• Opini
  • Satu Abad NU, Menagih Keberpihakan Organisasi Pada Rakyat

Satu Abad NU, Menagih Keberpihakan Organisasi Pada Rakyat

Peringatan satu abad Nahdlatul Ulama (NU) dirayakan sangat meriah. Namun dibalik itu ada cerita pahit jamahnya di Desa Wadas dan Pakel menghadapi konflik agraria.

Wahyu Eka Styawan

Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur & Anggota FNKSDA

Suasana pengepungan warga penolak tambang oleh aparat kepolisian di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Selasa (9/2/2022). Solidaritas pun mengalir dari banyak pihak. (Sumber foto: akun IG @wadas_melawan)

13 Februari 2023


BandungBergerak.id — Riuh suasana satu abad Nahdlatul Ulama (NU) benar-benar tersebar ke seluruh pelosok negeri. Hingar-bingar perayaan ini tidak hanya dirasakan secara fisik, tetapi juga hampir memenuhi lini masa dunia maya. Ratusan ribu orang berbondong-bondong datang memenuhi setiap ruang di pusat Kota Sidoarjo, Jawa Timur.  Mereka dengan wajah sumringah berbaur dengan yang lainnya meluapkan suka cita sebagai bentuk cinta pada organisasi.

NU memiliki banyak jamaah dan jamiah yang tersebar sampai ke pelosok desa, ini dapat dilihat dari struktur organisasi terdekat dengan desa yakni ranting. Hampir mayoritas desa di Pulau Jawa terdapat pengurus ranting NU, bahkan sampai mempunya badan otonom organisasi, sebagai contoh Ansor, Muslimat, IPNU dan IPPNU. Bahkan geliat keberadaan NU dapat dilihat dari keaktifan jamaah dan jam'iyah di desa yang dengan ikhlas menghidupkan NU melalui majelis rutinan, tahlil bergilir, istigasah sampai pengajian.

Tak terlalu berlebihan jika NU memiliki basis nyata di desa-desa, sehingga perayaan satu abad kemarin benar-benar meriah. Tapi di balik kemeriahan tersebut, ada beberapa cerita pahit dari warga NU di desa. Bukan soal intoleransi, bukan juga pula soal konservatisme beragama atau politik khilafah, tetapi lebih kepada persoalan struktural yakni penyelesaian konflik agraria. Di mana ada ketimpangan penguasaan lahan dan terancamnya generasi yang akan datang.

Baca Juga: Inovasi Daur Ulang Sampah Plastik Menjadi Filamen
ESAI TERPILIH JANUARI 2023: Mengkritik Perpu Cipta Kerja, Mengenang Djuanda Kartawidjadja
Peran Masyarakat dalam Mencegah Pelecehan Seksual terhadap Perempuan
“Terlalu Bangga” pada Indonesia

Kisah Perjuangan Warga di Kampung

Sebagai organisasi dengan massa terbesar, NU memiliki posisi tawar yang kuat untuk melakukan intervensi pada pemegang kekuasaan. Yang mana banyak warga NU di kampung, terutama yang sedang berjuang mempertahankan ruang hidupnya, berharap besar bahwa wadah tersebut akan mendukung perjuangan mereka.

Seperti yang dirasakan oleh warga Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, mereka adalah korban pembangunan proyek strategis nasional, di mana ruang hidup mereka terancam hilang oleh adanya penambangan  batu andesit yang rencananya akan digunakan sebagai bahan pembangunan proyek bendungan Bener.

Setahun yang lalu, warga Wadas mengalami tindakan represi yang dilakukan oleh pihak kepolisian, kejadian tersebut terjadi pada tanggal 8-9 Februari lalu, jika kemarin NU merayakan satu abad, maka warga Wadas memperingati hari naas berupa represifitas aparat keamanan. Di mana mereka diperlakukan tidak manusiawi hanya karena dipaksa melepaskan lahan pertaniannya untuk jadi tambang andesit proyek bendungan Bener.

Saat kejadian pun, banyak organisasi bahkan tokoh masyarakat yang ber-statement sebagai dukungan. Salah satu organisasi yang saat itu turut bersikap adalah NU. Sikap NU saat itu dikeluarkan saat warga Wadas yang mayoritas jamaah NU meminta pertolongan.

Salah satu sikap yang diharapkan warga pada NU ialah keberpihakannya pada warga, membersamai dan membantu warga dalam melawan ketidakadilan. Harapan tersebut sedikit tertuang dalam pernyataan sikap NU, salah satunya akan mengawal kasus Wadas hingga tuntas.

Selang satu tahun ternyata pernyataan tersebut tak kunjung terealisasi, warga pun menunggu induk organisasi untuk membantu mereka. Tetapi, hingga sampai saat ini, saat semua bersukacita memperingati satu abad, janji dan sikap itu tak kunjung diimplementasikan. Warga pun harus menerima pil pahit tersebut.

Tak jauh berbeda dengan warga Wadas, hal tersebut juga dialami oleh warga Pakel, Banyuwangi yang tengah berkonflik dengan Perkebunan Swasta. Di mana lahan mereka dicaplok oleh perkebunan, parahnya pihak pemerintah daerah seakan-akan tidak peduli dan lebih berpihak pada kebun. Padahal akar konflik di Pakel adalah ketimpangan penguasaan lahan. Di mana hampir mayoritas penduduk Pakel merupakan petani penyewa, buruh tani dan buruh kebun.

