• Kolom
  • NGABUBURIT MENYIGI BUMI #13: Gunung Gelap di Garut, Penangkal Halilintar dan Gelegar Guntur

NGABUBURIT MENYIGI BUMI #13: Gunung Gelap di Garut, Penangkal Halilintar dan Gelegar Guntur

Nama Gunung Gelap disematkan pada gunung batu yang selalu menjadi sasaran sambaran halilintar dengan suara guntur menggelegar. Mitos tempat adu sakti dua kesatria.

T. Bachtiar

Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)

Nama geografi Gunung Gelap yang tertera dalam Peta Topografi Lembar Tjihoerip (Cihurip) yang diterbitkan Topographisch Bureau di Batavia tahun 1886. (Foto: Dokumentasi T. Bachtiar)

4 April 2023


BandungBergerak.id – Gunung Gelap berada di jalan yang mengular melipir tebing yang curam. Dari Garut, tempat ini dapat dicapai setelah menempuh perjalanan sejauh 58 km. Jalan yang dibangun berada di lereng gunungapi tua yang ditoreh sesar, diperdalam deras air, membentuk lembah yang sempit dan dalam, yang memanjang menurun ke Samudra Hindia.

Di ruas lembah yang tersesarkan, terpatahkan, membentuk dasar sungai yang berundak-undak. Di ujung lembah yang tersesarkan itu dialasi batuan yang kokoh, berfungsi sebagai penahan erosi ke hulu sungai. Di sanalah terbentuknya curug, airterjun yang bertingkat-tingkat.

Rangkaian gunung-gunung itulah yang oleh Reinout Willem van Bemmelen (1949) disebut Zona Pegunungan Selatan. Jalan yang dibangun pada zaman kolonial dari Cikajang ke Pameungpeuk, harus membobok breksia, satuan batuan yang terdiri atas pecahan bebatuan gunungapi yang sudah kompak, dan menghancurkan bongkah-bongkah lava yang pejal dan kokoh. Bebatuan itu hasil letusan gunungapi yang terjadi antara 3,2 juta - 1,8 juta tahun yang lalu, yang membentuk rona bumi perbukitan berelief kasar dengan lembah sempit yang dalam, dengan lerengnya yang curam.

Satu dari gunungapi tua yang menonjol di kawasan ini adalah Gunung Gelap (+972 m dpl). Menjadi sangat populer karena dilintasi jalan raya antara Cikajang - Pameungpeuk.

Sampai tahun 2000an awal, ruas jalan di kaki Gunung Gelap ini merupakan jalan yang paling indah antara Ciakajang – Pameungpeuk. Jalan mulus, teduh, diapit oleh lereng batu yang kelam dan lembab, selalu basah oleh tetesan air dari berjuta akar seujung jarum. Di bawahnya, jurang yang menganga dalam. Kemegahan bentang alam. Pohon-pohon besar tegak di lereng yang menerus ke lembah. Pucuk rotan mencuat dari kehijauan hutan hujan tropis, batangnya yang berduri melilit panjang. Suara air dari anak-anak sungai yang mengalir menuju lembah, namun gemuruh riamnya kadang terdengar tertiup angin.

Kini, yang melakoni zaman sudah berubah. Warung-warung berjajar menutupi keindahan, dan sudah sampai di ruas jalan paling indah di Gunung Gelap.

Tubuh gunung ini berupa batuan hasil letusan gunungapi tua berupa breksia, lava, pasir, dan abu gunungapi. Material letusan gunungapi yang menjadi kokoh dan tersebar luas, yang membentuk perbukitan batu di sana.

Baca Juga: NGABUBURIT MENYIGI BUMI #12: Gunung Kaseproke Mengabadikan Kisah Kasih Tak Sampai
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #11: Jejak Bunga Karang di Perbukitan Citatah
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #10: Kemegahan Raksasa, Letusan Gunung Gumuruh yang Menimbun Cianjur
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #9: Gunung Lembu dan Gunung Parang, Bertahan Selama Dua Juta Tahun

Gunung Gelap

Kata gelap dalam nama geografi Gunung Gelap di Desa Mekarwangi, Kecamatan Cihurip, Kabupaten Garut, Jawa Barat, bukan berarti gelap dalam bahasa Indonesia yang berarti tidak ada cahaya, tidak terang, kelam, atau poék dalam bahasa Sunda. Bila gelap diartikan poék atau kelam, seharusnya nama geografinya itu Gunung Poék. Jadi, kata gelap dalam Gunung Gelap, merujuk pada pengertian yang lazim dalam bahasa Sunda.

Ada beberapa kata dalam bahasa Sunda yang mempunyai arti yang sama dengan kata gelap, seperti gugur, suara gemuruh di langit. Gélédég, suara gelegar yang terdengar beruntun dengan kilatan-kilatan di langit. Gumuruh, guruh, suara menggelegar di udara, yang disebabkan oleh halilintar. Dan guntur, suara menggelegar di udara, yang disebabkan oleh halilintar (kilat atau matapetir).

Nama geografi Gunung Gelap disematkan pada gunung batu yang selalu menjadi sasaran sambaran halilintar dengan suara gélédég yang menggelegar. Alasan itu seirama dengan geomitologi Gunung Gelap yang berkembang di masyarakat.

Konon, gunung batu ini dijadikan tempat adu kesejatian dua kesatria asal Pameungpeuk dan Cisompet. Tersebutlah kesatria dari Pameungpeuk sedang berkelana mencari kesajatian hidup. Dia mendengar di Cisompet ada kesatria, maka ia pun bertandang ke sana.

Setelah bertemu, tidak menunda waktu, kesatria dari Pameungpeuk langsung mengundang untuk bertarung. Sambil menghindari serangan, kesatria Cisompet terus bergerak ke arah utara sejauh 10 km. Di sana ada gunung batu, yang di puncaknya bagus untuk mengadi keunggulan, dan jauh dari perkampungan.

Pertarungan yang sebanding. Siang malam semakin sengit. Tak da tanda-tanda akan berakhir. Langit mendung. Awan hitam bergelayut. Halilintar menyambar-nyambar puncak gunung. Gelegar gelap yang tiada jeda, tiada berkesudahan. Pertarungan  terus berlangsung.

Keesokan harinya, hujan reda. Cahaya matahari bersinar cerah. Namun tak ada yang menyaksikan kedua kesatria itu turun gunung. Rupanya, pertarungan terus berlanjut, bahkan sampai sekarang. Bila halilintar menyambar dan gelap bergemuruh beruntun di Gunung Gelap, itu sebagai pertanda pertarungan dua kesatria masih berlanjut.

Pertarungan para kesatria saat ini untuk menguji kesejatian hidup, bisakah berkehidupan dengan tidak merusak lingkungan. Kawasan itu menjadi sangat genting, karena tutupan lahan hutan di rangkaian gunungapi tua itu banyak yang sudah berganti menjadi kebun sayur. Bila halilintar dan gelap yang bergemuruh diikuti hujan lebat yang mengguyur kawasan bertanah tipis di atas batuan yang kedap air, maka lapisan tanahnya akan dengan mudah meluncur. Dampaknya sudah pasti, akan terjadi kekurangan air di musim kemarau, akan terjadi banjir dan tanah longsor pada musim penghujan. Tiga hal inilah yang harus selalu diwaspadai para kesatria Garut Selatan saat ini, karena di sepanjang daerah aliran sungainya sudah banyak dihuni seuweu siwi, cucu-cicit Siliwangi.

 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//