• Kolom
  • RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #8: Pemerintah Kolonial Menolak Badan Hukum

RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #8: Pemerintah Kolonial Menolak Badan Hukum

Asisten Residen bersama polisi mendatangi markas pengurus Indische Partij Bandung. Douwes Dekker menjelaskan pertemuan yang digelarnya hanyalah rapat biasa.

Hafidz Azhar

Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung

Surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad, salah satu pers yang mengkritik tindakan lemah Gubernur Jenderal Idenburg terhadap Indische Partij. (Sumber: Bataviaasch Nieuwsblad)

6 Februari 2023


BandungBergerak.idRechtpersoon (badan hukum) yang diajukan oleh pengurus Indische Partij kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Alexander Willem Frederik Idenburg, berujung reaksi penolakan. Konon penolakan itu didasarkan atas alasan yang mengarah pada prinsip Indische Partij, yakni untuk mencapai kemerdekaan bangsa Hindia, sehingga bagi Pemerintah Hindia Belanda hal ini dianggap suatu pemberontakan dan dinilai sebagai perkumpulan yang tidak sah (De Expres, 24 Januari 1914).

Pada awal Maret 1913, Douwes Dekker bersama dua orang lainnya dari Pengurus Pusat, melakukan audiensi dengan pemerintah kolonial untuk mengajukan permohonan badan hukum. Pengajuan ini tentu saja merupakan hasil amendemen Anggaran Dasar Indische Partij yang telah diubah sebelumnya, meskipun proses pengajuan tersebut sebetulnya tidak mudah bagi Douwes Dekker yang kala itu sedang mendapat hukuman. Parakitri T. Simbolon menjelaskan bahwa saat Indische Partij mengajukan Anggaran Dasar, Douwes Dekker sedang dalam masa tahanan selama 14 hari. Konon, hukuman tersebut didapat lantaran Douwes Dekker mengkritik keras pemerintah tentang rencana penutupan Afdeeling B Gymnasium Willem III. Hal ini tentu bukan satu-satunya rintangan yang dijalani oleh Douwes Dekker. Sampai kemudian ia memperoleh penolakan dari pemerintah mengenai status hukum Indische Partij yang diajukannya itu.

Kendati terjadi penolakan terhadap Anggaran Dasar yang telah diajukan, para pengurus Indische Partij tidak putus asa dalam menghadapi penolakan itu. Penolakan status hukum yang merujuk pada Pasal 111 RR tersebut tidak langsung memberikan jera kepada Douwes Dekker dkk untuk terus berusaha meyakinkan pemerintah.

Pada tanggal 5 Maret pengurus pusat Indische Partij mengadakan rapat di tempat tinggal Douwes Dekker yang dihadiri oleh Tjipto Mangoenkoesoemo, J. van Ham, G.P. Carli, J.D. Brunsveld van Hulten, dan J.R. Agerbeek. Sebagai ketua Douwes Dekker membacakan surat keputusan Gubernur Jenderal tertanggal 4 Maret yang berisi pernyataan atas penolakan status hukum itu. Selain itu Douwes Dekker juga mengomentari bahwa menurutnya aturan yang telah dikeluarkan itu sudah tidak relevan. Dari sini Douwes Dekker lantas memperhitungkan aturan yang telah mengekang perkumpulannya itu (Bescheiden Betreffende de Vereeniging de Indische Partij), sehingga ia bersama rekan lainnya mencoba mengubah pasal-pasal yang dinilai sebagai halangan. Di antaranya, dalam Pasal 2 terkait tujuan indische Partij yang tidak lagi menyebut kemerdekaan, dan diubah menjadi “untuk meningkatkan kehidupan masyarakat Hindia Belanda yang sesuai hukum” (Simbolon, 1995: 248).

Melalui perubahan Anggaran Dasar yang telah diubah, Douwes Dekker merasa yakin tidak ada lagi dorongan bagi pemerintah kolonial untuk menolak badan hukum yang kembali diajukan itu. Menurutnya tujuan yang telah diubah itu disesuaikan dengan amendemen Anggaran Dasar perkumpulan Insulinde dan disetujui berdasarkan keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 18 Januari 1912. Douwes Dekker juga mengomentari bahkan lebih lanjut ingin memahami apa motif yang mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan itu, sehingga ia bersikukuh untuk mendatangi kembali para pejabat Hindia Belanda (Bescheiden Betreffende de Vereeniging de Indische Partij).

