BandungBergerak.id Trotoar di Kota Bandung belum ramah untuk pejalan kaki, apalagi untuk difabel. Meski perbaikan dan gelontoran dana dikeluarkan untuk membenahi trotoar, tapi hanya trotoar-trotoar tertentu saja yang sering bersolek di kota kembang ini. Trotoar-trotoar di pinggiran kota jarang tersentuh perbaikan.

Trotoar di Jalan Asia Afrika, Jalan Braga, juga Jalan Dago tidak perlu dipertanyakan lagi kenyamanannya. Bukan hanya itu, faktor estetika selalu diperhatikan di tiga jalan yang kerap ramai dikunjungi wisatawan ini. Namun, trotoar yang aman dan nyaman bukan hanya dibutuhkan wisatawan di tengah kota, tapi juga di pinggiran yang sayangnya jarang diperhatikan.

Dalam parade foto ini, kami berkolaborasi dengan mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) dan audiens BandungBergerak.id (KawanBergerak) untuk memotret trotoar-trotoar rusak di Kota Bandung. Selain mengirimkan foto, mereka juga menyampaikan kesaksian tentang kendala-kendala mereka alami selama berjalan kaki di Kota Bandung.

“Sebenarnya kalau aku lihat Pemkot Bandung sering banget di daerah tertentu benerin trotoar. Aku ga paham apakah untuk estetika kota atau memang perlu rekonstruksi. Tapi balik lagi, rasanya perbaikan yang ada cuma fokus untuk daerah tertentu saja,” tulis Kezia Regina, salah seorang KawanBergerak, yang sering berjalan di trotoar Jalan Kelenteng.

Berjalan kaki menjadi moda transportasi paling murah dan ramah lingkungan. Artinya, sudah sepantasnya warga mendapatkan fasilitas berjalan kaki yang aman dan nyaman. Trotoar menjadi kebutuhan bersama, mulai dari warga sipil, difabel sampai pejabat pemerintah.

Berdasarkan situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Bandung, nilai puluhan juta bahkan miliaran rupiah dikeluarkan untuk membenahi trotoar. Beberapa bulan lalu Pemerintah Kota Bandung telah membuat satgas trotoar, tapi masih dikhususkan untuk wilayah Kebun Binatang Bandung juga Jalan Tamansari. Awal bulan ini demi menciptakan estetika di Jalan Ganesa, relokasi PKL sudah dilakukan, yang dalam prosesnya juga menyulitkan para pedagang. Namun Kota Bandung memiliki 1.172,78 kilometer jalan yang juga perlu diperhatikan.

“Ada yang bolong, ada yang miring, terus gak ada jalur kuning di tengah (Guiding block). Jadi menurut saya gak ramah disabilitas. Difabel yang pakai kursi roda pasti susah untuk lewat, paling harus ke aspal jalan raya, bahaya banget,” tulis KawanBergerak lainnya, Ramdan Rusnandar, menceritakan kondisi trotoar di wilayah Cibiru, Senin (14/8/2023).

Guiding block yang dapat membantu difabel saat berjalan di trotoar tidak jarang dalam kondisi rusak atau terputus. Hal ini dirasakan Wanda (33 tahun) yang sejak 12 tahun lalu ia mengalami kondisi tunanetra. Wanda baru menetap di Bandung selama dua bulan. Ia mengaku kerap menemukan beberapa hambatan selama berjalan kaki. Mulai dari trotoar yang rusak, keberadaan lubang yang tidak terduga, kendaraan yang parkir sembarangan, dan pedagang kaki lima yang berjualan di atas trotoar.

Rekan-rekan Wanda yang mengalami masalah penglihatan juga menghadapi kendala serupa selama berjalan kaki di Kota Bandung. Dalam berjalan kaki, mereka mengandalkan alat bantu jalan lipat (tongkat), teknik melindungi diri dengan menggunakan tangan di hadapannya (over hand), mendengarkan lingkungan sekitar, dan juga mengandalkan bantuan dari orang lain. Mereka juga menggunakan berbagai sarana lain dalam mobilisasi, seperti ojek online dan kendaraan umum (bus dan angkot). 

Selama berjalan kaki, peran guiding block amat penting bagi mereka. Keadaan guiding block yang rusak atau terputus menjadi hambatan utama yang sering mereka alami. Jika trotoarnya rusak, guiding block-nya buruk, mereka terpaksa mencari jalur lain yaitu dengan berjalan di pinggir jalan raya yang berbahaya.  

Masyarakat memiliki peran penting untuk turut menjaga fasilitas publik. Sebab kesadaran untuk menjaga hak pejalan kaki menjadi tanggung jawab bersama. 

“Ada baiknya masyarakat juga diedukasi supaya paham bahwa trotoar adalah hak pejalan kaki. Aku sering lihat motor naik ke trotoar. Itu mempercepat kerusakan trotoar juga karena trotoar kan dirancang untuk dilewati pejalan kaki, bukan motor,” tulis Sundea, melalui surel yang diterima BandungBergerak.id, Selasa (22/8/2023). 

Selain itu, peran penting lainnya bagi masyarakat adalah selalu mengingatkan pemerintah agar memperhatikan dan memperbaiki trotoar agar lebih ramah bagi semua pejalan kaki. 

*Cerita foto ini merupakan hasil kerja kolaboratif yang melibatkan jurnalis BandungBergerak.id, audiens dan mahasiswa Hubungan Internasional Unpar.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//