Pengembangan Desa Wisata Harus Mendengar Aspirasi Warga
Kajian ilmiah terkait desa wisata diperlukan untuk mendengar langsung apa yang seharusnya dibutuhkan masyarakat desa.
Penulis Iman Herdiana29 September 2022
BandungBergerak.id - Pemerintah menggaungkan desa wisata. Narasi ini muncul dari pemerintah pusat maupun daerah. Namun tajuk desa wisata perlu disikapi dengan kehati-hatian dan perencanaan yang matang. Bahkan narasi ini memerlukan kajian ilmiah agar program menjadi tepat sasaran.
Dosen Program Studi Magister Pariwisata Berkelanjutan Universitas Padjadjaran (Unpad), Awaludin Nugraha, mengatakan pengembangan desa wisata di Indonesia memerlukan kajian para akademisi serta dukungan pemerintah melalui regulasi yang kuat. Akademisi didorong melakukan kajian bagaimana seharusnya pengembangan desa wisata.
Kepala Pusat Studi Pariwisata Unpad tersebut mengatakan, pengembangan desa di Indonesia menjadi desa wisata akan mengalami benturan kuat. “Ini harus menjadi kajian yang serius,” ujar Awaludin Nugraha, dikutip dari laman Unpad, Kamis (29/9/2022), saat menjadi pembicara pada webinar “Unpad Tourism Day 2022” yang digelar Prodi Magister Pariwisata Berkelanjutan Unpad, Selasa (27/9/2022).
Kajian ilmiah terkait desa wisata diperlukan untuk mendengar langsung apa yang seharusnya dibutuhkan masyarakat desa. Selain itu, akademisi berperan dalam penguatan kapasitas sumber daya pariwisata, seperti peningkatan kapasitas bahasa asing, penguasaan kebudayaan asing, penguasaan teknologi infromasi dan legal, hingga pengetahuan mengenai bagaimana merawat fasilitas dan infrastruktur wisata yang tersedia.
Sementara dukungan pemerintah dapat dilakukan berupa mempersiapkan data potensi pariwisata, pemberian beasiswa pengembangan sumber daya kepariwisataan, membangun infrastruktur, hingga mendukung program pengabdian masyarakat yang dilakukan perguruan tinggi di desa.
Memiliki Potensi
Awaludin mengakui pengembangan desa wisata di Indonesia memiliki potensi besar dalam pemulihan ekonomi. Bahkan konsep desa wisata potensial ditawarkan ke mancanegara jika mampu dikelola dengan baik. Pasalnya, pengembangan pariwisata berbasis desa belum banyak dilakukan di banyak negara di dunia.
“Ini khasnya Indonesia, sesuatu baru yang bisa kita tawarkan ke internasional, apabila kita bisa mengelolanya dengan baik,” ungkapnya.
Awaludin mengatakan, konsep desa wisata makin menguat pascapandemi Covid-19. Hal ini didasarkan keyakinan bahwa pengembangan desa wisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Hal ini juga ditunjang kebijakan pemerintah untuk mengembangkan desa wisata sebagai upaya mengakselerasi kesejahteraan masyarakat desa.
Di sisi lain, konsep desa wisata belum sepenuhnya dipahami oleh pelaku wisata. Salah satunya adalah mengabaikan sifat dari pariwisata tersebut dari sisi administratif. Menurut Awaludin, pariwisata tidak mengenal batas wilayah, sedangkan desa wisata sangat dibatasi oleh batas kewilayahan.
Akibatnya, pengembangan desa wisata rawan berbenturan. Padahal, pengembangan desa wisata sangat mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Desa wisata seyogianya didorong memberikan distribusi yang adil, keuntungan adil, menciptakan kelayakan ekonomi, serta konsolidasi institusi sosial di desa.
Selain itu, lanjut Awaludin, masyarakat desa umumnya masih memaknai bahwa pariwisata masih sebatas ranah rekreasi. Awaludin menuturkan, masih banyak aspek di desa yang bisa dikembangkan menjadi pariwisata. Mulai dari wisata petualangan, ziarah, kuliner khas, hingga kepercayaan lokal dari desa tersebut.
