Hari Antikorupsi Momen Membersihkan Pungli di Lingkungan Sekolah
Ada ketimpangan antara jumlah sarana-prasarana pendidikan di Bandung dan jumlah murid yang membutuhkan sarana itu.
Penulis Iman Herdiana9 Desember 2022
BandungBergerak.id - Pendidikan sebagai ranah yang berfungsi menciptakan pribadi unggul, rupanya tidak lepas dari korupsi. Berbagai pungutan liar (pungli) di lembaga-lembaga pendidikan sudah menjadi rahasia umum.
Kasus pungli yang mencuat ke permukaan publik diduga kuat hanya fenomena gunung es yang kecil di permukaan namun besar di kedalaman. Salah satu kasus pungli menyeruak pada pertengahan 2022 lalu. Kasus yang ditangani Saber Pungli Jawa Barat ini terjadi di SMKN 5 Kota Bandung.
Hari antikorupsi sedunia yang jatuh hari ini, Jumat (9/12/2022), menjadi momentum membersihkan praktek korup di sektor pendidikan. Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Iwan Hermawan mensinyalir praktik korupsi masih aman-aman saja di dunia pendidikan.
“Beberapa indikasi korupsi di lingkungan pendidikan adalah berbagai pungutan yang dibebankan kepada siswa. Baik itu pungutan yang prosesnya direkayasa, pungutan yang melalui musyawarah demokratis tapi melanggar regulasi, serta pungutan liar yang tanpa musyawarah dan melanggar UU,” papar Iwan Hermawan, dalam keterangan tertulis.
Pola penyalahgunaan dana pemerintah maupun masyarakat, kata Iwan, biasanya terjadi karena lambatnya pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) baik dari pemerintah maupun dari pemerintah daerah.
Contohnya, kata Iwan, pecairan dana BOS yang terjadi pada akhir tahun tetapi dibikin laporan mundur ke awal tahun. Sehingga hal ini bisa terjadi rekayasa kuitansi. Belum lagi indikasi penyuapan yang biasanya dilakukan oleh orang tua siswa ketika PPDB ataupun agar mendapat nilai baik dalam proses penilaian.
“Selain itu juga ada upaya kepada oknum pejabat struktural, pengawas, assesor agar mendapat penilaian,” katanya.
Menurutnya penyebebab praktik korupsi di lingkungan pendidikan masih terjadi karena lemahnya pengawasan, terlalu besarnya otoritas kepala sekolah, rendahnya kesejahteraan guru khususnya guru non-PNS.
“Selain itu kurangnya bantuan biaya investasi dari pemerintah dan pemerintah daerah,” katanya.
Suara menuntut penghentian pungutan liar di sekolah juga muncul dari Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Jawa Barat. Ketua Fortusis Jawa Barat, Dwi Subawanto, menggarisbawahi agar sekolah harus amanah dalam mengelola dana pendidikan.
Menurut Dwi, jika berbagai jenis pungutan dari sekolah bisa dipertanggungjawabkan, sebenarnya indikasi pungli atau korupsi bisa dianulir.
“Yang jadi masalah berbagai jenis pungutan ngambilnya melanggar aturan atau tidak melanggar aturan serta tidak pernah buat pertanggung jawaban atau tidak akuntabel/tidak amanah,” kata Dwi.
Di hari Antikorupsi ini Fortusis berharap sekolah bisa membuat pertanggungjawaban dan melakukan proses akuntansi yang benar dan tidak korup.
Baca Juga: Gung Kayon: Memantas Diri pada Alam dengan Panel Surya
KUHP Berpotensi Memicu Kriminalisasi, Mengancam Demokrasi, dan Kemerdekaan Pers
Hikayat Politik Rambut dan Demam Hippies
Tidak Meratanya Jumlah Sekolah di Bandung
Praktik pungli di sekolah khususnya yang terjadi saat PPDB erat kaitannya dengan jumlah sekolah. Sementara jumlah penduduk terus meningkat setiap tahunnya, seperti yang terjadi di Kota Bandung.
Menurut BPS Kota Bandung, pada 2021 pertumbuhan penduduk Kota Bandung bertambah 0,45 persen menjadi 2.452.943 jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduk usia sekolah dasar sampai SMA mencapai 568.987 jiwa.
Bandung memiliki 30 kecamatan. Sebaran penduduk paling besar berada di Kecamatan Babakan Ciparay 138.788 penduduk. Selain Babakan Ciparay, kecamatan yang masuk lima 6 besar penduduk terpadat yaitu Bandung Kulon (132.811 jiwa), Bojongloa Kaler (123.467 jiwa), Kiaracondong (130.075 jiwa), dan Batununggal (120.900 jiwa).
Saat ini, jumlah SMP negeri di Kota Bandung hanya 62 unit. Sedangkan jumlah SMP swasta sebanyak 189 unit. Total ada 253 sekolah. Sementara jumlah murid di Kota Bandung mencapai 99.386 orang.
Menurut laman Kemendikbudristek, data jumlah sekolah SMA di Kota Bandung sebanyak 144 unit, terdiri dari 27 sekolah negeri dan 117 sekolah swasta. Jumlah SMK terdiri dari 119 unit terdiri dari 16 SMK negeri dan 103 SMK swasta. Jumlah SLB setara SMA terdiri dari 45 unit, yakni 3 SLB negeri dan 42 SLB swasta.
Data di atas menunjukkan ada ketimpangan antara jumlah sarana prasarana sekolah dan jumlah murid yang membutuhkan sarana itu. Sehingga mendapatkan sekolah tujuan menjadi kompetisi yang akhirnya melahirkan praktik tidak sehat alias korup.