Repot Parkir di Braga
Braga bebas kendaraan (Braga Free Vehicle) resmi digelar akhir pekan kemarin. Warga berbondong-bondong ke kota tua meski repot mencari tempat-tempat parkir.
Braga bebas kendaraan (Braga Free Vehicle) resmi digelar akhir pekan kemarin. Warga berbondong-bondong ke kota tua meski repot mencari tempat-tempat parkir.
BandungBergerak.id - Dua perempuan pengendara sepeda motor berhenti di depan pembatas jalan (water barrier) yang menutup akses masuk ke Jalan Braga, Kota Bandung, Minggu 5 Mei 2024. Mereka kebingungan mencari tempat parkir kendaraan di pinggir jalan yang sudah penuh, padahal jam baru menunjukan pukul 9 pagi. Parkiran di sekitar Jalan Naripan, Braga pendek, Jalan Sukarno, dan Jalan ABC juga sudah penuh.
Hari itu, program lawas Braga bebas kendaraan di sepanjang jalan Braga panjang kembali bergulir dengan nama Braga Free Vehicle yang digelar sejak Sabtu dini hari 4 Mei 2024 sampai hari Minggu jelang tengah malam.
Bebas kendaraan bukan berarti jumlah kendaraannya berkurang, karena kawasan art deco di pusat kota ini letaknya berada di pusat keramaian kota, di antara Alun-Alun Kota Bandung dan Jalan Asia Afrika. Jadinya warga dan wisatawan yang harus pintar-pintar mencari tempat parkir kendaraan karena sepanjang Jalan Braga panjang sama sekali tertutup untuk kendaraan bermotor bahkan sepeda.
Sepanjang libur akhir pekan ini pengunjung antusias berjalan-jalan di kawasan Braga, tak perlu dipusingkan dengan lalu lalang kendaraan yang kerap membuat lalu lintas tersendat saat melewat Braga. Tak ada lagi barisan kendaraan yang parkir di sepanjang Braga.
Mereka bergerombol hilir mudik di kawasan yang dulunya masyhur sebagai het meest Europeesche winkelstraat van Indie, kawasan pusat perbelanjaan elite paling terkemuka di Hindia Belanda. Separuh bangunan-bangunan bergaya art deco dari masa tahun 1920-an masih kokoh berdiri, bersalin rupa jadi toko, galeri, resto, café, dan kedai-kedai makanan. Bahkan masih ada satu dua yang tetap bertahan sejak era Hindia Belanda, seperti toko roti Sumber Hidangan yang pada tahun 1929 namanya Het Snoephuis dan Maison Bogerijen (kini menjadi Braga Permai) sejak tahun 1918.
Para pejalan kaki itu sibuk berfoto di tengah jalan dengan latar bangunan-bangunan tua cagar budaya di sepanjang Braga. Kapan lagi bisa bebas kelayapan di tengah Jalan Braga yang biasanya macet itu. Di depan galeri Rumah Seni Ropih tampak warga berdiri dan duduk membentuk lingkaran.
Rupanya mereka sedang menonton aksi para penari jaipongan yang menari di tengah jalan. Di emper galeri beberapa seniman memainkan kecapi dan suling. Atraksi kesenian Sunda ini menarik perhatian para pejalan kaki. Tak hanya menonton, mereka juga ramai-ramai nyawer saat para penari berjaipong, termasuk beberapa wisatawan asing yang tampak terkesima.
"Saya senang Braga Free Vehicle kembali digelar, selama dua hari ini saya lihat banyak kedai-kedai makanan yang sudah habis dagangannya sebelum sore hari, senang melihatnya," kata Tata Sutaryat, pemilik galeri Rumah Seni Ropih yang juga seorang pemain kecapi andal.
Khusus hari Minggu, Yayat sengaja menampilkan atraksi kesenian Sunda seperti jaipongan dan kecapi suling di depan galerinya. “Ini bagus buat melatih mental anak-anak penari itu untuk tampil di depan umum, sekalian terus melestarikan budaya dan seni tradisi kita,” lanjut Yayat.
Selain kerumunan penonton atraksi seni, mereka juga terlihat antre di beberapa kedai kopi, kedai makanan, dan gerai es krim. Sejumlah perempuan juga terlihat santai duduk di kursi-kursi di atas trotoar sambil menikmati bubur ayam yang dibelinya di roda pedagang depan Gang Apandi.
Para pengelola galeri lukisan jalanan juga mulai sibuk menata dagangannya. Beberapa pengunjung atau wisatawan sengaja berfoto dengan latar lukisan-lukisan yang menempel di dinding-dinding bangunan tua tersebut.
“Lebih bersih ya tanpa kendaraan kembali ke fungsi awalnya sebagai tempat berkumpulnya masyarakat, seperti kita lihat ini ada penampilan seni dari anak-anak. Rasanya lebih leluasa tanpa bising dan pencemaran dari kendaraan, kalo hari biasa kan untuk foto-foto aja agak crowded, jadi Braga Free Vehicle ini termasuk langkah yang baik," kata Qonita (21 tahun), mahasiswi dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Pada 30 April 2024 BandungBergerak.id memuat berita tentang rencana Pemerintah Kota Bandung yang akan menerapkan Braga Free Vehicle sebagai salah satu langkah strategis pemerintah untuk mengurangi kemacetan di Kota Bandung. Pj Walikota Bambang Tirtoyuliono yakin Braga Free Vehicle bisa jadi daya tarik pariwisata melalui komunitas/budaya lokal.
Semangat dari hari bebas kendaraan atau kawasan bebas kendaraan adalah untuk mengurangi pencemaran udara dari gas buang kendaraan bermotor. Program ini harus didukung dengan terintegrasinya transportasi publik dari seluruh wilayah Bandung ke Braga agar masyarakat bisa mengakses transportasi umum, bukan tetap pakai kendaraan pribadi.
Yang terjadi sebaliknya, warga atau pengunjung tetap berkendara ke arah Braga, lalu sibuk mencari tempat parkir yang sebisa mungkin tak jauh dari Braga. Pemerintah pun sibuk menyiapkan kantung-kantung parkir di sekeliling kawasan sekitar Braga dan alun-alun. Kepadatan lalu lintas yang biasa memadati Jalan Braga berpindah ke wilayah-wilayah lain di sekitar jalan kota tua itu.
"Dari hari Sabtu kemarin ramai sekali pengunjung, mereka semua jalan kaki ke Braga, tapi kendaraan mah tetap saja parkir di area-area parkir di luar Braga panjang, seperti di Braga pendek, Naripan, Cikapundung, basement alun-alun, sama di eks Palaguna," kata seorang petugas parkir di Braga pendek yang enggan disebut namanya.
Ia mengatakan, tidak ada perbedaan berarti antara Braga Free Vehicle ataupun hari-hari biasa. Kawasan Braga selalu ramai setiap harinya.
“Bedanya sekarang nggak ada kendaraan yang lewat aja. Kalau dari jumlah kendaraan yang parkir nggak ada bedanya mau itu bebas kendaraan atau hari-hari biasa, tetap penuh,” kata juru parkir tersebut.
*Foto dan Teks: Prima Mulia
COMMENTS