• Berita
  • RSHS Mengingatkan Orang Tua Memperhatikan Gejala-gejala Ginjal Akut pada Anak

RSHS Mengingatkan Orang Tua Memperhatikan Gejala-gejala Ginjal Akut pada Anak

RSHS Bandung merawat 12 pasien anak terindikasi gangguan ginjal akut. Air seni yang kurang menjadi indikasi ginjal anak bermasalah.

Seorang ibu membawa anaknya untuk diperiksa di Puskesmas di Bandung, Jawa Barat, 19 Oktober 2022. Sampai saat ini pemerintah masih terus mengamati dan meneliti kasus ginjal akut pada anak. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau19 Oktober 2022


BandungBergerak.id - Kasus ginjal akut yang menyerang anak-anak di Indonesia mengalami peningkatan terutama dalam dua bulan terakhir. Per tanggal 18 Oktober 2022 kasus ginjal akut dilaporkan sebanyak 189 kasus yang didominasi usia 1-5 tahun, menurut data Kemenkes RI.

Di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, pasien dengan indikasi gangguan ginjal akut sebanyak 12 pasien. Dari pasien tersebut, 3 orang sedang dirawat, satu orang di antaranya mendapat perawatan di ruang IGD. Sementara satu pasien sudah bersiap pulang.

Rata-rata usia pasien yang saat ini dirawat di RSHS yang mengalamai gangguan ginjal akut berusia balita, umumnya anak di bawah usia 6 tahun dan satu orang berusia 13 tahun.

Meski demikian, masyarakat diingatkan agar tidak panik dalam menghadapi penyakit ginjal akut ini. Kepala Divisi Kelompok Staf Medis Kesehatan Ibu dan Anak RSHS, Dany Hilmanto mengatakan bahwa anak-anak yang telah mengalami gangguan ginjal akut dapat sembuh secara total. Dengan catatan, kata Dany, pasien tersebut perlu datang ke rumah sakit segera setelah mendapat rekomendasi dari dokter.

“Bisa (sembuh total). Dia kalau datang dalam fase 1, diare cairan berkurang dalam darah, kita kasih infus baik lagi,” ungkap Dany Hilmanto, dalam diskusi di RSHS Bandung, Rabu (19/10/2022).

Tanpa penanganan yang cepat dari tenaga medis, menurutnya pasien ginjal akut akan mengalami ancaman serius. “Ada yang meninggal, ginjal akut ada yang meninggal,” katanya.

Pada anak usia bayi (0-28) tahun gangguan ginjal akut ini lebih serius lagi, terutama jika anak ini menderita penyakit sepsis. Harapan hidup pada bayi penderita ginjal akut bisa dibilang tipis.

Dany menjelaskan, penyebab pasien mengalami gangguan ginjal akut sejauh ini belum diketahui. Meski ada beberapa anak yang dirawat memiliki riwayat pernah terindikasi terpapar Covid-19. Namun hal masih perlu diteliti lebih lanjut.

Yang Perlu Diperhatikan Orang Tua pada Anaknya

Masyakarat perlu mengetahui ciri dan beberapa hal yang mengindikasikan gangguan ginjal akut, di antaranya penurunan fungsi ginjal secara mendadak, pengurangan buang air kecil, dan pengurangan kadar keratinin dalam darah.

Kasus gagal ginjal akut bukan hal baru. Walaupun untuk fenomena kasus yang sekarang masih dilakukan pendalaman penyebabnya. Pada kasus gagal ginjal akut umum bisa berasal dari infeksi. Misalnya, pada bayi yang menderita sepsis yang gejalanya dapat dilihat dari buang air kecilnya yang kurang. Ada pula kasus gagal ginjal akut yang disebabkan efek obat.

“Nah ini pasti penyebabnya dari si infeksi atau dari obat. Karena obat-obatan tertentu dapat menyebabkan gangugan yang akut. Misalnya, golongan amino glikosit, yang menyebabkan gangguan jalan,” ungkapnya.

Dengan adanya kasus yang kini dirawat, Dany menyatakan RSHS akan lebih konsens memperhatikan data kasus. Meski ia mengakui saat ini RSHS sendiri belum memiliki data real yang terpapar gangguan ginjal akut.

“Sebentulnya dari sisi penanganan, kita tidak terlalu kaget dengan kasus ini. Cuma kita telusuri bolak-balik, apalagi dengan tambah telinga kiri kanan dengan teman-teman kita di sesluruh Indonesia seperti itu. Jadi kita pun lebih konsen terhadap ini,”ugkapnya. 

Dany mengatakan, pihaknya telah mengusulkan kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Kemenkes untuk segera menyelidiki penyebab kasus ginjal akut ini. Mengetahui penyebab gagal ginjal akut penting untuk pencegahan secara dini.

“Kalau tidak ketahui penyebabnya ini kita susah,” katanya.

Adapun sebagai langkah preventif dan kewaspadaan, pihak RSHS menjelaskan pedoman pertama tata laksanna telah dijelaskan. Apabila masyakarat atau anaknya mengalami demam, batuk pilek, diare memanjang selama lebih dari 7 hari harus berhati-hati. Terumata anak di bawah usia 6 tahun.

Anak dengan gejala tersebut mesti segera berobat ke dokter. Orang tua juga mesti memantau volume urin pada anak.

“Kenapa sih anak saya dua tiga hari ini agak berkurang (urin), kalau pakai pampers kok ga basah-basah, nah itu harus hati-hati,” katanya.

