• Berita
  • Klaim Positif Layanan Pertanahan ketika Marak Sengketa Lahan di Kota Bandung, Salah Satunya Dago Elos

Klaim Positif Layanan Pertanahan ketika Marak Sengketa Lahan di Kota Bandung, Salah Satunya Dago Elos

Gugatan terhadap warga Dago Elos terjadi pada 2016. Penggugat adalah Heri Hermawan Muller cs dan pengembang PT Dago Intigraha.

Warga dan anak-anak di depan spanduk perlawanan Dago Elos, Bandung, Selasa (30/6/2022). Tanah Dago Elos dahulu tanah milik kolonial, sekarang milik rakyat yang menempatinya. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana9 September 2022


BandungBergerak.idTanah sengketa, sertifikasi tanah, dan penggusuran menjadi persoalan serius di Kota Bandung. Terkini, banyak warga yang terkena atau terancam penggusuran. Mulai dari Dago Elos, Anyer Dalam, Jalan Laswi, dan sejumlah warga yang tinggal di bantaran kali.

Rata-rata warga yang bersengketa terganjal masalah legalitas atau surat-surat tanah. Kedudukan mereka lemah, namun mereka sudah mendiami tanah mereka bertahun-tahun sehingga peraturan perundangan sebenarnya menjamin bahwa mereka bisa memiliki tanah tersebut.

Tetapi aturan di atas kertas tidak berbanding lurus dengan kenyataan di lapangan. Warga Dago Elos yang sudah berpuluh-puluh tahun tinggal di tanah bekas milik kolonial, kini menghadapi gugatan dari pihak yang mengklaim ahli waris dengan sokongan pengembang.

Sebagian warga Dago Elos telah memiliki sertifikat atas tanahnya, yang lainnya masih mengurus ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung. Tetapi mengurus sertifikat untuk lahan sengketa tidak mudah. Walau warga Dago Elos sampai harus demonstrasi ke BPN Kota Bandung, namun legalisasi tanah mereka sulit didapat.

Klaim Positif Pemerintah

Baru-baru ini, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto, mengunjungi Kantor Pertanahan dan Kantor Wilayah ATR/BPN se-Jawa Barat dalam rangka pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat Jawa Barat sebanyak 2.500 sertifikat.

“Saya meninjau dan memastikan Kantor Pertanahan sudah nyaman untuk melayani PTSL, sertfikat, dan pelayanan rutin lainnya,” ujar Hadi, di Bandung, dalam siaran pers, Rabu (8/9/2022).

Hadi mengklaim, saat ini pelayanan urusan pertanahan dan agraria menunjukkan tren positif. Ia juga menyebut saat ini masyarakat sudah bisa mengakses informasi pertanahan di kantor pertanahan.

Hadi meminta seluruh kantor pertanahan di Jawa Barat mendorong percepatan program reforma agraria, sehingga agar cepat terealisasi.

Menurutnya, ada 10,2 juta rakyat Indonesia mengandalkan hidupnya dari sumber daya hutan yang membutuhkan legalitas. Karena itu, BPN diminta cepat bergerak melayani kebutuhan legalitas tanah rakyat.

“Oleh sebab itu segera lakukan percepatan, sehingga masyarakat memiliki kepastian hukum," katanya. "Bahwa tanah yang mereka duduki bersertifikat. Sehingga mereka berhak menggarap di tempat yang ia duduki,” Hadi.

Sengketa Tanah di Bandung

Pemerintah boleh mengklaim bahwa layanan pertanahan di Kantor BPN dalam tren positif, meskipun faktanya di lapangan berbeda. Di Kota Bandung, Pemkot telah membuka program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Masyarakat yang belum memiliki sertifikat tanah agar mendaftar ke program ini.

Terlebih Bandung memiliki persoalan pelik di bidang tanah ini, dengan potensi sengketa yang tinggi. Ini terlihat dari jumlah data tanah yang masuk ke dalam pendataan BPN, Data Siap Elektronik. Dari 513.058 bidang tanah terdaftar di Kota Bandung, baru 31 persen yang termasuk dalam Data Siap Elektronik. Artinya, baru 163.280 bidang tanah sudah siap elektronik, sementara sisanya, 349.778 bidang tanah, belum siap karena bermasalah dari sisi administrasi dan persyaratan lainnya.

Pada 2023 mendatang, BPN Kota Bandung menargetkan pendataan tanah sudah 100 persen. Bahkan tahun ini, BPN Kota Bandung menargetkan validasi tanah di Kota Bandung mencapai 100 persen.

Bagaimana target BPN Kota Bandung bisa tercapai? Berikut ini adalah sengketa pertanahan di Bandung yang sudah terjadi dan yang masih bersengketa, satu di antaranya Dago Elos:

12 Desember 2019

Penggusuran proyek Rumah Deret Tamansari. Penggusuran diawali sengketa lahan antara warga Tamansari dan Pemkot Bandung. Rangkaian penggusuran Tamansari terjadi sejak 2017 dan puncaknya pada 12 Desember 2019. Proyek rumah deret dikembangkan di era Wali Kota Ridwan Kamil dan dilanjutkan oleh Oded M Danial (almarhum), lalu kini proyek rumah deret kembali dilanjutkan Wali Kota Bandung Yana Mulyana.