“Di tempat lain ada medical tourism, bagaimana praktik dukun atau pengobatan herbal bisa disaksikan wisatawan. Ada pula wisata atraksi, teknik khas, ataupun nilai lokal yang belum tersentuh,” tambahnya.
Baca Juga: Bogor Timur dan Indramayu Barat Calon Kabupaten Baru di Jawa Barat
Angka Stunting di Indonesia tertinggi Ketiga di Asia, Bagaimana dengan Jawa Barat?
Pelaku Seni Jawa Barat sama dengan UMKM Perlu Stimulus Ekonomi
Desa Menghadapi Permasalahan Klasik
Indonesia memang memiliki potensi pariwisata. Begitu juga dengan Jawa Barat yang memiliki ribuan desa dengan destinasi pariwisata masing-masing. Hanya saja, desa-desa di Jawa Barat menghadapi persoalan klasik, yakni infrastruktur dan aksesibilitas.
Masalah tersebut misalnya dihadapi desa-desa atau destinasi wisata di Garut selatan. Daerah ini memiliki banyak destinasi unggulan, mulai dari Pantai Sayangheulang, Santolo, Rancabuaya, Cijeruk, sampai Sancang. Namun potensi tersebut memerlukan sokongan berupa infrastruktur dan aksesibilitas.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut Agus Ismail menuturkan, pengembangan destinasi di Jabar Selatan, khususnya Garut Selatan, membutuhkan perhatian yang cukup besar dari Pemda Provinsi Jawa Barat maupun pemerintah pusat.
“Kita berharap apa yang telah menjadi komitmen bersama kita, baik itu Pemerintah Kabupaten Garut dan Provinsi Jawa Barat termasuk juga Pemerintah Pusat terkait implementasi Perpres Nomor 87 Tahun 2021 itu (tentang Percepatan Pembangunan Kawasan Rebana dan Jabar Bagian Selatan) segera ditindaklanjuti,” kata Agus, dikutip dari siaran pers.
Menurutnya, salah satu upaya wisata Jabar Selatan adalah jalan Jabar Tengah-Selatan. Akses ini diharapkan mampu mendorong pergerakan orang ke potensi-potensi yang ada di wilayah selatan yang selama ini hanya menjadi sebuah potensi yang belum tergali.
Agus mengatakan, Pemda Kabupaten Garut pun terus berupaya meningkatkan aksesibilitas yang merupakan poin penting dalam pegembangan wisata.
“Kalau sudah bagus, bisa mendorong orang dan infrastruktur pendukung, atraksi dan kelengkapan pendukungnya. Ini yang kita dorong terus potensi meningkatkan potensi di Garut Selatan,” katanya.
Dalam pegembangan destinasi wisata, menurut Agus, Pemda Kabupaten Garut juga melakukan kolaborasi dengan berbagai komunitas, seperti Kelompok Gerak Pariwisata dan Kelompok Sadar Wisata.
“Ini salah satu elemen dalam pengembangan wisata, karena mereka nantinya memberikan edukasi kepada masyarakat. Kontribusi masyarakat juga penting, bagaimana membangun keamanan dan kenyamanan," ucapnya.
Agus berharap, peningkatan sektor pariwisata ini mampu mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat, karena sektor pariwisata dapat mendorong sektor-sektor lain, seperti UMKM dan pertanian, untuk terus berkembang.
Selain potensi wisata pantai, kata Agus, di sepanjang garis pantai Kabupaten Garut yang mencapai 75 kilometer, terdapat destinasi wisata lain seperti curug, situ, serta wisata alam lainnya.
"Panjang pantai 75 kilometer dari Kab. Cianjur (Cidaun) hingga Kab. Tasik (Cibalong), tujuh kecamatan perbatasan dengan pantai, punya potensi yang luar bisa, kita kembangkan juga desa wisata," ucapnya.
"Kita banyak akses ke selatan, bagaimana untuk mendorong wisata ke Jabar Selatan, perlunya infrastruktur, aksesibilitas, rawan bencana, perlunya perhatikan kondisi lingkungan. Ini tantangan kembangkan pariwisata Garut Selatan," imbuhnya.