• Kolom
  • SAWALA DARI CIBIRU #13: Menemukan “Kamar Kecil” di Kamar Kecil LPIK

SAWALA DARI CIBIRU #13: Menemukan “Kamar Kecil” di Kamar Kecil LPIK

Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) UIN Bandung sempat menerbitkan zine Kamar Kecil. Ada niatan untuk menghidupkannya kembali.

Muhammad Akmal Firmansyah

Mahasiswa Ilmu Sejarah UIN SGD Bandung dan Jurnalis BandungBergerak.id sejak 12 Juni 2022

Tangkapan layar di Instagram @LPIK_ mengenai akan terbit kembali Zine Kamar Kecil. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah)

10 Februari 2023


BandungBergerak.id – Suatu sore di hari Selasa. Setiap Selasa adalah jadwal Kurawa PPIK (Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman) berdiskusi di Sekretariat LPIK yang berada di gedung Student Center UIN Bandung lantai 2. Teknisnya, pemantik yang sudah dijadwalkan menjadi pembicara serta tanggung jawab atas apa yang ia tulis. Tulisan itu sebelumnya dibagikan dulu ke Kurawa LPIK yang lain. Seusai pemantik atau pembicara itu memuntahkan segala bacotan dari mulutnya, biasanya nanti ada sanggah-menyanggah dari Kurawa LPIK yang lain. Tentunya ada moderator yang memandu diskusi tersebut, biasanya kalau ada moderator yang tidak bicara hanya sekedar memandu saja ia akan kena sindiran dari Kurawa LPIK yang lain, “Moderator gawe atuh!" Itulah kurang lebih suasana kalau diskusi Selasaan. Selasa yang entah kapan bulan dan tahunannya, kalau tidak salah pasca Adit Kelam didaulat menjadi kepala suku LPIK.

Sekretariat LPIK yang awalnya acak-acakan, oleh Adit dibuat estetik. Maklum Adit sangat mencintai keindahan, sekali pun sang Kepala Suku ini ditinggal oleh sang kekasih yang lebih memilih ketua organisasi ekstrak ketimbang Adit. Tapi ini bukan untuk membicarakan Adit yang kepala suku LPIK ditinggal kekasihnya itu, tapi membicarakan Kamar Kecil sebuah buletin siaran LPIK yang redup. Kami sempat ingin melanjutkan buletin itu. "Ieu mun dilanjutkeun alus sigana, Dit,” kataku pada Adit. "Eta Zine Kamar Kecil, Mal" jawab Adit.

Entah bagaimana menyebutnya apa itu Zine atau Buletin tapi yang jelas di sampul sebuah lembaran tersebut tertulis ”Kamar Kecil" dan ada tagline dengan ukuran huruf yang sama besar”Argumentum In Caprukalips".

Betul, kami menemukan Kamar Kecil itu di lemari berwarna hitam yang ada di sekretariat LPIK. Segala dokumentasi dari kurawa-kurawa tersimpan apik, terkecuali Kamar Kecil yang hanya menyisakan satu edisi yang menerangkan Teh di Parahyangan dan itu pun banyak yang hilangnya.

Lalu LPIK mengumumkan akan melanjutkan edisi Buletin Pers Kamar Kecil ini, disiarkan di akun Instagramnya.

“Bertahun-tahun Zine Kamar Kecil sempat hilang. Salah satu alasannya mungkin alasannya loker yang ada di sekretariat LPIK sempat terkunci dan tak ada yang bisa membukanya. Dengan segenap kekuatan dan modal intelektual dan apa adanya, kami berusaha membuka loker dan mencoba menghidupkan kembali bacaan alternatif atau Zine Kamar kecil ini. Di saat bacaan kebanyakan mahasiswa UIN Bandung hadir dengan serius, ketat, dan kaku. Kamar Kecil berusaha hadir sebagai bacaan alternatif yang gurih, renyah, dan krispi. Tentu dengan tidak menyampingkan isu-isu yang sedang hangat, terutama dalam ruang lingkup kampus,” tulis LPIK dalam siaran persnya, 8 Maret 2022 lalu.

Sayangnya dari bulan Maret 2022 hingga saat ini belum berhasil kita wujudkan, ada satu hal yang tidak bisa diutarakan tapi semoga bisa menerbitkan kembali Kamar Kecil itu.