Pada hari yang sama juga warga Pakel mengalami represifitas, di mana awal tahun 2022, sekitar tiga warga di represi oleh aparat keamanan setempat. Sementara awal tahun 2023 bertepatan dengan peringatan satu abad NU, warga Pakel kembali mengalami ketidakadilan. Di mana tiga warga Pakel dikriminalisasi dengan tuduhan menyebarkan berita bohong.

Berbeda dengan Wadas, NU di Pakel tidak tegas sikapnya, tidak ada pernyataan sikap atau upaya membantu warga. Baik di level Pengurus Besar sampai Pengurus Cabang tidak ada keberpihakan pada warga Pakel. Warga pernah menyampaikan persoalan memohon pertolongan ke NU, tetapi tidak ada upaya konkrit dan signifikan.

NU Harus Konsisten Dalam Berpihak

Munas Alim Ulama NU di NTB pada 2017 silam dan Muktamar NU di Lampung pada Desember 2021 telah menghasilkan beberapa rekomendasi yang progresif terkait konflik agraria. Salah satunya ialah pada poin rekomendasi Daulat Rakyat Atas Tanah yang mana NU mendorong negara harus hadir untuk memberikan kepastian atas penguasaan lahan dan bagaimana rakyat dapat berdaulat atas tanahnya. Salah satunya mempertimbangkan keberpihakan negara pada rakyat, bukan pada mereka yang memiliki kuasa.

Selain itu, negara harus hadir untuk melindungi tanah rakyat dari aneka perampasan, menjunjung tinggi persamaan hak serta keterbukaan. Artinya, NU melarang aneka bentuk perampasan tanah rakyat baik oleh korporasi maupun negara, apalagi tanah tersebut sudah dimanfaatkan secara turun-temurun dan menjadi sumber penghidupan. Pandangan ini sejalan dengan Muktamar NU tahun 1992 di Lampung dan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di NTB tahun 1997 yang secara blak-blakan menyikapi perampasan tanah oleh negara dan korporasi, sebagaimana artikel jurnal Asri Widayati (2019). .

Pada konteks ini warga Wadas tengah menghadapi perampasan tanah oleh negara, di mana secara otoritatif pemerintah menetapkan kawasan tersebut sebagai tapak tambang andesit untuk kebutuhan pembangunan Bendungan Bener, padahal warga sangat bergantung pada tanah yang akan dialihfungsikan paksa, karena mayoritas warga Wadas adalah petani. Selain itu, sejak awal warga Wadas juga tidak pernah diberi tahu atau dilibatkan dalam perencanaan pembangunan yang berimbas pada mereka. Sehingga dalam hal ini, apa yang terjadi di Wadas adalah bentuk perampasan tanah dan berpotensi memiskinkan warga yang telah turun-temurun mengelolanya.

Sementara untuk persoalan yang dihadapi warga Pakel yakni ketimpangan penguasaan lahan dan pencaplokan lahan, sejatinya sudah disampaikan pada Muktamar Lampung, di mana NU mendorong negara hadir untuk kedaulatan rakyat atas tanahnya, salah satunya adalah memberikan pengakuan dan perlindungan. Sejalan dengan itu hasil dari Munas Alim Ulama NTB juga merekomendasikan bahwa ketimpangan harus dihapuskan melalui program reforma agraria, seperti rakyat yang tak punya lahan harus diutamakan untuk mendapatkan hak atas tanah. NU juga mendorong distribusi lahan dari konglomerasi yang menguasai lahan dominan, sementara rakyat kebanyakan tak punya lahan secara proporsional dan disokong jalur legal.

Merujuk pada keputusan Munas Alim Ulama 2017 dan Muktamar 2021 yang berkaitan dengan agraria terutama penyelesaian konflik. Harusnya NU hadir dan konsisten membersamai warga Wadas dan warga Pakel. Karena kedua wilayah tersebut masuk dalam kriteria rekomendasi yang diusung NU untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang berdaulat dan adil. Wadas adalah contoh perampasan tanah oleh negara, sementara Pakel adalah contoh penguasaan dominan konglomerasi atas tanah yang mana penduduk di wilayah tersebut tidak memiliki tanah.

Satu abad NU harusnya memiliki visioning untuk menjalankan rekomendasi yang telah dihasilkan secara konsisten, terutama dalam keberpihakan pada rakyat. Bukan hanya terjebak membahas peradaban nusantara, tetapi harusnya juga memiliki keberpihakan pada jamaah NU di desa-desa yang berjibaku dengan konflik agraria. Karena peradaban nusantara sejatinya dibangun melalui pertanian untuk hidup, beribadah dan berkarya. Sebab, perampasan tanah dan ketimpangan penguasaan tanah merupakan salah satu penyebab suatu peradaban itu mundur.

Sehingga NU harus punya keberpihakan, konsistensi dan komitmen untuk menjalankan hasil Munas Alim Ulama 2017 dan Muktamar 2021, sehingga sebuah keharusan NU berpihak pada warga Wadas dan Pakel, serta wilayah-wilayah lain yang tengah mengalami situasi serupa. Satu abad seharusnya NU lebih progresif dan tidak lagi tutup mata atas persoalan jamaah di basis-basis desa yang tengah berjuang mempertahankan hidup, salah satunya Wadas dan Pakel.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//