• Foto
  • Senandung Lepas Liar

Senandung Lepas Liar

Satwa-satwa yang dilepas liar adalah para insinyur yang menjaga dan merawat hutan untuk kehidupan manusia. Lindungilah mereka!

Fotografer Prima Mulia28 Oktober 2023

BandungBergerak.idRomi dan Noni tampak ragu melewati pintu keluar yang terhubung dengan batang bambu dan juntaian cabang pohon di hutan Gunung Tilu, Kabupaten Bandung, 24 Oktober 2023. Celingukan melihat sekeliling, pasangan owa jawa (Hylobates moloch) berusia sekitar 6 dan 7 tahun itu masih canggung berada di area hutan yang berbatasan dengan perkebunan teh tersebut.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Romi dan Noni melesat keluar kandang dan berayun di cabang-cabang pohon Cagar Alam Gunung Tilu. Owa jawa ini kembali ke habitat alaminya setelah menjalani masa rehabilitasi di pusat rehabilitasi satwa The Aspinall Foundation di Patuha, Kabupaten Bandung.

Tepat di peringatan Hari Owa Internasional tanggal 24 Oktober 2023, ada 17 individu satwa endemik Jawa dan sepasang burung pemangsa yang akan kembali ke alam liar. Total ada 19 individu satwa dilindungi yang dilepas liar. Yaitu sepasang owa jawa (Hylobates moloch), 11 individu landak jawa (Hystrix javanica), 3 individu kukang jawa (Nycticebus javanicus), satu individu trenggiling jawa (manis javanica), dan sepasang elang ular bido (Spilornis cheela)

Sebelumnya para pemerhati lingkungan (pelajar, mahasiswa, aktivis) berkumpul di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. Di sana warga masyarakat dan sejumlah pelajar sekolah dasar mengikuti paparan dan kampanye terkait upaya konservasi satwa-satwa endemik Jawa.

"Nggak tau, ini baru pertama liat gambar owa jawa, sekilas mirip monyet," kata Naira, siswi berusia 10 tahun dari SDN Cisondari 2.

Naira membolak-balik booklet berisi informasi tentang satwa-satwa endemik Jawa Barat dan Pulau Jawa. Ia bersama puluhan murid lain mengikuti lomba mewarnai owa jawa dengan didampingi sejumlah guru. Mewarnai owa jawa ini jadi bagian dari edukasi pada anak-anak untuk mengenal pentingnya konservasi.

Dengan menumpang di atap jip garden ganda, rombongan beberapa kendaraan mulai menyusuri jalur tanah kebun teh Gambung. Di kejauhan tampak hutan yang menaungi komplek makam keluarga juragan teh Gambung Kerkhoven.

Perjalanan hanya memakan waktu sekitar 10 menit ke perbatasan antara kebun teh dan hutan Gunung Tilu. Di sana sudah terlihat kandang habituasi owa Jawa yang akan dilepas. Pengunjung diberi batas sekitar 30 meter dari kandang. Tak lama kemudian Romi si jantan mulai menapaki cabang-cabang pohon, merasa aman, Noni mengikuti si jantan keluar dari kandang. Beberapa saat kemudian Romi dan Noni sudah menghilang di kerimbunan hutan Gunung Tilu, dengan harapan mereka bisa beradaptasi dengan baik dan berkembang biak.

Sekitar 100 meter dari pelepasan owa jawa, sebuah kandang habituasi lain terpasang di batas hutan dengan kebun teh berlatar lembah hutan Gunung Tilu. Sepasang elang ular bido ada dalam kandang. Tanpa ragu sepasang elang keluar dari pintu menuju hutan di lembah. Yang satu ekor hilang di lembah hutan, sedangkan yang satu lagi bertengger di puncak pohon dekat kandang pelepasan, mungkin masih memantau situasi di habitatnya yang baru.

Setelah itu perjalan dilanjutkan lagi, masih di atap jip, rombongan berkendara lebih ke selatan. Ke sisi lain hutan Gunung Tilu. Perjalan sekitar 20 menit, lalu lanjut berjalan kaki masuk lebih dalam lagi ke kawasan cagar alam.

Berjalan menyusuri setapak bertanah gembur dengan lapisan humus cukup tebal. Kanopi hutan rapat menaungi perjalanan, melindungi terik matahari kemarau yang menyengat. Di salah satu area dengan kontur tanah miring, terlihat 3 kandang disenderkan ke pepohonan yang cukup tinggi dan saling terhubung dengan cabang pohon lainnya. Kandang ini berisi 3 individu kukang Jawa.

Di sisi lain hutan ada 11 kandang lain. Tanahnya miring penuh semak mengarah ke lembah. Ada suara gemericik aliran air di bawah sana, agaknya ada sungai kecil. 11 kandang itu berisi landak Jawa. Satwa endemik ini status konservasinya resiko rendah, namun demikian satwa ini dilindungi karena banyak diburu oleh manusia.

Begitu kandang dilepas, 11 ekor hewan pengerat ini langsung berjalan menuruni lembah sambil mengendus dan menerobos semak-semak. Duri-duri kerasnya berbunyi saat beradu dengan batang semak yang mereka terobos. Kawanan landak itu pun menghilang di keremangan hutan Gunung Tilu.

Setelah landak hilang, seorang veteriner membawa seekor satwa berwarna coklat terang yang terlihat menggulung diri. Ternyata seekor trenggiling Jawa. Satwa endemik dengan status konservasi terancam punah yang sangat sulit ditemui di alam liar.

"Dia akan terus menggulung sampai situasi aman dan sunyi, jadi kita nggak bisa diam di sini, kasihan nanti nggak akan bangun dia karena merasa terancam," kata seorang dokter hewan dari BBKSDA Jawa Barat.