Baca Juga: RSHS Lakukan Operasi Pemisahan Bayi Kembar Siam Usia 8 Bulan
RSHS: Banyak Anak Muda Dirawat karena Covid-19
Pasien Meninggal di RSHS, Kenapa Rakyat Kecil Selalu Dilayani Kurang Baik?

Kepala Divisi Kelompok Staf Medis Kesehatan Ibu dan Anak RSHS, Dany Hilmanto, menjelaskan kasus ginjal akut, Rabu (19/10/2022). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Kepala Divisi Kelompok Staf Medis Kesehatan Ibu dan Anak RSHS, Dany Hilmanto, menjelaskan kasus ginjal akut, Rabu (19/10/2022). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Soal Penggunaan Parasetamol

Kasus kematian anak akibat gagal ginjal akut akhir-akhir pertama kali mencuat di di Gambia, India. Diduga puluhan anak meninggal disebabkan karena kandungan senyawa dietilen glikol dan etilen glikol yang terkandung di dalam obat parasetamol. Seberapa bahayakah dua senyawa tersebut?

Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Muchtaridi menjelaskan, dietilen glikol dan etilen glikol merupakan senyawa pelarut obat parasetamol yang memiliki rasa manis. Kelarutan dan memiliki rasa manis tersebut yang menjadikan dua senyawa ini dipilih sebagai bahan pelarut obat parasetamol dibandingkan pelarut lain seperti gliserol yang memiliki rasa kurang enak.

“Masalahnya, dietilen glikol dan etilen mengalami oksidasi oleh enzim,” kata Muchtaridi, dikutip dari laman Unpad

Ketika masuk ke tubuh, senyawa ini mengalami oksidasi oleh enzim sehingga menjadi glikol aldehid kemudian kembali dioksidasi menjadi asam glikol oksalat dan kemudian membentuk lagi menjadi asam oksalat. Asam oksalat inilah yang memicu membentuk batu ginjal.

Asam oksalat jika sudah mengkristal akan berbentuk seperti jarum tajam yang sukar larut air. Benda hasil proses kimia di dalam tubuh ini kemudian akan lari organ lain seperti empedu dan ginjal.

“Jika lari ke ginjal akan jadi batu ginjal. Kristalnya tajam akan mencederai ginjal,” terangnya.

Jika kondisi ini terjadi pada anak-anak yang notabene memiliki ukuran ginjal lebih kecil, dampak yang ditimbulkan akan parah. Tidak hanya memapar di ginjal, efeknya juga bisa lari ke jantung dan juga bisa memicu kematian yang cepat.

“Yang paling berbahaya ketika kondisi ini terjadi di negara-negara kering. Kondisi dehidrasi akan mempercepat pembentukan asam oksalatnya. Contohnya seperti di Gambia,” imbuhnya.

Karena efek sampingnya yang berbahaya, dietilen glikol dan etilen glikol sebenarnya sudah dilarang ketat penggunaannya dalam obat oleh Food and Drugs Administration (FDA) sejak 1938. Namun, pada 1998, India mencatat ada kasus sedikitnya 150 anak meninggal dengan penyakit yang sama dalam lima tahun terakhir. Setelah diinvestigasi, 26 kasus dinyatakan positif karena dietilen glikol yang terkandung dalam obat flu.

Menurutnya, ada oknum produsen farmasi “nakal” masih menggunakan dua senyawa ini karena mudah diproduksi dan murah dibandingkan pelarut-pelarut lainnya. Bagaimana di Indonesia?

Muchtaridi mengatakan, kematian akibat gagal ginjal akut misterius di Indonesia masih perlu ditelusuri lebih lanjut apakah karena dua senyawa tersebut atau bukan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menyatakan bahwa obat yang menyebabkan kematian di Gambia tidak terdaftar di Indonesia.

Meski demikian, Muchtaridi menegaskan bahwa parasetamol merupakan analgesik paling aman untuk demam.

“Ada analgesik lain, contohnya ibuprofen. Ketika demamnya tinggi dan terindikasi demam berdarah di mana sel darahnya terganggu, minum ibuprofen justru akan memperparah. Yang paling aman justru parasetamol,” paparnya. 

Muchtaridi menyarankan agar masyarakat menghindari dahulu penggunaan parasetamol sirup dan mengutamakan parasetamol berbentuk tablet. Selain itu, penggunaan puyer dinilai lebih manjur untuk dikonsumsi anak-anak.

“Kalau anak-anak susah makan puyer, bisa dicampur dengan air yang bisa diperoleh di apotik. Itu kalau masih takut akan parasetamol sirup,” pungkasnya.*

Kepala Divisi Kelompok Staf Medis Kesehatan Ibu dan Anak RSHS, Dany Hilmanto, mengatakan bahwa penggunaan obat-obatan seperti parasetamol murni dan dalam dosis wajar masih dapat dilakukan oleh masyakarat. Misalnya, ukuran 10-15 mg untuk anak yang berat badannya 10 kilogram.

Orang tua juga diingatkan untuk bersabar ketika menghadapi anak yang demam dan diberikan paracetamol. Lama demam biasanya 6 jam. Pada masa itu parasetamol membutuhkan waktu untuk bekerja. Jadi orang tua harus menunggu reaksi obat dan tidak memberikan obat tambahan lain untuk menghindari terjadinya overdosis.

“Ginjal kerjanya berat, hampir semua obat bekerjanya di ginjal. Jadi kalau dia terlalu berlebihan, tidak sesuai dengan dosis yang kita anjurkan ya ginjal berat metabolismenya. Itu yang mengakibatkan exhausted, ginjal mengalami kelelahan,” terang Dany.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//