Bandung Membutuhkan 1 Juta Pohon agar Bisa Kembali Sejuk seperti Dulu
Gencarnya alih fungsi lahan membuat jumlah pohon dan ruang terbuka hijau di Kota Bandung terus menyusut.
Penulis Iman Herdiana8 April 2023
BandungBergerak.id - Jika di masa lalu Kota Bandung dikenal karena kesejukannya, kini kesan tersebut seperti tak membekas. Udara Kota Bandung telah berubah menjadi panas dan gerah. Tentu banyak faktor mengapa kota ini menjadi lebih panas, penyebab paling kentara adalah berkurangnya jumlah pohon peneduh.
Pohon berdampak besar dalam menurunkan suhu suatu tempat. Namun gencarnya alih fungsi lahan membuat jumlah pohon di Kota Bandung terus menyusut, tak sebanding dengan jumlah penanaman kembali.
Menurut data DPKP3 Kota Bandung yang diakses Selasa (5/4/2023), kondisihutan Kota Bandung benar-benar kritis. Saat ini jumlah pohon pelindung di Kota Bandung sebanyak 229.649 pohon. Padahal idealnya jumlah pohon yang ada di Kota Bandung sebanyak 40 persen dari jumlah penduduk.
Penduduk Kota Bandung pada 2022 berjumlah 2.452.943 jiwa (BPS Kota Bandung 2022). Jadi jumlah pohon yang dibutuhkan sebanyak 981.177,2 pohon atau hampir 1 juta pohon. Secara teoritis jumlah ini akan cukup untuk meneduhkan Kota Bandung, khususnya menetralkan udara panas matahari.
Kurangnya Ruang Terbuka Hijau
Berbicara soal pohon tentu tak bisa lepas dari ruang terbuka hijau, sebab pohon yang ditanam membutuhkan ruang, yaitu tanah terbuka tanpa ada bangunan. Ruang terbuka berbentuk lapangan yang lantainya ditembok bukanlah ruang terbuka hijau.
“Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam," demikian dikutip dari Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
DPKP3 Kota Bandung merilis bahwa Kota Bandung baru memiliki 1.700 hektare RTH. Idealnya RTH Kota Bandung adalah 30 persen dari total luas kota. Luas Kota Bandung sendiri 16.729,65 hektare, jadi kebutuhan RTH-nya minimal 6.000 hektare.
DPKP3 Kota Bandung juga merilis bahwa kewajiban menyediakan RTH bukan hanya oleh pemerintah saja, swasta juga harus mengalokasikan ruangnya untuk pengadaan RTH. Namun menurut data yang dilansir Greenlife Society setidaknya 90 pusat perbelanjaan di Bandung itu masih berhutang 85 ribu meter persegi ruang hijau.
Baca Juga: Pemerintah Kewalahan dalam Membangun Infrastruktur Air
Kota Bandung Kekurangan Tanah Makam
Menengok Kasus Stunting di Permukiman Padat Bandung Setelah Pandemi Covid-19
Apa yang Terjadi jika Bandung tanpa RTH?
Sinar matahari 90 persen akan menempel di aspal, genting rumah, dan bangunan lainnya yang ada di permukaan. Sisanya yang 10 persen akan kembali ke angkasa. Hal itu memicu udara Kota Bandung menjadi panas.
Jika Bandung memiliki RTH sesuai dengan angka ideal, maka sinar matahari itu 80 persen diserap oleh pepohonan untuk fotosintesis, 10 persen kembali ke angkasa, dan 10 persennya lagi yang menempel di bangunan, aspal, dan lain-lain.
Krisis RTH juga sangat penting dalam mengurangi penurunan air tanah. Menurut Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandung, pada 2006 akibat berkurangnya persentase ruang terbuka hijau maka setiap tahunnya permukaan tanah di Kota Bandung menyusut sekitar 42 sentimeter. Di Babakan Siliwangi, misalnya permukaan air tanah berada pada kedudukan 14,35 meter dari sebelumnya 22,99 meter.
Selain itu, RTH berperan mengurangi pemanasan global.Kekurangan ruang terbuka hijau dan pepohonan membuat emisi atau karbon dioksida banyak yang lepas ke angkasa untuk memicu pemanasan global. Setiap 1.000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan menghasilkan emisi karbon dioksida 5,6 juta ton per tahun.
Sebuah kendaraan bermotor yang memerlukan bahan bakar 1 liter per 13 km dan tiap hari memerlukan bbm 10 liter maka akan menghasilkan emisi karbon dioksida sebanyak 30 kg per hari atau 9 ton per tahun. Kita asumsikan jumlah kendaraan bermotor di Kota Bandung yang terbak macet mencapai 500 ribu kendaraan setiap harinya, maka emisi karbon dioksida yang terbang ke atmosfer sebanyak 4,5 juta ton per tahun.