• Foto
  • Kabar dari Para Penyintas

Kabar dari Para Penyintas

Mereka berhasil lolos dari gelombang kedua varian delta yang terjadi tahun lalu. Kini mereka kembali berhadapan dengan gelombang omicron.

Fotografer Prima Mulia13 Maret 2022

BandungBergerak.idEuis Herawati, penyintas Covid-19 varian delta tahun 2021, tampak sehat dan bugar di rumahnya, Bandung, Rabu (9/3/2022). Padahal ia masuk golongan lansia, usianya sudah 76 tahun. Di saat gelombang mematikan melanda Bandung, Euis pun terinfeksi Covid-19 dan tidak kebagian ruang rawat inap rumah sakit.

Pada tahun suram pagebluk itu Euis terpaksa harus isolasi mandiri di rumahnya dan mendapat kunjungan tetap petugas Puskesmas. Seluruh pusat layanan kesehatan di Bandung dan umumnya di Indonesia lumpuh pada puncak gelombang kedua Covid-19 sepanjang Juni 2021. Tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit rata-rata mencapai 100 persen.

Tetapi pagi itu Euis ditemani matahari pagi yang menyinari halaman rumahnya. Mata kelabunya menerawang masa-masa sulit pagebluk tahun lalu.

"Dari siang hari sampai lewat tengah malam saya diantar anak-anak keliling Bandung mencari rumah sakit yang kosong, tapi tidak dapat. Akhirnya kembali ke rumah saja, isolasi mandiri di rumah dengan pengawasan berkala petugas dari Puskesmas. Saya waktu itu sudah ikhlas, setiap saat pengumuman duka cita berkumandang dari masjid, kapan pun dipanggil Yang Maha Kuasa saya ikhlas,” ujar Euis.

Penyintas lainnya, Atih Riwayati (78 tahun), tersenyum lebar saat ditemui di kediamannya. Ia masih ingat saat saya datang meliput bersama petugas Puskesmas bulan Juni 2021. Waktu itu saya ikut petugas yang melakukan pemeriksaan dari rumah ke rumah pasien positif Covid-19 yang dipaksa isolasi mandiri karena BOR rumah sakit rata-rata sudah 100 persen, bahkan lebih.

Atih tampak sehat dan ceria. Ia melangkah pelan dengan bantuan alat jalan. Lalu duduk di ruang tengah rumahnya. Sebuah tabung oksigen tersimpan di belakang kursi. "Dulu ingat nggak ibu ada di kamar itu," katanya sambil menunjuk kamar tidur tempat isolasi mandiri setahun yang lalu.

"Waktu itu ibu kena Covid, lalu dibawa ke rumah sakit, tapi nggak betah dirawat dan diisolasi di rumah sakit, pokoknya minta pulang. Ibu bilang sama anak-anak, ibu mau pulang, kalau pun harus mati ibu ingin mati di rumah sendiri," kata Atih.

Keinginannya dipenuhi, Atih memilih untuk isolasi mandiri di rumahnya. Dengan pengawasan petugas Puskesmas yang datang berkala atau bisa dipanggil saat ada keluhan darurat.

Hal senada diungkapkan oleh Herlina Ekawati (49 tahun) dan anaknya yang berusia 17 tahun, Vio Manulang. Mereka bertiga harus isolasi mandiri sampai lebih dari 2 pekan di rumah kontrakan yang sempit. Petugas Puskesmas dengan telaten memantau kondisi mereka.

"Saya tak bisa berdagang dulu waktu itu, bapaknya juga tak bisa kerja. Si Vio ikut terpapar dan kami harus isolasi mandiri di rumah kontrakan. Waktu itu tidak ada rumah sakit yang bisa menampung pasien Covid lagi," kata Herlina.

Saat ini, Herlina dan anaknya Vio tampak bugar dan bersemangat. "Bapak lagi kerja, Vio sekolah daring dari rumah, dan saya sudah berdagang lagi seperti semula. Semoga semuanya kembali normal seperti dulu-dulu," katanya.

Kisah 5 penyintas Covid-19 di atas tinggal di Kelurahan Merdeka, Kota Bandung. Mereka berhasil melewati masa-masa sulit saat serangan gelombang ke-2 pandemi Covid-19 yang disebabkan varian delta.

Pada gelombang ke-2 pandemi tersebut, beberapa permukiman di kelurahan Merdeka menjadi klaster penularan. Semua akses keluar masuk ditutup bagi warga yang bukan penghuni. Tak sedikit warga yang meninggal dunia terpapar varian delta yang lebih mematikan dibanding varian omicron yang saat ini mewabah. Berkat kesigapan dan ketelatenan petugas medis dari Puskesmas Tamblong, banyak warga bergejala yang terpaksa isolasi mandiri di rumah bisa terpantau kondisi kesehatan dan progres pengobatannya. Begitu layanan Covid-19 di rumah sakit lumpuh, Puskesmas langsung mengambil inisiatif untuk melakukan parawatan warga yang positif dari rumah ke rumah.

Sepanjang Juni sampai Juli 2021, semua IGD rumah sakit di wilayah Bandung Raya tak lagi menerima pasien Covid-19. Seluruh fasilitas kesehatan lumpuh, sementara pasien terpapar terus mencetak rekor tertinggi setiap harinya. Berbanding lurus dengan angka kematian harian yang terus menorehkan rekor demi rekor. Masa ini menjadi yang terburuk bagi Indonesia dalam menanggulangi pagebluk.

LaporCovid-19 memaparkan angka kematian yang terlacak di luar rumah sakit terus meningkat, termasuk kematian pasien saat sedang melakukan isolasi mandiri. Sepanjang Juni sampai tanggal 9 Juli 2021, terdapat 368 nyawa melayang. Tak bisa mengakses fasilitas kesehatan adalah salah satu faktor utama kematian.

Jawa Barat jadi provinsi dengan kasus kematian terbanyak, yaitu 128 orang meninggal dunia. Minimnya pasokan oksigen dan jumlah tenaga kesehatan di rumah sakit yang terus berkurang, jadi faktor lain yang membuat fasilitas kesehatan kolaps. Tenaga kesehatan tersebut berkurang karena terpapar dan harus menjalani isolasi mandiri.

Saya senang bisa bertemu lagi dengan Euis Herawati, Atih Riwayati, Herlina Ekawati, dan Vio Manulang, dalam situasi yang lebih baik. Semoga sehat-sehat selalu, mengingat pandemi belum berakhir. Saat ini gelombang ke-3 Covid-19 varian omicron masih terus menular ke segala penjuru negeri.

Teks dan foto: Prima Mulia

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//