• Nusantara
  • Pengajuan Gelar Pahlawan Nasional Ali Sastroamidjojo Tertunda hingga 2022

Pengajuan Gelar Pahlawan Nasional Ali Sastroamidjojo Tertunda hingga 2022

Penganugerahan gelar pahlawan nasional Ali Sastroamidjojo harus ditunda karena terkendala persyaratan administratif.

Perdana Menteri RI Ali Sastroamidjojo saat berkunjung ke RRC. (Dok Museum Konferensi Asia Afrika)

Penulis Boy Firmansyah Fadzri30 Juli 2021


BandungBergerak - Bagi warga kota Bandung, nama Ali Sastroamidjojo tidaklah asing. Ia adalah orang yang berjasa memperkenalkan Bandung ke mata dunia melalui Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang digelar 1955. Saat KAA berlangsung, Ali Sastroamidjojo berperan sebagai penggagas sekaligus Ketua Umum KAA.

Konferensi yang dihadiri 29 perwakilan negara Asia-Afrika tersebut melahirkan sepuluh poin hasil Konferensi Bandung: Dasasila Bandung yang berisi pesan perdamaian dunia di tengah kecamuk Perang Dingin antara Blok Sekutu vs Blok Komunis. Di tengah persaingan dua blok yang berpotensi memicu perang nuklir, Konferensi Asia Afrika menginisiasi Gerakan Non-blok.

Terkini, nama Ali Sastroamidjojo tengah diusulkan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah kepada Kementerian Sosial, untuk mendapatkan anugerah pahlawan nasional atas sepak terjang dan dedikasinya semasa hidup. Mekanisme pengajuan anugerah pahlawan nasional dapat diusulkan oleh siapa saja secara tersistematis mulai dari tingkat pemerintah kota/kabupaten, provinsi hingga pemerintah pusat.

Perkembangannya, usulan tersebut telah memasuki tahap pendalaman oleh Tim Penilai dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD). Kementerian Sosial melalui Direktur Kepahlawanan dan Restorasi Sosial (K2KRS), Murhardjani, mengatakan pihaknya berharap dokumen dan persyaratan usul kepahlawanan Ali Sastoamidjojo segera dilengkapi.

“Dalam hal ini dinas sosial provinsi Jawa Tengah untuk melengkapi dokumennya agar segera bisa kami terima,” ujar Muhardjani dalam sesi Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional Ali Sastroamidjojo yang diselenggarkan Badan Pengkaji dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kemenlu, Jumat (30/7/21).

Berdasarkan hasil seminar tersebut, penganugerahan gelar pahlawan nasional Ali Sastroamidjojo harus ditunda hingga tahun 2022 karena terkendala persyaratan administratif. Keputusan itu diambil mengingat waktu pengusulan telah melewati batas waktu yang telah ditentukan oleh Kemensos. Sehingga, pembahasan terkait usulan tersebut akan ditindaklanjuti di tahun berikutnya.

“Berdasarkan surat Direktur K2KRS, Kementerian Sosial, berkas usulan calon pahlawan nasional paling lambat diusulkan pada Minggu ke-2 bulan April 2021, usulan yang masuk lebih dari batas waktu yang ditentukan, akan diproses tahun selanjutnya,” kata Murhardjani.

Meski begitu, Murhardjani tidak dapat menjamin penganugerahan gelar pahlawan kepada Ali Sastroamidjojo akan terwujud. Secara prosedur kewenangan Kemensos hanya sampai pada tahap pengusulan kepada Presiden Republik Indonesia melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.

“Selanjutnya kewenangan untuk penganugerahan gelar pahlawan nasional adalah hak prerogatif Presiden,” tambah Murhardjani.

Baca Juga: Geografi Ingatan (17): Membaca di Kolong Mesin
NGULIK BANDUNG: Potret Pandemi Flu Spanyol di Bandung 1918-1919 (1)
Konferensi Asia Afrika dan Sukarno di Mata Pram
Konferensi Asia Afrika, Paul Tedjasurja, dan Buruknya Pengarsipan Kita
Konferensi Asia Afrika 1955, Kisah Genteng Bocor Gedung Merdeka dan Mobil Pinjaman

Sepak Terjang Ali Sastroamidjojo

Ali Sastroamidjojo lahir 21 Mei 1903, di Grabag, Magelang. Ia salah satu anak bangsa terbaik, terutama dalam bidang diplomasi internasional dan pemerintahan. Karier politiknya mulai moncer kala menukangi jabatan baru sebagai Wakil Menteri Penerangan pertama pada 1945. Selanjutnya, berbagai jabatan dalam kabinet pemerintahan Indonesia pernah ia emban, mulai dari Menteri Pendidikan hingga Perdana Menteri. Ia tercatat sebagai Perdana Menteri Indonesia ke-8.

Di kancah dunia, namanya mulai dikenal ketika menjadi Wakil Ketua Delegasi Indonesia dalam pertemuan dengan Belanda pada 1948. Ia juga salah satu delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar. Ia sering ditugaskan pemerintah Indonesia sebagai duta negara di Amerika, Kanada, Meksiko, termasuk menjadi perwakilan Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-bangsa pada 1957 hingga 1960.

Hasjim Djalal pertama kali mengenal Ali Sastroamidjojo melalui berita di surat kabar. Saat itu Hasjim duduk di bangku sekolah tinggi. Konferensi Asia-afrika pada 1955 menjadi salah satu pengalaman paling berkesan bagi hidup Hasjim Djalal, terutama kala mengingat sosok Ali Sastroamidjojo.

Saat mengenyam pendidikan di Akademi Dinas Luar Negeri di Jakarta, Hasjim Djalal diminta ambil bagian dalam KAA sebagai tenaga muda.

“Pada waktu itu saya sangat berbahagia. Hal ini kemudian sangat berpengaruh bagi saya pribadi terutama waktu saya ditugaskan sebagai diplomat di wilayah Afrika Barat,” ujar Hasjim Djalal, saat menghadiri Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional Ali Sastroamidjojo, Jumat (30/7/21).

Sebagai sesama diplomat, ia mengaku sangat terinspirasi oleh tokoh Ali Sastroamidjojo. Metode diplomasi yang telah dikembangkan Indonesia, terutama oleh Ali Sastroamidjojo diakuinya telah membukakan gerbang yang selebar-lebarnya bagi perkembangan diplomasi Indonesia.

Menurutnya, Ali Sastroamidjojo berperan besar dalam menjalin hubungan antara Indonesia dan negara-negara di sekitar samudera Pasifik dan samudera Hindia.

Hasjim Djalal mengatakan, sepak terjang Ali Sastroamidjojo sangat krusial dan bersejarah. Terutama dalam upaya mempertahankan sekaligus memperjuangkan kepentingan Indonesia di mata dunia. Oleh karena itu, ia menilai, Ali Sastroamidjojo layak dianugerahi gelar pahlawan nasional.

“Mengingat peranan beliau yang sangat penting dan bersejarah, maka kiranya wajarlah jika beliau diberikan gelar pahlawan Indonesia,” tutur Hasjim Djalal.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//