Trotoar Kota Bandung tidak Ramah pada Pengguna Kursi Roda
Aksi peringatan Hari Kursi Roda Internasional menunjukkan bahwa trotoar di Kota Bandung tidak ramah kepada para penyandang disabilitas.
Penulis Emi La Palau1 Maret 2022
BandungBergerak.id - Peringatan Hari Kursi Roda Internasional menjadi refleksi untuk melihat sejauh mana keramahan fasilitas umum Kota Bandung pada penyandang disabilitas. Sejauh ini, trotoar, sarana transportasi publik, gedung-gedung publik, dan fasilitas umum lainnya yang ada di Kota Bendung dirasa belum ramah bagi pengguna kursi roda.
Penilaian itu muncul melalui aksi Forum Perjuangan Difabel yang menggelar long march menggunakan kursi roda. Forum ini terdiri dari berbagai komunitas, seperti Bandung Barrier Free Tourism, Komunnitas Disabiltas Berat Space, Komunitas Disabilitas Lansia, juga dari National Paralympic Committee of Indonesia.
Mereka bergerak dari Monumen Perjuangan Rakyat (Monju) Jawa Barat, melintasi Jalan Japati, lalu ke Jalan Singaperbangsa, Cikapayang, Jalan Ir. H. Djuanda, dan berakhir di Garden Coffe Dago. Long march ini digelar sejak pagi sekira pukul 9.30 WIB.
Koordinator Forum Perjuangan Difabel, Djumono, mengungkapkan kegiatan ini sebagai bentuk kampanye tentang harapan dan keinginan para pengguna kursi roda agar Bandung ramah bagi penyandang disabilitas.
Ketidakramahan trotoar Kota Bandung terhadap warga difabel terbukti dari aksi long march tersebut. Banyak trotoar rusak atau berlubang, tidak ada ram atau bidang miring bagi akses kursi roda. Kondisi trotoar tersebut menyulitkan pengguna kursi roda, bahkan membahayakan.
“Semangatnya ingin Bandung ramah buat para disabilitas, baik pengguna kursi roda, fasilitas publik lainnya. Jalan, gedung, transportasi dan segala macam untuk kenyamanan disbilatas,” kata Djumono, di Garden Caffe Dago, Selasa (1/03/2022).
Forum ini juga menemukan bahwa di kawasan Dipatiukur, trotoar banyak berubah fungsi menjadi tempat berjualan pedagang. Para pengguna kursi roda pun terpaksa harus turun ke jalan menggunakan jalan umum. Mereka harus menghadapi risiko besar karena akan bersaing dengan kendaraan.
“Akhirnya turun ke jalan (karena tak bisa pakai trotoar), bersama pemakai jalan lainnya yang begitu kencang pakai kendaraannya. Sehingga kalau ini bisa mencelekai para pengguna kursi roda ataupun mencelekai para pengguna jalan yang lainnya,” ungkapnya.
Djumono mengatakan, tadinya peringatan Hari Kursi Roda Internasional itu akan digelar dengan skala yang lebih besar, dengan long march yang lebih panjang. Namun mereka terkendala perizinan dari Pemerintah Kota Bandung dengan alasan kondisi sedang pandemi.
Akhirnya, aksi ini hanya melakukannya dalam lingkup yang lebih terbatas. Meski demikian, aksi ini sekaligus sebagai audit terhadap kondisi jalan atau trotoar di Kota Bandung.
Meski Lelah Berharap
Cucu Siadah (47), salah satu peserta yang mengikuti acara peringatan Hari Kursi Roda Internasional, datang dengan sang suami menggunakan kursi roda dari rumahnya yang berada di kawasan Kiaracondong. Mereka terpaksa menggunakan jalanan umum yang padat oleh kendaraan. Ia harus menempuh risiko besar tersebut karena tidak adanya fasilitas bagi penyandang disabilitas.
Melalui aksi tersebut, Cucu berharap muncuk kesadaran publik maupun pemerintah bahwa di Kota Bandung banyak yang harus diperbaiki, salah satunya terkait fasilitas publik yang tak ramah terhadap para pengguna kursi roda. Ia juga mengeluhkan belum adanya sarana transportasi yang mudah diakses oleh para pengguna kursi roda.
“Itu juga yang mungkin belum banyak orang tahu, bahwa banyak misal penguna kursi roda itu nggak hanya orang sakit, tetapi kita-kita semua ini juga dan kita punya hak untuk menikmati fasilitas umum ini. Toh kita juga sebagai warga bayar pajak juga,” kata Cucu.
Sebagai warga yang taat membayar pajak, ia merasa pemerintah tidak menyediakan fasilitas yang layak bagi penyandang disabilitas. “Untuk transportasi umum saja kita masih sangat kesulitan karena nggak ada di Bandung ini,” tambahnya.
Cucu juga menyoroti masih banyaknya trotoar yang rusak atau perlu mendapat penambahan fasilitas agar ramah difabel. Menurutnya, di beberapa titik seperti kawasan Jalan Dago sampai Jalan Riau sudah ada jalur bagi pengguna kursi roda. Sayangnya fasilitas tersebut tak berkesinambungan dengan jalan lainnya di Kota Bandung. Pemerintah dinilai tak konsisten dalam pembangunan yang ramah untuk para pengguna kursi roda.
Baca Juga: Pemahaman-pemahaman Keliru tentang Para Penyandang Disabilitas
“Suara dari Sudut Kota†Memperingati Hari Disabilitas Internasional
Rawan Kepemilikan Tanah dan Sengketa Lahan di Jawa Barat
Minim Dilibatkan
Cucu menilai pembangunan yang dilakukan pemerintah seolah hanya pencitraan semata. Sering kali setelah pembanguan fasilitas baru para disabilitas diajak untuk peresmian. Padahal semestinya sejak awal perencanaan pemerintah melibatkan para disabilitas. Agar pembanguan fasilitas sesuai dengan kebutuhan para disabilitas.
Pemkot Bandung sendiri banyak membangun ruang-ruang publik. Namun lagi-lagi dalam prosesnya melupakan aksesibilitas untuk semua kalangan. Pembuatan ram di trotoar masih banyak curam atau dengan ketinggian yang berbeda-beda sehingga justru malah membahayakan para pengguna kursi roda.
Cucu mengakui sedikit bosan dalam menyampaikan harapan-harapan. Namun pengambilan kebijakan yang dilakukan pemerintah seharusnya melibatkan warga, khususnya penyandang disabilitas. Menurutnya semua fasilitas publik, entah milik pemerintah maupun swasta, sudah semestinya ramah terhadap para pengguna kursi roda.
“Kalau saya harapan dari baheula, harapannya ya pemerintah itu benar-benar ketika mereka mengambil kebijakan itu ya pelibatan penting sekali. Tidak hanya kalau sudah jadi baru diundang, nggak seperti itu. Banyaknya kayak pencitraan kan kalau kayak gitu,” ungkapnya.
Perlu diketahui, penyandang disabilitas di Kota Bandung tidaklah sedikit. Merujuk data vaksinasi Covid-19 Kota Bandung, jumlah penyandang disabilitas yang ditargetkan divaksin sedikitnya ada 1.300 orang. Sementara di Jawa Barat total penyandang disabilitas yang harus divaksin sebanyak 62.530 orang. Jumlah ini tentunya belum termasuk dengan penyandang disabilitas usia anak-anak.