Tempurung Kelapa sebagai Bahan Baterai Mobil Listrik

Krisis energi yang terjadi di Inggris bisa saja melanda Indonesia. Riset mobil listrik menjadi salah satu solusinya.

Macet di Tol Pasteur, Bandung, saat diberlakukan penyekatan ganjil genap, Jumat (3/9/2021). Kendaraan menjadi sumber pencemaran udara yang memicu pemanasan global. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana19 Oktober 2021


BandungBergerak.idPengembangan mobil listrik menjadi keniscayaan di tengah ancaman krisis energi yang disebabkan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM). Bahkan tahun ini, krisis energi sudah melanda beberapa negara maju, salah satunya Inggris.

Memang krisis energi di Inggris bukan semata-mata karena minimnya BBM, melainkan karena negara ini agresif menuju nol emisi karbon akibat penggunaan BBM, hal yang juga mesti dilakukan Indonesia dalam mendukung pengurangan pemanasan global.

Upaya ke arah pengurangan emisi di Indonesia sebenarnya sudah terlihat dengan adanya riset-riset terkait pengembangan mobil listrik, antara lain, penelitian mengenai sumber energi mobil listrik, yaitu baterai. Salah satu riset dilakukan oleh peneliti dari Universitas Brawijaya (UB) terhadap sumber energi alternatif tempurung kelapa untuk membuat baterai mobil listrik.

“Inovasi yang kami teliti ini sangat mendukung program Sustainable Low Carbon Development, karena baterai lithium-ion sangat dianjurkan untuk digunakan pada mobil listrik dengan banyak keunggulannya. Selain itu, adanya inovasi kami juga mampu merealisasikan program zero emission di Indonesia beberapa tahun kedepan,” kata Aditya Bayu Pratama, mengutip laman resmi UB, Selasa (19/10/2021).

Penggunaan tempurung kelapa sebagai bahan baterai diyakini ramah lingkungan. Penelitian ini dilakukan oleh lima mahasiswa Teknik Kimia Universitas Brawijaya (UB); Aditya Bayu Pratama, Akmal Estu Wijaya, Dyah Nurfitri Solikhah, Erina Azahra Amalia dan Prisma Ardaneshwari Khairina dengan bimbingan dosen TK UB Supriyono.

Penelitian ini menyatakan, 60 persen komponen mobiil listrik adalah baterai. Maka baterai yang digunakan saat ini adalah lithium ion yang rechargeable (dapat diisi ulang). Baterai lithium-ion memiliki siklus hidup yang panjang, kapasitas penyimpanan yang besar dan tentunya ramah lingkungan. Tetapi memiliki kelemahan karena harganya yang mahal.

Tim peneliti Universitas Brawijaya menggunakan tempurung kelapa sebagai substitusi bahan yang melimpah di Indonesia. Tempurung kelapa (biochar) digunakan sebagai pengganti grafit pada anoda baterai lithium-ion.

Menurut tim peneliti, adanya penggantian bahan yang awalnya grafit menjadi biochar tempurung kelapa secara ekonomis mampu menurunkan harga baterai lithium-ion yang mahal, bahkan kapasitas simpan spesifiknya yang tinggi (372 mAh/g) dan mampu menghasilkan sel baterai berkerapatan energi tinggi (0.1 A/g). Pada sisi lain struktur pori tempurung kelapa yang besar berpotensi untuk meningkatkan performa baterai lithium-ion.

Aditya Bayu Pratama menambahkan timnya ingin memodifikasi komponen pada baterai lithium-ion sehingga berpotensi meningkatkan performa baterai dan mampu mengurangi harga baterai lithium-ion yang mahal sehingga lebih ekonomis.

Dia bersama keempat rekannya melakukan uji performa dan simulasi pada baterai sebelum diaplikasikan sebagai komponen anoda baterai mobil listrik lithium-ion, karena mampu memperkirakan jarak dan kecepatan yang optimal untuk baterai mobil listrik yang akan dikembangkan.

