• Opini
  • Pos Pancana: Antisipasi Covid-19 di Area Bencana Alam

Pos Pancana: Antisipasi Covid-19 di Area Bencana Alam

Situasi pandemi Covid-19 tak menghentikan potensi bencana alam di Indonesia. Tercatat 1.677 kejadian bencana alam hingga awal Agustus 2021 di Indonesia. 

Tasya Wijaya

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan.

Warga mengungsi di pos pengungsian akibat banjir luapan Sungai Citarum di Kabupaten Bandung, Selasa (25/5/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

8 September 2021


BandungBergerak.idGunakan masker, hindari kerumunan, pakai hand sanitizer, tidak boleh keluar rumah; kira-kira seperti itulah berita-berita masa kini yang tak lepas dari topik Covid-19. Maraknya penyebaran virus corona membuat kita semua lebih memperhatikan berita dampak pandemi, tak sedikit berita-berita lain di luar topik Covid-19 yang tertutup atau terabaikan, walaupun tak kalah pentingnya. Contohnya, berita bencana alam.

Situasi pandemi Covid-19 tentu tak menghentikan potensi bencana alam di Indonesia, baik bencana yang merugikan manusia maupun lingkungan. Secara geologi, Indonesia berada di antara dua lempeng tektonik dunia yang terus bergerak aktif. Indonesia juga masuk pusaran Cincin Api Pasifik.

Kondisi geologis itu nyaris membuat setiap penjuru di Indonesia tak lepas dari ancaman bencana, mulai gempa bumi, banjir, longsor, letusan gunung api, kebakaran hutan, dan lain-lain.

Tercatat 1.677 kejadian bencana alam dari Januari hingga awal Agustus 2021 di Indonesia. Bencana alam yang paling banyak terjadi adalah banjir sejumlah 676 kejadian, urutan kedua ada puting beliung dengan 452 kejadian, dan disusul tanah longsor, kebakaran hutan, gempa bumi, dan lain-lain.

Tak sedikit korban jiwa dari bencana tersebut, 69 orang dinyatakan hilang dan 501 orang meninggal dunia. Bencana-bencana tersebut paling banyak terjadi di Jawa Barat, provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Hal ini menunjukkan Indonesia harus terus waspada terhadap bencana alam yang akan terjadi ke depannya.  

Di masa sekarang ketika pandemi Covid-19 sedang marak-maraknya, sejumlah aktivitas masyarakat dihentikan, termasuk pembangunan. Kita tidak tahu kapan pandemi berakhir dan bisa saja untuk kedepannya virus ini akan terus hidup berdampingan dengan manusia. Tidak ada yang pasti dari situasi saat ini.

Di lain sisi, kebutuhan masyarakat terus meningkat, tak mengenal situasi pandemi ataupun bencana alam. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kita tetap harus bergerak dan berkembang. Tak terkecuali pembangunan yang dalam praktiknya dibarengi protokol kesehatan.

Teknik sipil bergerak di bidang konstruksi yang memiliki fungsi memenuhi kebutuhan infrastruktur masyarakat. Infrastruktur tersebut bukan hanya gedung-gedung tinggi, jembatan, bendungan, dan lain-lain, melainkan juga infrastruktur untuk warga yang terkena bencana alam, yaitu pos pengungsian.

Kita memang tak bisa lepas dari bencana alam, yang kita bisa adalah menghindari atau mengurangi dampak dari bencana alam tersebut. Dalam menangani hal tersebut, ada dua cara yang bisa dilakukan, yaitu prabencana dan pascabencana. Prabencana yaitu sebelum bencana terjadi kita dapat mengurangi risiko dengan cara memperkuat bangunan-bangunan sehingga bangunan dapat berdiri kokoh dan dapat menahan goncangan ataupun tantangan dari bencana alam, khususnya gempa bumi. Sedangkan pascabencana yaitu penanganan setelah terjadinya bencana, salah satunya, pembangunan pos-pos pengungsian.

Pos pengungsian masyarakat merupakan tempat di mana warga terkena bencana dapat tinggal sementara. Pembangunan pos pengungsian memang menjadi salah satu solusi dari dampak terkena bencana alam. Pos pengungsian dapat berupa tenda ataupun bangunan rumah tanpa ada sekat kamar. Pos ini biasanya difasilitasi dengan air minum dan tikar untuk tidur.

Pos tersebut juga biasanya menjadi tempat penampungan bantuan, seperti baju-baju layak pakai dan sebagainya, sumbangan masyarakat yang tersentuh untuk membantu korban bencana alam. Hal tersebut membuat pos pengungsian menjadi ramai dan berkerumun. Mengingat keadaan pandemi saat ini, pos pengungsian pun memerlukan inovasi dengan pendekatan protokol kesehatan.

Baca Juga: Ketahanan Bencana ala Warga +62
Dampak Bencana Perubahan Iklim Diperkirakan Lebih Dahsyat dari Pandemi Covid-19
Upaya Mengurangi Risiko Bencana Geologi dengan SMS
Kentungan untuk Kesiapsiagaan Bencana di Bandung

Pos Pancana

Pos Pancana singkatan dari pos pandemi bencana, sebagai pos pengungsian bagi warga yang terkena bencana alam tetapi tetap memenuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Pos dengan konsep prokes ketat ini sedikit berbeda dari pos pengungsian biasanya.

Pada masa pandemi, pos pengungsian yang didirikan perlu memerhatikan jarak dan kapasitas untuk menghindari kerumunan. Pos Pancana hadir untuk menekankan angka Covid-19 di aera pengungsian.

Dengan pos pancana, masyarakat mendapatkan fasilitas pengungsian sekaligus mengantisipasi penyebaran Covid-19. Konsep pos pancana berangkat dari sifat virus sendiri yang tak kasat mata. Kita tidak tahu keberadaan virus tersebut, bisa saja virus itu berada di sekitar warga yang terkena bencana alam, maka dari itu lebih baik kita menghindari penyebarannya dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. 

Kita harus menekan penyebaran virus tetapi kita tidak bisa mengabaikan kebutuhan masyarakat terutama saat terkena bencana alam. 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//