Baca Juga: RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #5: Pertemuan di Bandung (Bagian I)
RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #6: Pertemuan di Bandung (Bagian II)
RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #7: Pertemuan di Bandung (Bagian III)

Indische Partij tidak Menyerah

Permohonan pun kembali dilakukan dalam audiensi bersama para pejabat Hindia Belanda. Audiensi itu dibuka oleh Gubernur Jenderal secara resmi. Lalu Douwes Dekker membahas sebagian pasal Anggaran Dasar Indische Partij yang telah diubah. Sebagai Direktur Dewan Kehakiman Pemerintah Hindia Belanda, J. Beepmaker telah mengambil sikap yang sama seperti ditunjukkan oleh Idenburg bahwa Indische Partij merupakan organisasi politik yang mengancam ketertiban umum. Oleh karena itu permintaan untuk status hukum Indische Partij tidak dapat diterima sekalipun pasal-pasal yang resmi disahkan tanggal 25 Desember itu telah diganti (Bescheiden Betreffende de Vereeniging de Indische Partij). Demikianlah pada tanggal 11 Maret 1913, usaha yang dilakukan oleh para pengurus Indische Partij itu kembali mendapat penolakan.

Meski penolakan itu diperoleh kembali, para pemimpin Indische Partij tidak langsung menyerah. Douwes Dekker c.s. berencana untuk menghadap Gubernur Jenderal untuk ke sekian kalinya. Akhirnya pada tanggal 13 Maret 1913 mereka dapat melakukan audiensi kepada para pejabat Hindia Belanda. Adapun mereka yang hadir dalam pertemuan itu antara lain Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan J.G. van Ham. Sayangnya, upaya yang dilakukan oleh para pemimpin Indische Partij itu masih memperoleh hasil yang sama seperti sebelumnya; pemerintah kolonial tidak akan mengakui Indische Partij sebagai perkumpulan yang mengancam pemerintahan dan ketertiban umum. Apalagi massa Indische Partij saat itu diperkirakan sebanyak 7.000 orang, dan 1.500 orang berasal dari Bumiputera (Simbolon, 1995: 249).

Sikap Gubernur Jenderal Idenburg atas penolakan Indische Partij memang menunjukkan sikap antitoleransi terhadap perkumpulan yang tidak sejalan dengan kehendak pemerintah kolonial. Dalam hal ini Idenburg tidak bisa memberikan toleransi terhadap partai yang mempersoalkan kekuasaan di Hindia Belanda. Sekalipun demikian, penolakan yang dilakukan Idenburg tersebut memunculkan tuduhan-tuduhan dari surat kabar konservatif seperti Bataviaasch Niewsblad dan Soerabaiasch Nieuwsblad. Bagi mereka sikap yang ditunjukkan oleh Idenburg terhadap kasus Indische Partij itu dinilai kurang tegas dan terlalu lunak. Hal ini kemudian dibantah oleh Idenburg sendiri melalui kiriman surat pribadi kepada De Waal Malefijt. Dalam suratnya itu ia mengungkapkan bahwa “ia tak dapat berbuat banyak terhadap kebohongannya ini, tetapi ia telah bertindak dengan tepat waktu pada saat partai itu didirikan” (Maters, 2003: 114-115).

Demikianlah, akibat dari penolakan itu, pemerintah kolonial melakukan serangkaian pengawasan dan pencegahan terhadap pertemuan yang digelar oleh Indische Partij. Salah satunya rapat yang akan diadakan oleh afdeeling Bandung yang telah berhasil dicegah. Menurut laporan Het nieuws van den dag 9 April 1913, Asisten Residen dengan didampingi oleh polisi dan beberapa ajudannya mendatangi markas pengurus Indische Partij afdeeling Bandung. Di bawah tekanan aparat Douwes Dekker menjelaskan pertemuan yang digelar Indische Partij hanyalah pertemuan biasa. Meski demikian Asisten Residen tetap bersikap tegas dan melarang pertemuan itu, karena menurutnya Indische Partij bukanlah perkumpulan yang diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//