Makam tak Dikenal
Para pelajar yang berkunjung ke Monju (Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat) tidak tahu ada museum. Setahu merekadi sekitar museum tempat mangkalnya kuliner-kuliner.
Para pelajar yang berkunjung ke Monju (Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat) tidak tahu ada museum. Setahu merekadi sekitar museum tempat mangkalnya kuliner-kuliner.
BandungBergerak.id - "Baru tahu di sini ada museum. Tahunya di sini cuma Monju (Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat) saja. Selain itu nggak ada info apa-apa lagi, kapan boleh berkunjung, hari apa, jam berapa, bayarkah, gratiskah," kata Shofi (16 tahun) siswi kelas XI SMAN 14 Bandung.
Shofi mengaku sering melintas di jalan sekitar Monju yang masih satu wilayah dengan Lapangan Gasibu. Namun ia baru tahu bahwa Monju sebenarnya museum. Ini pun karena sekolahnya mengadakan acara Museum Monpera Expo.
Saat ditemui BandungBergerak.id, 1 November 2023, Shofi bersama beberapa temannya tampak asyik mengamati beberapa jenis senapan serbu dari era Perang Dunia II di tenda Museum Mandala Wangsit Siliwangi. Di tenda lain juga beberapa koleksi dari Museum Inggit Garnasih, Museum Sri Baduga, Museum Konferensi Asia Afrika, dan benda-benda koleksi masa perang revolusi milik komunitas-komunitas ikut dipamerkan di halaman sekitar Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat.
Satu unit ambulans tua antik bermerk Chevrolet warna putih dengan tulisan ambulance rakjat warna hijau, cukup mencolok dan menarik perhatian sejumlah pengunjung yang semuanya adalah pelajar setingkat SD, SMP, dan SMA. Ambulans bersejarah yang digunakan di masa pemberontakan DI/TII ini adalah koleksi Musium Mandala Wangsit Siliwangi.
Di tenda lain, sebuah wahana hiburan jadul yang disebut gambar toong juga menarik minat pengunjung segala usia. Koleksi Musium Sri Baduga ini selalu dikerubuti pelajar dan anak-anak. Mereka tertarik melihat gambar dua dimensi yang harus diintip (ditoong) dari lubang-lubang kaca. Gambar ini seperti buku cerita, gambar-gambar akan berganti dengan cara ditarik oleh dalang secara manual sambil mendongeng sampai cerita selesai.
Selesai keliling-keliling di luar, para pelajar itu lantas masuk ke ruang pamer Museum Monpera (masyarakat lebih kenal dengan istilah Monju) yang ada di dalam bangunan monumen megah karya perupa Sunaryo tersebut. Museum ini sebenarnya sudah dibuka sejak tahun 1995 oleh Gubernur Nuriana waktu itu. Sudah lama sekali, namun sampai sekarang masih banyak yang tak tahu di sini ada museum.
Minim petunjuk dan informasi sudah jelas jadi faktor yang membuat museum ini tak dikenal. Monju itu lebih terkenal sebagai salah satu pusat kuliner malam di sekitaran Jalan Dipati Ukur. Seperti pengakuan sejumlah pelajar yang baru pertama kali datang ke sini, mereka lebih kenal Monju sebagai kawasan kuliner dan pasar kaget di hari Minggu.
Ferdi (17 tahun) siswa kelas XII SMAN 4 Bandung juga mengaku baru pertama kali ke sini. "Saya baru pertama kali museum ini. Nggak ada informasi apa pun sebelumnya, kecuali dari sekolah makanya kita sekarang berkunjung ke sini," katanya.
Minimnya informasi diungkap juga oleh Azka (17 tahun) siswi kelas XII MA Al Husna, Cicaheum, Bandung. Ia mengaku ini kali kedua berkunjung ke Museum Monpera, itu pun dengan sekolah.
