Dinding-dinding Elos
Warga Dago Elos menjalani babak baru pascakerusuhan 14 Agustus 2023 lalu. Mereka dalam pusaran mempertahankan tanah kelahiran mereka yang terancam direnggut.
Warga Dago Elos menjalani babak baru pascakerusuhan 14 Agustus 2023 lalu. Mereka dalam pusaran mempertahankan tanah kelahiran mereka yang terancam direnggut.
BandungBergerak.id - Tiga bulan berlalu setelah kerusuhan pecah di Dago Elos, Bandung, Senin, 14 Agustus 2023. Saat itu polisi bersenjata lengkap menyerang perkampungan sambil menembak gas air mata, buntut dari konflik lahan antara warga dan keluarga Muller yang mengaku sebagai ahli waris tanah Dago Elos.
Setelah peristiwa tercela itu berlalu, kini warga mulai menata kehidupan mereka kembali. Jalan hidup mereka tak lagi sama seperti dahulu. Minggu, 5 November 2023, genap mau tiga bulan setelah kaos di Dago Elos, situasi sedikit lengang. Udara panas dan lembap mungkin juga bikin orang malas keluar rumah.
Beberapa warga ada yang berbincang di teras lorong-lorong gang yang lebih adem, sebagian lagi asyik ngobrol di pos ronda. Beberapa pria terlihat sibuk membenahi meja dan roda-roda jualan di lapak dagang mereka di Pasar Terminal Dago.
"Belum habis ini juga, ada sisa dikitlah. Bisa besok lagi jualannya," kata Ali (46 tahun) pedagang ikan pindang yang tinggal di Dago Elos.
Ali juga sadar saat ini kampung tempat tinggalnya sejak kecil dan Pasar Terminal Dago tempatnya mencari nafkah masih terancam penggusuran terkait konflik lahan. Ia berharap perjuangan warga bisa berbuah manis dan negara mau berpihak pada warga kampung yang telah mendiami tanah itu secara turun temurun.
Banyak pedagang di pasar tersebut yang bukan penduduk kampung Dago Elos. Karena itu upaya edukasi terkait konflik lahan ini juga disampaikan ke mereka, karena walau bagaimanapun juga ruang hidup para pedagang yang bukan warga Dago Elos juga ikut terancam.
Di sudut lain, beberapa orang anak kecil terlihat bermain sepak bola di lapangan. Panas terik tak menyurutkan semangat mereka untuk terus mengejar dan menendang bola plastik ke arah gawang. Suasananya nyaris tak berubah, lapangan ini identik dengan kegiatan-kegiatan solidaritas dan perlawanan. Di sana masih ada spanduk raksasa tentang sejarah konflik lahan Dago Elos. Yang agak berbeda dengan tiga bulan lalu adalah banyaknya mural, grafiti, dan poster-poster perlawanan baru yang bermunculan di beberapa sudut kampung.
Di gerbang masuk kampung Dago Elos, terdapat grafiti 'Dago melawan' seperti ucapan selamat datang pada para pendatang. Di sekitar lapang ada grafiti dan mural 'sabubukna'. Ada juga mural 'Muller vampire', dan ‘RIP PT Dago Inti Graha’. Di sudut kampung yang agak tersembunyi, ada gambar karya anak-anak kecil lengkap dengan tulisan ‘kalau digusur aku dan temanku mainnya dimana dong?’
Banyak poster-poster edukasi sejarah berdasarkan dokumen-dokumen resmi yang tercatat tentang siapa itu keluarga Muller yang mengaku sebagai utusan Ratu Belanda Wilhelmina, lengkap dengan semua data kebohongannya. Tapi yang paling mencolok adalah grafiti-grafiti yang menegaskan hilangnya kepercayaan warga Dago Elos terhadap polisi pascatindakan represif korps Bhayangkara pada warga di malam jahanam 14 Agustus lalu.
Saat ini, warga menjalani babak baru dari konflik lahan di Dago Elos versus klaim keluarga Muller. Warga menunggu respons dan perkembangan kasus yang masih bergulir di kepolisian setelah sebelumnya warga melaporkan adanya dugaan pemalsuan dokumen tanah oleh ahli waris yang mengklaim tanah di Dago Elos beserta bukti-buktinya.
"Iya masih bergulir di polisi. Kami masih menunggu saja, warga bersama adik-adik di aliansi terus mengawal," kata Een (62 tahun). Een terlihat berbincang ringan dengan Asih Sukarsih (71 tahun). Topik pembicaraan mereka beragam, mulai dari fluktuasi harga telur ayam yang tidak pernah murah, mahalnya harga beras, bantuan BLT pemerintah, sampai membahas klaim asuransi kematian.
Dago Elos tetap merawat bara perlawanan dan perjuangan demi ruang hidup mereka. Banyak cara memperkuat pemahaman dan wawasan warga, entah itu melalui pertemuan, konsolidasi, diskusi-diskusi bersama jejaring, atau membentuk paguyuban pemberdayaan ekonomi rakyat di Dago Elos.
Perlawanan terkait konflik lahan Dago Elos harus terus dirawat dan disuarakan. Salah satu dari sekian banyak cara warga untuk terus merawat bara perlawanan dan perjuangan di Dago Elos adalah melalui dinding-dinding kampung yang berbicara.
*Foto dan Teks: Prima Mulia. Kawan-kawan yang baik juga bisa menengok Cerita Foto BandungBergerak.id lainnya
COMMENTS