• Berita
  • Bencana Banjir Mengepung Kota Bandung

Bencana Banjir Mengepung Kota Bandung

Musim hujan mulai getol mengguyur Bandung. Bencana banjir terjadi di mana-mana, mulai dari Gedung Sate maupun daerah langganan banjir seperti Terowongan Cibaduyut.

Kirmir TPU Sirnaraga ambrol di tepi Sungai Citepus, Bandung, Rabu (5/10/2022). 25 makam nyaris hanyut dan puluhan makam lainnya terancam longsor setelah hujan deras menjebol kirmir sungai yang membelah pemakaman tersebut. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Tim Redaksi7 Oktober 2022


BandungBergerak.idMemasuki musim hujan tahun ini, sejumlah wilayah di Kota Bandung kewalahan menghadapi tingginya volume air. Drainase yang sempit dan tak terawat, minimnya lahan resapan, dan padatnya tembok bangunan menjadi masalah utama.

Setidaknya sejak Senin-Rabu, 3-5 Oktober lalu, banjir melanda Cibaduyut, Pagarsih, Pasirkoja, Gedebage, meruntuhkan kirmir Sungai Citepus di permakaman Sirnaraga; bahkan bagian dari kompleks Gedung Sate tak luput dari sergapan banjir pada Selasa (4/10/2022) lalu.

Musim hujan juga menyebabkan pohon tumbang yang menimpa sedan mewah dan pagar 2 rumah di Jalan Maulana Yusuf, 5 Oktober 2022. Pohon peneduh berusia tua itu tumbang saat hujan lebat disertai angin. Tidak ada korban jiwa dalam perisitwa tersebut.

Dan musim hujan masih panjang. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah memperingatakan musim hujan tahun 2022/2023 dimulai sejak September hingga Januari 2023. Potensi bencana banjir dan longsor pun telah diperingatak pada musim hujan ini.

Kewalahan Dikepung Banjir

Bencana banjir di Kota Bandung datang lebih cepat di awal musim hujan tahun ini. Senin (3/10/2022) lalu, hujan deras yang melanda hampir di seluruh Kota Bandung menyebabkan titik terendah di Gedebage terendam. Lokasi banjir terutama terjadi di sekitar Pasar Induk Gedebage, Jalan Soekarno Hatta. Banjir di kawasan terendah Kota Bandung ini diperparah dengan hanyutnya sampah pasar. Jalanan pun penuh dengan air mirip comberan dan sampah.

Dampak banjir tersebut menimbulkan kemacetan total dari lampu merah Kiaracondong menuju ke Bundaran Cibiru. 

Kemudian Selasa (4/10/2022) Kota Bandung kembali diguyur hujan deras. Kali ini yang terendam adalah Terowongan Cibaduyut, perbatasan kota dan kabupaten Bandung. Daerah terowongan tol ini tidak pernah lolos dari banjir setiap musim hujan.

Salah seorang warga Cibaduyut, Rosadi (50) menjelaskan air selalu meluap dan menggenangi Terowongan Cibaduyut ketika hujan mengguyur wilayah Cibaduyut. Ia meyakini penyebab air naik ke jalanan karena hilangnya salah satu drainase karena pembangunan Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC).

“Bapak sudah lama di sini. Semenjak ada pembangunan kereta cepat di sini, salah satu irigasinya (drainase) ditutup permanen sama beton, sementara irigasi di sini jadi sedikit jumlahnya dan air yang datang dari wilayah atas itu semakin banyak. Akhirnya Terowongan Cibaduyut jadi makin sering banjirnya,” tutur Rosadi, kepada BandungBergerak.id, Kamis (6/10/2022).

Rosadi yang juga merupakan seorang pedagang, menyebut jumlah sumur resapan air di sekitar Terowongan Cibaduyut hanya ada satu, itu pun letaknya sedikit jauh dengan titik tergenangnya air di Terowongan Cibaduyut.

Baru-baru ini Pemerintah Kota Bandung telah mengontrol situasi sumur resapan. Pemkot berencana akan membangun dua sumur resapan lagi. Tetapi langkah nyatanya belum kelihatan.

Mendengar kabar tersebut, tentunya Rosadi senang. Menurutnya, keberadaan satu sumur resapan saja memang cukup membantu mengurangi banjir sana. Namun, ia juga berharap Pemkot Bandung tidak hanya sebatas melakukan pembangunan sumur resapan begitu saja tanpa melakukan pengawasan dan perawatan secara berkala.

