• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG #59: Buruh TPS Gedebage yang Pernah Ditempa Kerasnya Lautan

CERITA ORANG BANDUNG #59: Buruh TPS Gedebage yang Pernah Ditempa Kerasnya Lautan

Keterlambatan truk pengangkut sampah dari TPS-TPS di Bandung ke TPA Sarimukti telah memangkas rezeki para buruh harian bongkar muat sampah.

Dendi (34), buruh bongkar muat sampah, saat ditemui di warung sekitar TPS Gedebage, Kota Bandung, Sabtu (14/1/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul16 Januari 2023


BandungBergerak.idSeorang pria berkaos klub sepak bola terlihat santai tiduran di atas kursi panjang warung di sekitar Tempat Penampungan Sampah (TPS) Gedebage, Kota Bandung. Teman-temannya bersama pemilik warung serius membicarakan pengangkutan sampah dari TPS yang terlambat beberapa hari belakangan ini. Dampaknya, sampah menumpuk. Bau menguar.  

Di luar warung hujan deras mengguyur. Dendi (34), pria yang tiduran tadi, bangkit memesan kopi. Baru tiga bulan ia bekerja menjadi buruh bongkar muat sampah di TPS Gedebage. Sebelumnya ia sempat bekerja di Sukajadi sebagai pengumpul rongsokan.

Selama tiga bulan bekerja di TPS Gedebage, Dendi mengaku sudah akrab dan memiliki banyak teman.

“Baru tiga bulanan saya di Gedebage, banyak teman. Kalau saya gak ada dicariin. Dicariin gak?” canda Dendi, kepada teman di sebelahnya, Iman (39), saat ditemui bandungbergerak.id di warung dekat TPS Gedebage tersebut, Sabtu (14/1/2023).

Tempias hujan membasahi meja warung. Kini mereka menghadapi gelas-gelas kopi yang mengepul.

Sama seperti buruh bongkar muat sampah lainnya, Dendi mengeluh jadwal pengangkutan sampah yang terlambat belakangan ini. Padahal sehari-hari ia menggantungkan hidup dari mengangkut sampah.

Dendi dan kawan-kawan akan mulai bekerja jika ada mobil sampah yang datang ke TPS Gedebage untuk mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat. Jasa mereka biasa dipakai para sopir untuk melakukan bongkar muat tersebut. Dalam satu truk sampah yang diisi sampah TPS, Dendi mendapat upah 50.000 rupiah.

Namun masalahnya, mobil pengangkut sampah dari TPA Sarimukti terlambat datang ke TPS Gedebage. Keterlambatan ini terjadi berulang kali karena berbagai alasan, mulai dari akses jalan yang rusak dan penuhnya sampah di TPA Sarimukti.

Dendi ragu hari itu bisa bekerja dan mendapatkan upah untuk dibawa pulang ke rumah. Keraguannya semakin menguat manakala kabar yang beredar mengatakan bahwa hari itu mobil pengangkut sampah tidak akan datang.

Selain jasanya dipakai sopir pengangkut sampah, Dendi sering kali mendapat pekerjaan bongkar muat sampah dari Iman, temannya yang lebih dulu bertugas di TPS Gedebage. Iman bertanggung jawab terhadap empat mobil sampah yang biasa digarapnya. Jika semua mobil tak bisa Iman tangani, maka akan dioper ke Dendi.

Sambil menjalankan tugasnya membongkar sampah, Dendi biasa melakukan pemilahan sampah yang masih bisa dijual untuk didaur ulang, seperti botol plastik, gelas plastik, kertas, besi, maupun jenis lainnya. Memilah sampah ini menjadi salah satu pemasukan tambahan. Jika lagi mujur, selain mendapat upah bongkar muat sampah, ia juga mendapat uang tambahan dari hasil penjualan rongsokan.

Bagi Dendi, bekerja sebagai buruh harian bongkar muat sampah bisa lebih menguntungkan dibandingkan kuli bangunan. Kuli bangunan akan bergantung pada proyek pembangunan.

“Beda sama kuli bangunan, (kerja sampah) bisa jalan terus. Sampingan ada,” ungkap Dendi.

Upah sebagai buruh harian bongkar muat sampah tidaklah besar. Namun Dendi merasa sangat terbantu dengan adanya kerja sampingan berupa pengumpulan rongsokan. Beruntungnya lagi, upah harian yang ia bawa pulang bisa saja tidak berkurang sama sekali alias bersih. Sebab, selama bekerja ada saja orang yang memberinya makanan, kopi, dan rokok.

