Bansos Kota Bandung lebih dari 90 Persen Disalurkan, Bagaimana Nasib Mereka yang Belum Menerima?
Terlepas dari adanya masyarakat yang tidak tertib administrasi, perlu diingat bahwa pandemi Covid-19 terjadi di luar ramalan dan kendali siapa pun.
Penulis Boy Firmansyah Fadzri8 September 2021
BandungBergerak.id - Pemerintah Kota Bandung maupun pusat telah merampungkan penyaluran bantuan sosial (bansos). Masalahnya, bagaimana dengan warga terdampak pagebluk Covid-19 yang tak tersentuh oleh bansos Pemkot Bandung maupun Pemerintah pusat?
Yadi, warga Bandung, sudah hampir dua tahun sejak pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia, tak lagi bisa mengais rejeki. Sebelumnya, Yadi adalah pelaku usaha jual-beli ponsel di kawasan pusat elektronik Bandung Elektronic Center (BEC).
Sudah empat belas tahun ia usaha di sana, pagebluk Covid-19 kemudian melahap semuanya: modal dan tabungannya. Di usia yang sudah tidak lagi muda, 51 tahun, Yadi kesulitan mencari perkerjaan lain untuk menyambung hidupnya. Hingga saat ini, ia menganggur.
“Sudah hampir dua tahun, gak usaha. Modal dan keuntungan semuanya habis karena pandemi,” ujar Yadi, yang tinggal di Blok Tempe, Kecamatan Bojongloa Kaler.
Bak jatuh tertimpa tangga, kala krisis ekonomi menimpa usahanya, sang istri meminta talak karena alasan ekonomi. Di usia pernikahan dua puluh tiga tahun, Yadi mesti rela ditinggal istrinya. Yadi dan istri dikaruniai tiga orang buah hati. Dua buah hatinya masih bersekolah sebagai siswa sekolah menengah pertama dan siswa sekolah dasar. Sementara si sulung berkerja sebagai buruh di salah satu kedai ayam geprek di kawasan Baladewa, Bandung.
Yadi kini menumpang tinggal di rumah kakaknya di Blok Tempe. Ironisnya, sebagai penganggur karena terdampak pandemi, hingga kini Yadi tak kunjung mendapatkan bantuan apa pun dari pemerintah pusat maupun daerah. Padahal Bojongloa Kaler menjadi salah satu kecamatan yang menjadi prioritas distribusi bansos.
“Henteu abdi teu aya nanaon abdi mah. Pami ngajukeun mah atos paling payun. Pami nu dipengker kararenging, abdi mah teu aya nanaon,” ungkap pria berperawakan bongsor ini.
“Jangan dilihat perawakan saya yang gendut ini, jujur saya mah, dompet juga kosong. Tentu ada pengharapan bisa mendapatkan bantuan, terutama saya ingin kembali memulai usaha. Ada perasaan malu kalau ketemu mantan istri cuma sekadar nongkrong dan gak punya usaha,” tutup Yadi sambil menunjukkan isi dompetnya.
Warga Bandung lainnya, Ipah Hanipah, juga mengeluhkan kondisi yang sama. Ipah mengaku tidak pernah mendapatkan satu pun bansos yang dicanangkan pemerintah pusat maupun daerah. Padahal, Ipah juga telah mendaftarkan dirinya sebagai keluarga penerima manfaat. Hingga kini ia tak kunjung mendapatkan kepastian.
Ipah menggantungkan penghidupannya pada warung kecil berukuran kurang lebih dua setengah meter persegi. Tak banyak yang Ipah jual, kecuali kue-kue jajanan pasar, mie instan, dan rokok eceran. Usaha itu diteruskan Ipah dari sang ibu yang telah meritis warung sejak 1995.
Ia mengeluhkan minimnya pengawasan terhadap distribusi bantuan sosial. Menurutnya, hingga saat ini masih banyak warga yang belum menerima bansos, padahal beberapa masyarakat yang dinilai ekonominya lebih mampu justru menerima bansos.
“Harusnya mah ada yang ngawasain ya di lapangan, teh. Memastikan siapa yang layak menerima bantuan dan menjadi prioritas,” kata Ipah.
Baca Juga: Kesaksian Warga Terdampak Covid-19 Kota Bandung yang Belum Menerima Bansos
Skenario “PPKM Darurat dulu, Bansos kemudian†Dinilai tak Tepat
Belum Rencana Pendataan Baru
Belum ada sinyal dari Pemkot Bandung maupun pemerintah pusat mengenai rencana pendataan kembali terhadap warga terdampak pagebluk. Pemkot Bandung merilis data bahwa penyaluran bansos berupa uang sebesar 500.000 Rupiah selama masa PPKM Level 4 dan Level 3 telah mencapai 99,62 persen. Bansos dari pemerintah pusat juga telah lebih dari 90 persen tersalurkan.