18 November 2021

Penggusuran rumah warga di Jalan Anyer Dalam, Kota Bandung. Sedikitnya 25 rumah dibongkar secara paksa. Penggusuran dilatarbelakangi sengketa warga yang mendiami tanah di Jalan Anyer Dalam puluhan tahun lalu dengan PT. KAI. Penggusuran terjadi di saat warga melakukan gugatan hukum di PN Bandung.

Maret 2022

Warga yang tinggal di pinggiran kali kawasan Gumuruh melakukan pembongkaran sendiri rumahnya. Mereka telah lama menempati bantaran sungai Cikapundung Kolot, kelurahan Gumuruh, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung. Pembongkaran dilakukan dalam rangka program penertiban permukiman di bantaran kali oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung yang dilakukan sejak 7 Maret 2022.

Juli 2022

PT KAI mengosongkan paksa rumah yang didiami warga di Jalan Laswi. Warga telah tinggal di rumah tersebut berpuluh tahun dan rutin membayar PBB.

Awal 2022

Muncul proyek infrastruktur jalan layang Ciroyom yang akan memakan rumah dan pertokoan di kawasan Jalan Arjuna dan Ciroyom. Warga menilai sosialisasi rencana pembangunan ini minim dan mendadak.

Jalan layang Ciroyom direncakan akan dibangun sepanjang 700 meter dengan model berputar dari arah kawasan Jalan Arjuna ke Ciroyom. Imbasnya, ratusan kios pedagang pasar dan rumah warga akan terdampak penggusuran.

Dalam peta perencanaan pembangunan, akan ada dua kelurahan yang terkena dampak. Kelurahan Ciroyom, yang masuk dalam peta sementara adalah RW 8, RW 9 dan RW 4. Lalu, ada Kelurahan Husein Sastra Negara, yakni RW 04.

Di sepanjang kawasan Ciroyom ada ratusan pedagang, mulai dari pedagang pisang, beras, pedagang ayam potong, pedagang besi, hingga las. Sementara di RW 04 Kelurahan Husein sepanjang jalan Arjuna, berjejer toko-toko semi permanen yang menjajakan alat-alat baju seragam TNI dan kegiatan luar ruangan. Ada juga beberapa toko dan rumah tinggal yang sedang dibangun.

Baca Juga: Dago Elos dalam Angka, Warisan Kolonial Merongrong Warga
Dago Elos Melawan: Nepi Sabubukna
Perjuangan Warga Dago Elos Terhalang Birokrasi

Dago Elos Digugat 2016

Gugatan terhadap warga Dago Elos terjadi pada 2016. Penggugat adalah Heri Hermawan Muller cs yang mengklaim ahli waris dari Eduar Muller yang disebut pemilik tanah Eigendom Verponding (bukti kepemilikan tanah zaman Belanda) di kawasan Dago Elos.

Keluarga Muller memberikan kuasa kepada kuasa hukum dari PT Dago Intigraha (sebagai penggugat IV), berkedudukan di Jalan Astanaanyar, Nomor 340, RT 002, RW 003, Kelurahan Pelindung Hewan, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, milik Jo Budi Hartanto.

Keluarga Muller melalui PT Dago Intigraha menggugat warga Dago Elos yang terdiri dari 335 orang yang tinggal di Kampung Cirapuhan dan Dago Elos RW 1, RW 2, dan RW 3. Tak hanya itu, pemerintah juga turut tergugat dalam kasus ini melalui sejumlah asetnya berupa tanah dan perkantoran, yaitu Kantor POS dan Giri, dan Terminal Dago.

Dalam berkas gugatan disebutkan, PT Dago Intigraha menggugat Pemerintah RI c.q. Pemprov Jawa Barat, c.q. Pemkot Bandung c.q. Kepala Dinas Perhubungan c.q. Kepala Terminal Dago. Meski terdapat aset pemerintah, tetapi sejauh ini tidak terlihat ada upaya dari pemerintah untuk turut berjuang bersama warga Dago Elos.

Pada putusan kasasi, penggugat (keluarga Muller) dinyatkaan tidak berhak mengalihkan ataupun mengoperkan objek sengketa kepada PT Dago Intigraha dan mempersengketakan objek yang statusnya sudah dikuasai negara.

Tetapi putusan hakim kasasi ini kemudian bertolak belakang dengan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung yang menyatakan keluarga Muller atau PT Dago Intigraha sebagai pemenang gugatan. Padahal, LBH Bandung sebagai pengacara publik menyatakan tidak ada novum atau bukti baru yang dimiliki penggugat di dalam perkara Peninjauan Kembali di MA ini.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//