Maka terkendalanya pengangkutan sampah Kota Bandung ke TPA Sarimukti amat memberatkan buruh harian lepas seperti Dendi. Jika hilir-mudik sampah lancar, maka lancar pula rezeki Dendi. Ia juga tak terpikir untuk mencari kerja di tempat lain.

“Sekarang susah nyari kerja. Udah mah yang ada aja sekarang,” keluh Dendi.

Dendi juga berharap TPS Gedebage mendapat tambahan satu armada mobil pengangkutan sampah yang besar.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #58: Tek, Tek, Tek, Mengadu Nasib dengan Lato-lato
CERITA ORANG BANDUNG #56: Mak Ayit Penjaga Makam Marhaen
CERITA ORANG BANDUNG #57: Pelik Hidup Hardiman, Tukang Sampah Tanpa Upah

Dendi (34), buruh bongkar muat sampah, berbincang dengan rekannya di warung sekitar TPS Gedebage, Kota Bandung, Sabtu (14/1/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Dendi (34), buruh bongkar muat sampah, berbincang dengan rekannya di warung sekitar TPS Gedebage, Kota Bandung, Sabtu (14/1/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Pernah Ditempa Lautan

Dendi adalah warga asli Baleendah, Kabupaten Bandung. Ia tinggal di sana dan memiliki rumah pribadi. Rumah yang ia bangun di Baleendah adalah hasil kerjanya sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di Tegal selama delapan tahun. Selama menjadi ABK ia sudah beberapa kali bergonta-ganti kapal.

“Kapal GT (Gross Ton, red) 57. Dari sini kira-kira sampai sana itu ujung kapalnya,” ungkap Dendi menggambarkan ukuran kapal dengan menunjuk ujung gundukan sampah di TPS Gedebage.

Selama melaut, ia lebih sering menghabiskan waktunya du atas kapal yang menjelajah laut Jawa hingga Sumatera. Ia baru akan melihat daratan setiap tiga bulan sekali saat kapal bersandar di suatu daerah. Itu pun hanya semalam untuk dipakai membongkar muatan seluruh hasil laut. Lantas keesokan harinya kapal kembali berlayar.

Ada 24 orang ABK di satu kapal. Dendi mengaku banyak yang tidak betah. Sehingga ketika kapal bersandar di suatu daerah, ABK akan kabur. Pernah dari 24 orang ABK, yang kabur hingga 16 orang. Selain itu, ia juga mengaku latar belakang ABK beragam, misalnya residivis, mantan pembunuh, dan semacamnya.

Setiap akan berangkat berlayar, Dendi memberi keluarganya uang sebesar 2.500.000 rupiah. Jika kapal bersandar dan memiliki banyak hasil, kadang kapten kapal akan membagikan juga untuk keluarga.

Upah sebagai ABK tidak besar, hanya 35.000 rupiah sehari. Namun keuntungan lainnya bisa didapat dengan memancing cumi-cumi. Dendi beruntung sebab pernah ada kapten kapal yang sampai memberikan modal pancingan.

“Cumi-cumi itu 50.000 sekilo. Semalam bisa dapat 20 kilo. Ya rajin-rajin saja mancing kalau di kapal mah, kalau enggak nihil (uang),” kenang Dendi.

Biasanya memancing dilakukan malam hari sebagai pekerjaan sampingan. Ia mengaku tiga bulan pertama menjadi ABK pernah membawa pulang uang 18 juta. Hal ini karena keberuntungan banyak mendapatkan cumi-cumi.

Dendi juga mengenang soal kekerasan dan kekejaman di lautan. Pernah kapalnya melewati potongan bangkai manusia. Bangkai tersebut dibiarkan dimakan ikan atau hewan lainnya.  

Sebagai saksi kekejaman lautan dan banyak pelajaran hidup menjadi ABK, ia menunjukkan bekas-bekas di kakinya. Ia mengangkat kaki kirinya ke atas kursi, lalu menarik celana panjangnya hingga selutut. Terlihat bulatan-bulatan berwarna hitam berdiameter setengah senti di kaki hingga betisnya.

“Ya, ini bekas dari laut. Kenang-kenangan buat saya,” ungkapnya, sambil tersenyum.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//