Sampul zine Kamar Kecil #4 tahun 2014. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah)
Sampul zine Kamar Kecil #4 tahun 2014. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah)

Baca Juga: SAWALA DARI CIBIRU #12: Rumpi Ririwa sebagai Kegiatan Diskursif
SAWALA DARI CIBIRU #11: Membumikan Kajian Keislaman
SAWALA DARI CIBIRU #10: DPR sebagai Ruang Diskursus
SAWALA DARI CIBIRU #9: Mahasiswa Pagebluk Corona

Membaca Kamar Kecil

Seusai ada nawaitu untuk menerbitkan kembali Kamar Kecil, beberapa arsip kurawa-kurawa LPIK dahulu kami kumpulkan. Beruntung ada yang mendigitalisasi buletin atau Zine Kamar Kecil ini yaitu A Fikri Gholassahma yang tempo lalu mengirimkan via email kepada saya.

Meski tidak komplet tapi arsip digital itu setidaknya bisa menjadi tiruan mulai dari template, font, dan beragam rubrik yang bisa dikembangkan dalam rencana penerbitan buletin selanjutnya. Hanya ada tiga edisi itu pun tahun 2014. Menurut penuturan Fikri Gholassahma, tidak semua terselamatkan menjadi arsip digital. Beberapa penulis pernah ikut menulis di Kamar Kecil ini salah satunya Kang Atep Kurnia.

Tapi baiklah, mari kita melihat bagaimana Kamar Kecil Edisi #2 tahun 2014. Ada beberapa rubrik yang tertera di sampul yang menampilkan gambar siluet seperti kampus. Di bawahnya tertulis beberapa rubrik seperti rubrik Metawacana menyoal Pendidikan Parokial terus ada  Argumen yang menerangkan Paradoks Golput. Kemudian ada sastra yang ditulis dalam bahasa Sunda dengan judul Dina Angkot Rek Ka Bale Nyuncung dan puisi berjudul Hujan Aku Rindu. Kemudian ada rubrik tokoh yang membeberkan sosok Malcolm X. Dan menariknya dalam buletin Kamar Kecil ini menganalisis sampul majalah Suaka – media pers Kampus UIN Bandung – ditulis oleh Yoga ZaraAndritra dengan judul Cover Majalah Suaka Mengigit.

Di halaman pertama kita akan menemukan keterangan about us-nya Kamar Kecil dan struktur jajaran redaksi. Yang menjadi pimpinan redaksi saat itu Hengky Sulaksono dan menduduki juga editor bersama Aris Darussalam juga Hafidz Azhar.

Entah diterbitkan satu bulan sekali, atau gimana karena di edisi #3 tahun 2014 tampilan LPIK sampulnya berbeda. Pun begitu dengan jajaran redaksinya. Tak ada lagi rubrik yang ditampilkan di cover awal, tapi di cover penutup kita ada quotes-quotes dari Kurawa LPIK seperti kata-kata mutiaranya Acuz, “Tempat di mana kelaparan bisa di atasi dengan mengeja huruf dan meracau teori, hasilnya : e'e di atas kertas.”

Di edisi #4 tahun 2014 tampilan semakin terasa berbeda, introduction yang harusnya di awal malah diselipkan di halaman-halaman penutup, di sini ada rubrik yang berbeda dengan edisi-edisi sebelumnya yaitu rubrik Studi Islam. Beberapa nama yang tetap di jajaran redaktur itu ada Hafidz Azhar, Fikri A., dan Hengky Sulaksono.

Kamar Kecil bisa dibilang sebagai media alternatif yang saat itu ada pers kampus yaitu Majalah Suaka. Mengutip Indra Prayana, dalam Jejak Pers di Bandung (2021) bahwa kehadiran pers kampus menjadi alternatif atas banyaknya berbagai media yang terikat kepentingan baik dari segi finansial ataupun ideologis yang menyulitkan bersifat independen. Tapi pers kampus, lanjut Indra, merupakan media yang terlahir dari rahim kaum intelektual kampus tentu yang menjadi pegangan selain idealisme juga nilai-nilai kemanusiaan secara universal, namun dalam perjalanannya  bisa jadi unsur luar ikut mewarnai perjalanannya.

Kamar Kecil LPIK ini bisa dibilang merupakan pers mahasiswa yang lahir serta berfungsi profesional yang membahas persoalan kampus dan bidang studi sejarah, meminjam istilah yang ditulis oleh Indra dalam bukunya itu. Lalu apakah Kamar Kecil akan mengudara kembali? Kita nantikan saja.

Selamat Hari Pers! Salam Pencerahan.

*Tulisan Sawala dari Cibiru merupakan bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak.id dan UKM Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK)

Editor: Redaksi

COMMENTS

//