• Berita
  • Berpulangnya Profesor yang Dekat dengan Aktivis Lingkungan

Berpulangnya Profesor yang Dekat dengan Aktivis Lingkungan

Enri Damanhuri merupakan dosen ITB yang konsisten menggeluti isu sampah. Pandangan-pandangannya kerap dipakai para pegiat lingkungan untuk menolak insinerator.

Enri Damanhuri, pakar sampah yang juga Guru Besar ITB wafat pada Kamis (30/3/2023). (Sumber: ITB)*

Penulis Iman Herdiana3 April 2023


BandungBergerak.idEnri Damanhuri, pakar sampah yang selama ini dikenal dekat dengan para aktivis lingkungan, telah berpulang. Meninggalnya prof Enri, demikian Guru Besar ITB itu biasa disapa, adalah kehilangan besar bagi isu persampahan yang lagi menghangat baik secara nasional maupun di Kota Bandung.

Kabar tersebut juga mengejutkan Direktur Eksekutif Walhi Jabar Meiki W Paendong. Terlebih Enri tinggal di daerah yang sama dengan alamat Walhi Jabar di kawasan Cikutra.

“Kami sempat melayat, melepas kepergian menuju Masjid Salman. Habis disalatkan, almarhum dimakamkan di TPU Cikutra,” terang Meiki W Paendong, saat dihubungi BandungBergerak.id, Senin (3/4/2023).

Menurut keterangan resmi ITB, Guru Besar Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) tersebut wafat pada Kamis (30/3/2023) sekitar pukul 06.24 WIB. Almarhum berpulang pada usia 73 tahun.

“Kami turut berduka dan berbela sungkawa sedalam-dalamnya karena prof Enri ini dalam konteks gerakan lingkungan hidup banyak memberikan perspektif terutama di isu persampahan, lebih teknis lagi di isu soal teknologi insinerator dan dampak-dampak negatifnya terhadap lingkungan,” kata Meiki.

Insinerator atau tungku bakar sampah selalu ditolak oleh para pegiat lingkungan. Namun pemerintah kerap memilih insinerator sebagai solusi dalam mengelola sampah.

Enri, menurut Meiki, selalu berbagi pandangan-pandangan ilmiahnya mengenai teknologi insinerator ini. Enri memiliki sikap bahwa insinerator merupakan jalan paling akhir untuk mengelola sampah. Enri lebih menyarankan bahwa pengelolaan sampah lebih baik dilakukan dengan cara-cara yang lebih ramah lingkungan dengan menjalankan prinsip 3R atau 3M (mengurangi, menggunakan ulang, dan mendaur ulang).

Di Kota Bandung, konsep 3R yang dijalankan dikenal dengan nama Kang Pisman (kurangi pisahkan manfaatkan). Konsep 3R seperti Kang Pisman inilah yang menurut Enri Damanhuri harus didahulukan ketimbang pemanfaatan insinerator.

Enri sendiri sepakat dengan penggunaan insinerator skala besar yang ditopang dengan teknologi canggih, bukan insinerator atau tungku-tungku bakar biasa. Teknologi insinerator yang disepakati Enri adalah insinerator khusus yang memiliki fasilitas atau filter penyaring asap beracun akibat pembakaran sampah.

“Insinerator yang asli itu memiliki teknologi penyaringan yang terdiri dari beberapa tahapan, fasilitas perangkap racunnya lengkap. Makanya insinerator ini pasti berbiaya tinggi. Tapi memang harus seperti itu. Teknologi insinerator yang benar harus seperti itu. Konsekuensinya akan berbiaya tinggi,” terang Meiki.

Meski demikian, menurut Meiki, teknologi insinerator dalam skala besar dan canggih tidak 100 persen sanggup menyaring partikel beracun hasil pembakaran. Teknologi ini masih memungkinkan meloloskan zat-zat penyebab penyakit seperti dioksin dan furan ke udara. Sehingga sistem pengelolaan sampah yang benar adalah kembali menerapkan konsep 3R yang ketat.

Pandangan-pandangan ilmiah tentang teknologi pengelolaan sampah itulah yang kerap dibagikan prof Enri kepada para aktivis. Di sisi lain, para aktivis lingkungan memang memerlukan pakar atau akademikus yang mau berbagi pandangan ilmiah mereka.

“Kami merasa terbantu dengan pandangan-pandangan teknis dari prof Enri. Pandangan ini kemudian bisa kami pakai menjadi media kampanye, media desakan untuk menolak penggunaan insinerator,” katanya.