Ia melihat sumur resapan yang ada kurang mendapatkan perawatan. Seharusnya sumur resapan dikontrol secara berkala. Saat ini ia yakin sumur resapan tersebut telah penuh oleh lumpur akibat intens curah hujan dan banjir.

“Kayak sumur resapan di sana, selama saya jualan di bawah jalur KCIC jarang sekali sumur itu diperiksa. Pasti dalamnya juga sudah hampir penuh sama lumpur. Jadi jangan sampai Pemkot itu meriksa kalau lagi ada bencana saja,” ungkapnya.

Baca Juga: Leluasa Memperdagangkan Burung Paruh Bengkok di Pasar Sukahaji
Yang Terjerat di Pasar Sukahaji
Bayang-bayang Aparat di Balik Praktik Perdagangan Satwa Dilindungi

Terowongan Cibaduyut, Jalan Raya Cibaduyut, Kota Bandung, Kamis (6/10/2022). Kolong jembatan tol ini kerap dilanda banjir kala musim hujan. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)
Terowongan Cibaduyut, Jalan Raya Cibaduyut, Kota Bandung, Kamis (6/10/2022). Kolong jembatan tol ini kerap dilanda banjir kala musim hujan. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Runtuhnya Kirmir di Sirnaraga

Hujan deras disertai angin kencang pada Rabu (5/10/2022) lalu membuat seorang pengrajin nisan di Sirnaraga, Endang (74) memutuskan untuk pulang ke rumah. Endang meninggalkan tempat pembuatan batu nisan di tengah Tempat Permakaman Umum (TPU) Sirnaraga.

Tidak lama berselang, ia mendengar kabar heboh dari warga sekitar bahwa salah satu tanggul penahan bibir sungai (kirmir) Citepus di Sirnaraga roboh akibat derasnya air hujan. Peristiwa ini menyebabkan kain-kain kafan yang melilit jenazah terlihat. Sebanyak 25 makam nyaris tergerus air sungai.

Endang lebih kaget lagi ketika mengetahui titik lokasi erosi. Pasalnya, peristiwa itu terjadi tepat di seberang tempatnya bekerja membuat batu nisan.

“Bapak waktu itu gak ada di tempat, lagi pulang ke rumah karena hujannya makin deras. Terus gak lama kemudian, warga di sana heboh katanya ada kirmir yang runtuh di Sirnaraga, bahkan ada jenazah yang sampai terseret derasnya arus sungai. Tapi waktu diperiksa, gak ada jenazah yang terbawa arus, cuman keliatan saja kain kafannya,” tutur Endang, saat ditemui BandungBergerak.id, Kamis (6/10/2022).

Endang menyebut kejadian runtuhnya kirmir di Sirnaraga bukan yang pertama kali terjadi. Bahkan kirmir yang runtuh sebelumnya baru diperbaiki karena peristiwa serupa. Artinya, kirmir itu jebol untuk yang kesekian kalinya, peristiwa waktu itu sampai menyeret bagian rumah warga dan menyeret satu unit sepeda motor.

Sementara pada peristiwa kali ini, runtuhnya kirmir hanya menutup akses jalan menuju makam. Lokasinya di RW 06. Sejumlah jenazah dievakuasi. Namun selain itu, di Kampung Citepus 2 menurut Endang terdapat satu rumah yang juga yang terdampak akibat miringnya dinding penahan tanah di bantaran sungai Citepus. Namun tidak ada korban jiwa pada peristiwa tersebut.

Runtuhnya kirmir di TPU Sirnaraga diperkirakan karena sedikitnya saluran pembuangan air dari tanah. Tidak berfungsinya jalur pembuangan air tersebut memberikan tekanan yang besar pada struktur kirmir bibir sungai.

“Beberapa sungai di Sukajadi dan di daerah atas itu airnya lari ke sini sehingga membuat arusnya deras dan banyak menghantam kirmir. Air dari bandara juga larinya ke sini. Terus saluran air di kirmirnya yang membuang air dari dalam tanah juga sedikit atau mungkin gak berfungsi, jadi ada tekanan di dalamnya yang kemudian mendobrak si kirmir jadi runtuh,” ungkapnya.