Saya hanya bisa memotret hewan nokturnal ini dalam kondisi menggulung lalu meninggalkannya. Karena di saat yang sama akan dilepas 3 individu kukang jawa.

Tiga kandang yang direbahkan masing-masing ke batang pohon itu mulai dibuka. Tiga ekor kukang jawa, satwa endemik nokturnal dan pemalu ini mulai keluar dari kandang. Gerakannya tenang sambil melihat sekeliling, dia melihat manusia-manusia di kejauhan yang ingin jadi saksi kembalinya si slow loris ke habitat barunya.

Satu kukang dengan gerakan pelan langsung mendaki batang pohon menuju ketinggian dan hilang di cabang-cabang yang rimbun. Yang satu lagi menyusuri tanah dan masih ragu memilih pohon. Setelah merasa terancam karena dikejar-kejar fotografer, ia akhirnya bisa lolos dan  hilang di tengah rimbun pepohonan dan minimnya cahaya dalam hutan. Yang agak disesalkan adalah masih ada beberapa orang yang ingin merekam video atau memotret satwa-satwa ini dengan mengejar dan mengikuti jalan si kukang yang ketakutan.

Kukang itu tak juga mendapat pohon yang dianggap aman, sementara di belakang ada langkah-langkah manusia yang mengejar dengan agresif hanya demi gambar, suaranya berisik saat berlari kecil menerobos semak dan mematahkan ranting-ranting pohon. Untung si kukang bisa lolos dari kejaran, menghilang di kegelapan hutan dan naik ke pohon tinggi di kawasan yang lebih rapat.

Dua individu sudah aman di pucuk pohon rimbun, tapi satu individu masih terlihat bingung dan ada di tanah setelah turun dari pohon yang dikelilingi para penonton. Kukang tak boleh ada di atas tanah karena banyak predator dan tentu saja manusia. Mungkin karena terlalu banyak orang yang nonton si kukang malah bingung dan turun ke tanah.

Setelah mengamati dari jarak aman sekitar 20 meteran, di kejauhan kukang terakhir yang dilepas ini mulai mendaki batang pohon yang dianggap cocok. Setelah berada di posisi aman, BandungBergerak mendekati dengan perlahan, jaraknya hanya sekitar 15 meter saja untuk mulai memotret hewan pemalu di habitatnya yang baru.

Tak perlu lama mengabadikan satwa dilindungi terancam punah dengan status konservasi kritis ini. Si kukang seperti mengerti, ia lalu menatap ke arah lensa, beberapa kali ganti posisi dengan mata terus menatap lensa. Setelah beberapa menit ia pun naik semakin tinggi dan hilang di kerimbunan cabang pepohonan.

Gunung Tilu

Lewat tengah hari, kami semua kembali dengan tetap menumpang di atas atap jip. Kembali ke PPTK Gambung untuk istirahat sebentar dan kembali ke kota. Lega rasanya melihat satwa-satwa dilindungi itu kembali ke rumah mereka. Kenapa Gunung Tilu yang dipilih, karena cagar alam ini memiliki hutan yang rapat, minim perambahan oleh manusia. Gunung Tilu jadi salah satu benteng konservasi di kawasan Bandung selatan. Gunung ini jadi pemisah wilayah Ciwidey dan Pangalengan di Bandung Selatan.

Sebelas landak jawa yang dilepas liar berasal dari Lembaga Konservasi Cikao dan Lembang Park Zoo. Dua owa jawa berasal daro BKSDA Jawa Tengah dan warga Karawang. Kukang jawa dan trenggiling dari lembaga konservasi Andys Antique Cikembulan, elang ular bido dari Pusat Konservasi Elang Kamojang.

Khusus populasi owa jawa di Gunung Tilu diperkirakan hanya sekitar 40 individu. Upaya konservasi dengan lepas liar agar populasinya meningkat di habitat alaminya. Romi dan Noni jadi individu ke-57 dan 58 yang dilepas liar oleh Aspinall Foundation Indonesia Program dan BBKSDA Jawa Barat.

Secara keseluruhan, hanya ada sekitar 2.000 sampai 4.000 individu yang tersebar di kawasan konservasi dan hutan lindung di Jawa Barat dan sebagian kecil di hutan lindung di Jawa Tengah. Sejak 2010-2023, Aspinall Foundation telah merehabilitasi 85 individu owa Jawa dan melepas 56 individu ke habitatnya.

Satwa endemik Jawa lain yaitu surili (Presbytis comate) 32 ekor direhabilitasi, 16 di antaranya telah dilepas liar dengan kelahiran di alam 5 ekor. Lutung jawa barat 56 ekor direhabilitasi, 27 ekor dilepas liar dengan kelahiran di alam 4 ekor. Lutung jawa timur (Trachypithecus auratus) 215 ekor direhabilitasi, yang telah dilepas liar 156 ekor, dengan kelahiran di alam 55 ekor. Siamang sumatera (Symphalangus syndactylus) direhabilitasi 12 ekor.

Satwa endemik Jawa yang dilepas liar memegang peran penting dalam menjaga konservasi di hutan. Satwa-satwa inilah yang berperan sebagai insinyur yang membangun serta menjaga hutan semakin rimbun dan tetap terjaga. Dan tentu saja bisa lestari dan berkembang biak di bentang ekosistem hutan konservasi seluas 23.000 hektare tersebut. Selama 6 bulan ke depan, pergerakan dan perilaku adaptasi satwa-satwa yang dilepas liar ini akan terus dimonitor.

*Foto dan Teks: Prima Mulia. Kawan-kawan juga bisa membaca cerita foto lainnya di bandungbergerak.id  

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//