Lilin Imlek dari Situ Aksan
Pabrik lilin Lilian Candle menempati bangunan tua peninggalan Belanda. Menjadi saksi hilangnya Situ Aksan yang tergerus pembangunan.
Pabrik lilin Lilian Candle menempati bangunan tua peninggalan Belanda. Menjadi saksi hilangnya Situ Aksan yang tergerus pembangunan.
BandungBergerak.id - Seorang pekerja merapikan stiker sablon bergambar naga di batang lilin besar berwarna merah. Lilin Imlek setinggi lebih dari satu meter ini berdiri di halaman rumah tua berkelir biru muda dan putih peninggalan Belanda.
Setelah stiker tertempel rapi, ia beralih ke batang lilin lainnya. Lembar stiker yang telah direndam air itu ditempel di batang lilin yang telah diolesi vernis. Lalu dilap beberapa kali permukaannya dengan handuk basah, terakhir baru dilepas lembar plastik stiker tersebut, dan sang naga meliuk berwarna biru kuning menempel sempurna di batang lilin merah menyala.
Pekerja lain tak kalah sibuk, mereka mengerjakan order pencetakan lilin di bagian belakang rumah di kawasan Situ Aksan, Bandung, itu. Ada 4 ruangan, dua ruangan untuk pembuatan lilin ukuran kecil, satu ruangan untuk finishing dan penulisan kaligrafi Cina, satu ruangan paling belakang tempat pencetakan lilin-lilin besar.
Semua proses pembuatan lilin dikerjakan dengan tangan. Khususnya pada pembuatan lilin Imlek, cetakan-cetakan logam berbentuk silinder berjajar rapi di ruang produksi. Pertama pekerja akan mencairkan lilin di atas tungku gas elpiji dan menyiapkan cetakan-cetakan yang ditempatkan pada bak air agar proses pendinginan lebih cepat.
Lilin-lilin yang sudah cair berwarna merah itu dituang ke dalam cetakan. Setelah kering, lilin dilepas dari cetakan lalu diangin-angin di gudang. Sebagian lilin yang sudah kering langsung dibubuhi stiker sablon bergambar naga, sebagian lagi hanya dibubuhi syair atau doa dalam kaligrafi Cina.
Penulisan kaligrafi harus dikerjakan oleh ahlinya, tak sembarang orang bisa. Salah satu lilin dengan kaligrafi Cina berupa doa yang artinya kira-kira, puluhan ribu usaha seperti tumpukan awan di langit, usahanya semakin berkembang dan lancar.
"Produksi lilin-lilin besar untuk kebutuhan Imlek semakin menurun dari tahun ke tahun, salah satunya mungkin karena makin banyak vihara mampu membuat lilin sendiri," kata Tan Seng Lian, Rabu, 24 Januari 2024.
Pria 63 tahun yang akrab disapa Ko Aseng ini hanya membuat sekitar 50 pasang lilin besar saja tahun ini. Padahal dahulu ia bisa menerima pesanan ratusan pasang lilin setiap menjelang Imlek. Lilin besar dengan gambar naga dan kaligrafi doa ini dijual mulai dari 400.000 rupiah sampai di atas 1 juta rupiah per batang. Lilin buatan Ko Aseng dipasarkan ke beberapa vihara di Bandung.
Ko Aseng adalah generasi kedua pemilik Lilian Candle, pabrik lilin yang sudah berdiri sejak tahun 1955. Industri lilin rumahan ini bermula dari sebuah toko makanan atau camilan impor dari Cina dan alat-alat sembahyang yang dirintis Sin Ho Hin tahun 1940-an. Baru pada tahun 1955 usaha pembuatan lilin mulai digagas di Situ Aksan dan bertahan hingga sekarang.
Di masa lalu, kawasan ini adalah permukiman yang dikelilingi oleh kawasan basah berupa danau (Situ Aksan), kolam-kolam ikan, dan kebun-kebun kangkung. "Situ Aksan tempat saya main air waktu kecil, dulu masih banyak kebun kangkung dan kolam-kolam ikan," kata Usup (51 tahun).
Usup adalah salah seorang pekerja Lilian Candle yang sudah mengabdi selama 30 tahun. Usup adalah warga asli Situ Aksan. Sekarang, Situ Aksan sudah berubah jadi permukiman padat penduduk. Tak ada lagi kolam ikan, kebun kangkung, dan danau Situ Aksan yang terkenal di masa lalu.
Pabrik lilin Lilian Candle mungkin jadi saksi bisu dari perubahan era lahan basah di masa lalu. Kawasan ini sempat disiapkan untuk area industri. Terbukti dengan adanya dua bangunan eks pabrik tekstil terkenal yang sudah tutup dan kini jadi permukiman. Pabrik lilin Lilian Candle sekaligus salah satu yang masih bertahan dan tak tergerus zaman.
*Foto dan Teks: Prima Mulia
COMMENTS