Kapala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung, Tono Rusdiantono mengatakan, total keluarga penerima manfaat (KPM) bansos Kota Bandung sebanyak 59.459 keluarga, dari target 60.000 keluarga. Dana bansos bersumber dari Belanja Tidak Terduga (BTT) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bandung.
Terdapat 306 keluarga yang urung mendapatkan bantuan karena beragam faktor. Mereka batal menerima bansos dikarenakan berbagai hal: meninggal dunia, pindah domisiili, tidak ada di tempat, terdaftar sebagai penerima manfaat bantuan sosial Kementerian Sosial atau terdaftar di dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan kepemilikan identitas ganda baik Nomor Induk Kependudukan maupun Kartu Keluarga.
Anggaran bagi keluarga penerima manfaat yang dibatalkan karena beberapa faktor tersebut telah diserahkan kembali kepada Kas Kota Bandung.
“Jadi bisa saya katakana penerima bansos 2021 ini InshaAllah akurat,” ujar Tono Rusdiantono, jumpa pers Bandung Menjawab, Selasa (7/9/2021).
Bantuan sembako dari pemerintah pusat yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) Kementerian Sosial pun dinyatakan telah rampung didistribusikan kepada 64.852 KPM atau setara dengan 100 persen dari target KPM yang telah tercatat pada daftar keluarga penerima bantuan DTKS.
Selain itu, Bantuan Sosial Tunai sebesar Rp 300 ribu per kepala keluarga yang bersumber dari APBN telah disalurkan kepada 62.106 keluarga penerima manfaat atau setara 98 persen dari target 63.317 KPM. Begitu juga bantuan sembako berupa beras 10 kilogram dan 5 kilogram telah diserahkan Bulog kepada lebih dari 95 persen KPM.
“Alhamdulillah untuk bantuan di Kota Bandung, mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah kota tidak mengalami permasalahan berarti, juga target capaiannya sudah lebih dari 90 persen rata-rata,” ujar Tono.
Tono Rusdiantono menjelaskan, persoalan distribusi bantuan sosial ini memang sangat bergantung pada pemutakhiran data-data kependudukan yag sangat dinamis. Namun, bukan berarti Pemkot Bandung akan berkompromi pada kesalahan-kesalahan yang terjadi di lapangan.
Tono mengklaim pihaknya sangat teliti dalam melakukan verifikasi data yang diperolehnya dari perangkat pemerintahan di tingkat kewilayahan.
“Jadi jangan berpikir bansos ini kami berikan kepada sembarang orang. Salah sasaran juga kami akan ambil lagi bantuannya, kami akan kerja karena kita akan membuatkan berita acara. Bukan berarti tidak ada pengawasan dari BPK dan tidak menutup kemungkinan juga oleh KPK,” kata Tono.
Tono berharap masyarakat tertib administrasi terutama menyoal data kependudukan yang akurat dan lengkap sehingga dapat memudahkan pihaknya untuk menelusuri dan memverifikasi calon-calon keluarga penerima manfaat. Ia berharap masyarakat lebih proaktif kepada perangkat kewilayahan untuk mendapatkan bantuan sosial apapun.
“Buatlah identitas kependudukan yang akurat dan selengkap-lengkapnya. Untuk masyarakat yang ingin menerima bantuan bisa hubungi pejabat kewilayahan. Banyak masyarakat yang leha-leha tidak mau mencari informasi, ya, akhirnya sulit mendapatkan bantuan,” katanya.
Tono belum bisa memastikan adanya kuota penambahan bansos di kemudian hari, terlebih hingga saat ini belum ada instruksi yang diberikan oleh pimpinannya.
“Terkait, tambahan kuota di kemudian hari saya tidak bisa menjawab. Baiknya ditanyakan langsung kepada pak Wali dan Wakil Wali kota Bandung saja. Atau minimal bisa tanyakan ke pak Sekretaris Daerah,” tutupnya.
Terlepas dari adanya masyarakat yang diduga tidak tertib administrasi, namun perlu diingat bahwa pandemi Covid-19 terjadi di luar ramalan dan kendali siapa pun. Masyarakat Bandung, bahkan masyarakat dunia, tidak disiapkan untuk menghadapi bencana global pandemi yang tak mengenal administrasi.
Di lapangan, tidak sedikit mereka yang layak menerima bantuan namun tak kunjung mendapatkannya. Ipah dan Yadi adalah salah dua dari warga Bojongloa Kaler yang hingga kini masih menunggu bantuan untuk menyambung hidup.