program IPB Peduli Stunting. Salah satu upaya yang dilakukan dalam program IPB Peduli Stunting adalah pelatihan budidaya ikan dalam ember (Budikdamber). 

Pelatihan budidaya ikan dalam ember bertujuan untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangan terutama sumber protein yang berperan dalam pertumbuhan anak. Pelatihan diberikan oleh Ima Kusumanti, MSc, peserta Dosen Mengabdi dari Program Studi Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Sekolah Vokasi IPB University. Pelatihan kali ini diikuti oleh tujuh keluarga di RW 7 kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. 

Ima Kusumawati mengatakan, pelatihan budidaya ikan dalam ember juga akan diintegrasikan dengan budidaya tanaman sayuran hidroponik. Ia menjelaskan, jenis ikan yang akan di budidayakan adalah ikan lele.

"Ikan lele adalah salah satu jenis ikan yang baik untuk mendukung pertumbuhan anak karena memiliki komposisi gizi yang baik, terutama kandungan proteinnya," katanya, mengutip laman resmi IPB University.

Tin Herawati, Koordinator IPB Peduli Stunting di Kelurahan Situ Gede, Bogor mengatakan, budidaya ikan dalam ember selain dapat meningkatkan kualitas konsumsi pangan, diharapkan juga dapat meningkatkan ekonomi keluarga melalui penjualan hasil panennya.

Tin juga menyatakan bahwa tujuh keluarga di awal pelatihan ini diharapkan dapat menjadi percontohan bagi keluarga lainnya. Ia menegaskan, jika sudah berkembang dengan baik diharapkan dapat berkontribusi terhadap pencegahan dan penanganan stunting.

Kegiatan pelatihan dihadiri juga oleh Lurah Situ Gede, Kartini Wulandari yang menyambut baik kegiatan pelatihan ini. Selain itu, turut kader pendamping keluarga dan mahasiswa dari Program Studi Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Sekolah Vokasi IPB University.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//