Banjir Sampah di Jalan Soekarno Hatta

Titik banjir lainnya terjadi di depan Pasar Induk Gedebage, Jalan Soekarno Hatta Bandung, Senin (3/10/2022). Banjir menyebabkan jalur Kiaracondong-Cibiru tidak bisa dilewati oleh kendaraan roda dua. Ketinggian air diperkirakan di atas lutut orang dewasa. Pun demikian dengan mobil, hanya beberapa yang berhasil lewat di atas jalan yang berubah menjadi sungai dengan air limbah kecokelatan.

Pantauan BandungBergerak yang berada dalam kemacetan tersebut, karena arah Kiaracondong-Cibiru lumpuh total, arah sebaliknya pun macet. Kemacetan dimulai sejak depan Polda Jawa Barat hingga lampu merah Gedebage, sepanjang 1.4 KM.

Namun, tepat di depan Pasar Gedebage, kendaraan menumpuk hingga stuck. Hal ini disebabkan kendaraan-kendaraan arah Kiaracondong-Cibiru masuk ke jalur Cibiru-Kiaracondong. Padahal sisi kiri jalur Cibiru-Kiaracondong juga digenangi air yang cukup tinggi dengan ketinggian sebetis kaki orang dewasa.

Beberapa pengendara motor ada yang mematikan mesinnya, menutup lubang knalpot dengan kresek, lalu menerobos kemacetan melalui genangan air. Sebagian lainnya menunggu di jalur pelan.

Selain banjir dan kendaraan yang menghadang, sampah-sampah dari pasar Gedebage juga ikut mengalir di sepanjang genangan air. Kresek, sampah-sampah kulit buah-buahan, dedaunan, hingga kelapa utuh mengalir. Akibat sampah-sampah ini, bau tak sedap menguar. Beberapa pengendara motor pun terkendala mendorong motornya sebab tersangkut kelapa maupun aneka jenis sampah.

Beberapa polisi melerai kemacetan, beberapa calo memanfaatkan momen banjir untuk mencari keuntungan. Calo-calo ini membantu pengendara motor untuk mengangkat motornya ke atas trotoar atau melewati trotoar.

Banjir tersebut merugikan para pengguna jalan. Reporter BandungBergerak yang turut terjebak macet mulai pukul lima sore, baru bisa sampai di perempatan Peti Kemas Gedebage kira-kira 1,5 jam kemudian.

Di SPBU dekat perempatan, beberapa pengendara terlihat berusaha menyalakan motornya. Pengendara dari arah Kiaracondong-Cibiru ada yang bertanya-tanya putus asa perihal kondisi kemacetan dan tinggi air kepada pemotor lainnya.

Drainase di Kota Bandung Menyempit

Salah satu faktor pemicu banjir Kota Bandung adalah drainase, seperti yang terjadi di Terowongan Cibaduyut; Jalan Soekarno Hatta, Gedebage, maupun luapan Sungai Citepus di Sirnaraga.

Bahkan khusus Sungai Citepus, drainase alami ini justru mengalami penyempitan, alih-alih pembesaran. Sungai Citepus pada hulu memiliki lebar 12 meter, namun akibat tingginya alih fungsi lahan lebar tersebut menciut menjadi 6 meter saja terutama di Jalan Pagarsih.

Menurut jurnal ilmiah “Perencanaan Drainase Kawasan Pagarsih Kota Bandung” yang ditulis Azkira Nur Auzan, Mohammad Faqih, Pranoto Samto Atmodjo, Sri Sangkawati dari Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, daya tampung Sungai Citepus di Pagarsih juga diperberat dengan adanya belokan yang cukup tajam (90 derajat).

Para peneliti mencatat, perubahan tata guna lahan di daerah hulu Sungai Citepus juga mempengaruhi debit aliran permukaan (fun off) menjadi lebih besar. “Debit aliran permukaan semakin besar namun saluran pada jalan Pagarsih sudah tidak mampu menampung,” tulis para peneliti. 

Kawasan Pagarsih kota Bandung Jawa Barat merupakan kawasan padat penduduk. Kawasan tersebut memiliki banyak pertokoan dan pemukiman. Pembangunan yang semakin meningkat pada kawasan Pagarsih, mengakibatkan meningkatnya aliran permukaan langsung sekaligus mengurangi air yang meresap kedalam tanah. 

Faktanya, kasus serupa terjadi pada sungai-sungai dan drainase di Kota Bandung pada umumnya. Pembangunan yang kurang terencana membuat antisipasi bencana banjir dinafikan.

*Tulisan ini hasil reportase reporter BandungBergerak.id, Reza Khoerul Iman dan Awla Rajul.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//