"Sebenarnya informasi tentang museum ini minim ya, kan biasanya museum di Kota Bandung punya Instagram, tapi kalau Museum Monpera belum pernah lihat. Rambu penanda atau petunjuk bahwa di sini ada museum juga ga kelihatan. Orang tahunya kan cuma monumennya saja, deket Gasibu, banyak jajanan street food yang enak-enak kalau malam," kata Azka.
Apa yang diungkap para pelajar tadi banyak benarnya. Kawasan Monju atau Monpera selama ini tak menarik minat anak-anak muda atau pelajar kecuali jika sedang ada acara panggung musik atau festival-festival khas anak muda. Tak ada penanda yang eye catching yang menginformasikan bahwa di monju ada museum.
Di sekitar halaman dalam monumen pun petunjukanya hanya plang kecil seukuran pelat nomor kendaraan bermotor yang sudah kusam dan karatan. Setelah menaiki anak-anak tangga di area utama monumen, kita akan menemukan bidang-bidang lengkung dengan relief-relief masa perjuangan. Pintu masuk museum berada di antara dinding-dinding relief itu.
Di ruang pamer, sebenarnya koleksi museum cukup baik informatif, sayang suasana pencahayaannya kurang baik. Penataan koleksi kurang menarik, suhu udaranya cukup panas dan pengap. Terlihat ada satu unit pengatur suhu udara tua yang entah berfungsi atau tidak tergeletak di pojok ruang pamer.
Di area diorama, layar-layar interaktif tentang informasi yang ada dalam diorama juga mati. Jadi pengunjung hanya bisa menebak perisitwa dalam diorama dari sedikit keterangan tertulis yang terpampang di depannya, atau menyimak penjelasan pemandu jika ada pemandunya.
Yang lebih mengerikan di area ruang pamer benda bersejarah. Suasananya sepi, remang-remang, dan kosong. Beberapa benda bersejarah seperti senjata-senjata tentara, senjata tradisional, benda-benda tinggalan para pahlawan macam Dewi Sartika, LLRE Martadinata, atau Otto Iskandardinata, dipamerkan di kotak-kotak kaca.
Singkatnya, museum ini perlu pembenahan lebih lanjut, termasuk harus melakukan banyak sosialisasi melalui media sosial. Tentu harus dibarengi dengan program-program yang bisa menarik anak-anak muda sesuai zaman mereka.
Museum Monju ini terlihat sangat ketinggalan zaman dibanding meusium-meusium lain di Kota Bandung yang populer di kalangan anak muda. Bukan sekadar jadi tempat berkunjung untuk melihat koleksi belaka, tapi anak-anak muda itu juga bisa mengekspresikan kegiatan-kegiatan mereka bersinergi dengan museumnya. Seperti banyak program menarik di Museum Konferensi Asia Afrika atau Musium Geologi yang melibatkan anak-anak muda atau komunitas.
“Baru tahu sekarang, ini juga karena jadi perwakilan sekolah. Ruangan di musiumnya teh bikin sesek, aromanya kuno, belum pernah ada info tentang museum ini di medsos juga. Di medsos aku yang ada cerita tentang museum cuma Musium Gedung Sate, Musium Konferensi Asia Afrika, dan Musium Geologi," kata Dinda (15 tahun) siswi kelas X SMA Kartika Gegerkalong, Bandung.
Penasaran, bandungbergerak.id mencoba mencari alamat Instagram dengan kata kunci monpera. Hasilnya, ternyata ada akun monperajabar dengan jumlah pengikut 237 pengikut, dan 6 mengikuti. Kondisi Instagram akun monperajabar ini juga sama sepinya dengan museumnya yang muram. Jumlah postingannya hanya 25 konten saja. Konten pertama yang diunggah tertanggal 26 Oktober 2021.
Aktivitas akun Instagram asiafricamuseum tentu jauh lebih ramai karena memiliki 7.600-an pengikut dengan 1.337 konten yang diunggah. Tak berlebihan jika Monpera dianggap makam (kedudukan) tak dikenal.
*Foto dan Teks: Prima Mulia. Kawan-kawan yang baik juga bisa menengok Cerita Foto BandungBergerak.id lainnya
COMMENTS