Bersolidaritas pada Penolakan PLTSA

Meski memiliki sikap menerima insinerator sebagai jalan paling akhir dalam pengelolaan sampah, namun Enri dinilai sebagai pakar yang terbuka dan tidak menutup diri. Ketika para pegiat lingkungan ramai-ramai menolak rencama pembangunan PLTSA di Gedebage pada 2013 lalu, Enri turun bersolidaritas dalam gerakan ini.

“Beliau juga tidak menutup diri bersolidaritas di saat masyarakat menolak karena mengkhawatirkan dampaknya. Karena beliau dengan keilmuannya tahu pasti PLTSA akan memberikan dampak polusi,” katanya.

Setiap kali diundang oleh Walhi Jabar maupun organisasi lingkungan lainnya, Enri selalu menyatakan kesediannya untuk membagikan kepakarannya di bidang sampah. Namun kini setelah prof Enri wafat, Meiki mengaku kesulitan mencari pakar lain yang mau berbagi pikiran dan wawasan.

“Setelah prof Enri kami belum melihat ada figur akademisi yang memiliki expert yang serupa atau semangat dan kiprahnya sepetti almarhum. Mungkin ada, tapi yang berinteraksi dengan kami belum merasa ada yang bisa melanjutkan,” katanya.

Sementara itu, sekarang Pemkot Bandung berencana melanjutkan pembangunan PLTSA Gedebagi yang mandek sejak 2013. Walhi Jabar menilai rencana ini sebagai pilihan yang buruk yang tidak selaras dengan prinsip pengelolaan sampah keberlanjutan dan tidak ramah lingkungan.

“Dan PLTSA berpotensi membebani pemerintah kota sendiri karena biayanya sangat tinggi. PLTSA akan memakan pembiayaan sangat besar, selain menimbulkan polusi,” katanya.

Baca Juga: Menggugat Makna dalam Diam, Cara Pantomim Mengekspresikan Trauma
Ramadan Pertama Mahasiswa Perantau di Bandung
Pemkot Bandung masih Mencari Solusi Penanganan Sampah, Apa Kabar dengan Kang Pisman?

Kehilangan bagi Keluarga Besar ITB

Wafatnya prof Enri secara khusus kehilangan bagi keluarga besar ITB. Untuk melepas kepergian almarhum, ITB melakukan pelepasan jenazah di Aula Timur ITB, Kamis (30/3/2023). Rektor ITB Reini Wirahadikusumah membacakan sambutan untuk almarhum.

“Kita hadir di sini untuk memberikan penghormatan terakhir melalui prosesi pelepasan jenazah, sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas jasa, darma bakti, serta pengabdian almarhum kepada ITB, negara dan bangsa semasa hidupnya,” ujar Reini Wirahadikusumah.

Enri Damanhuri lahir di Sumenep, 12 Juli 1949. Beliau menjalani pendidikan tinggi di Teknik Penyehatan ITB dan meraih gelar Sarjana Teknik pada tahun 1975. Kemudian, melanjutkan studi Science de l'environnement di ENTPE, Perancis, dan memperoleh Certificate d'Etude Superieur (SPl) pada tahun 1982. Gelar Docteur Ingenieur diraih pada tahun 1987 dari Universite de PARIS 7 melalui studi Chimie de la pollution/Kimia pencemaran lingkungan.

Selama mengabdi di ITB, almarhum pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan I-FTSP ITB pada tahun 2001, Ketua Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITB pada tahun 1998-2001, Pembantu Dekan II – FTSP ITB pada tahun 1991-1997, dan Ketua Laboratorium Buangan Padat/B3 Teknik Lingkungan pada tahun 1993-1997.

Enri aktif sebagai dosen pada Program Studi Teknik Lingkungan, mengampu mata kuliah seperti statistika, pengelolaan limbah B3, pengolahan limbah secara termal, serta teknik pengolahan sampah. Bidang keahlian beliau yaitu Ilmu Pengelolaan Buangan Padat.  Beliau menerima penghargaan Satyalancana Karya Satya RI 20 tahun pada tahun 1998.

“Selamat jalan Prof. Dr. Ir. Enri Damanhuri. Semoga Allah SWT menerima amal ibadahnya dan mengampuni segala dosanya. Untuk keluarga yang ditinggalkan semoga diberi ketabahan dan kesabaran. Doa keluarga besar ITB senantiasa menyertai almarhum,” demikian keterangan resmi ITB.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//