Harapannya, penelitian yang dikembangkan dapat memberikan kontribusi pada Indonesia terkait optimalisasi penggunaan mobil listrik dan memberikan solusi dalam produksi dan komersialisasi baterai ion-Lithium yang memiliki kapasitas penyimpanan arus listrik lebih besar serta peningkatkan performa kinerja baterai. Ke depannya hal tersebut akan membantu sektor energi terbarukan karena adanya peralihan ketergantungan skema sektor transportasi dari berbasis energi fosil menuju energi listrik yang terbarukan.

Penelitian tersebut dilatarbelakangi masih tingginya penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi kendaraan. Sementara pembakaran sumber energi tersebut menghasilkan gas karbon dioksida, zat penangkap cahaya sehingga dapat meningkatkan temperatur pada permukaan bumi sebesar 1,5oC per-tahun. Apabila terjadi peningkatan konsentrasi CO2, sudah dipastikan pemanasan global akan terjadi sehingga berdampak pada iklim yang tidak stabil.

Pemanasan global akan memicu bencana alam di berbagai wilayah dunia. Maka untuk menekan pencemaran karbon dioksida, diperlukan beragam upaya salah satunya dengan optimalisasi penggunaan mobil listrik.

Baca Juga: Anak Muda Dituntut Aktif Kurangi Pemanasan Global
CERITA ORANG BANDUNG (29): Icam, Sepeda, dan Keresahan Anak Muda pada Pemanasan Global
Dampak Bencana Perubahan Iklim Diperkirakan Lebih Dahsyat dari Pandemi Covid-19
Walhi Jabar Ingatkan Pentingnya Dialog dalam Pembebasan Lahan Tol Cisumdawu

Krisis BBM akibat Meningkatnya Jumlah Kendaraan

Ketergantungan manusia pada BBM sudah lama dikhawatirkan menyebabkan terjadinya krisis energi. Riset menyebutkan sebagian besar sumber energi di Indonesia berasal dari BBM atau energi tak terbarukan. Dalam buku “Peluang dan Tantangan Pengembangan Mobil Listrik Nasional” yang disusun Ridwan Arief Subekti dkk (LIPI Press, 2014), terungkap sekitar 32 persen pola konsumsi energi di Indonesia pada 2011 berasal dari BBM. Ini lebih besar dari konsumsi yang bersumber dari biomassa yaitu 25,1 persen.

Pola konsumsi BBM di Indonesia yang meningkat setiap tahunnya tidak lepas dari bertambahnya jumlah kendaraan. Dalam rentang lima tahun (2007-2012), jumlah kendaraan di Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dari 54.802.680 unit menjadi 94.373.324 unit (BPS, 2013). Otomatis konsumsi BBM pun meningkat.

Sejak 2004, Indonesia sudah menjadi net importer minyak karena kebutuhan konsumsi BBM dalam negeri lebih besar dari produksi minyak yang dihasilkan oleh ladang minyak di Indonesia. Padahal pada 2000, produksi BBM Indonesia masih lebih tinggi daripada konsumsi BBM karena pada saat itu produksi BBM mencapai lebih dari 1,4 juta barrel per hari, sedangkan konsumsi per hari sekitar 1 juta barrel. Namun pada 2004, produksi BBM turun menjadi 1,1 juta barrel per hari, sedangkan konsumsi BBM meningkat lebih dari 1,2 juta barrel per hari. Sehingga sejak 2004 kebutuhan atau konsumsi BBM di Indonesia lebih tinggi dari produksi BBM.

Peneliti LIPI menyimpulkan, kendaraan listrik dapat menjadi alternatif transportasi di tengah ancaman kelangkaan BBM. Kendaraan listrik adalah kendaraan yang menggunakan motor listrik sebagai penggeraknya sehingga tidak membutuhkan BBM seperti pada kendaraan bermotor konvensioinal. Sumber energi listrik untuk kendaraan listrik tidak hanya berasal dari BBM saja, tetapi bisa juga berasal dari sumber energi alternatif lainnya seperti tenaga air, angin, atau seumber energi lainnya.

“Selain hemat energi, kendaraan listrik juga ramah lingkungan karena tidak mengeluarkan emisi atau nol emisi sehingga udara sekitar dapat lebih bersih,” ungkap Ridwan Arief Subekti dkk.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//