NGABUBURIT MENYIGI BUMI #14: Semua Belajar dari Letusan Gunung Galunggung Untuk Kemanusiaan
Letusan panjang Gunung Galunggung pada April 1982 hingga Januari 1983 memberikan pengalaman dan kesadaran betapa pentingnya mitigasi letusan gunungapi.
T. Bachtiar
Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)
5 April 2023
BandungBergerak.id – Letusan Gunung Galunggung di Kabupaten Tasikmalaya, benar-benar menjadi sekolah bagi para ahli gunungapi dan seluruh bidang keilmuan yang terkait dengan dampak letusan gunungapi. Semua kembali belajar tentang tentang letusan gunungapi dengan durasi yang lama.
Pengetahuan tentang abu letusan gunungapi terhadap penerbangan, misalnya, belum banyak diketahui. Letusan ini telah membuka jalan untuk pengkajian baru, seperti bagaimana abu letusan gunungapi membahayakan penerbangan. Dari pengalaman nyata pesawat terbang yang mati mesin setelah melintas di langit Gunung Galunggung, telah melahirkan standar operasi (SOP) bagi keselamatan penerbangan bila terjadi letusan gunungapi, yang abu letusannya meniup ke jalur penerbangan.
Pengalaman pilot Kapten Eric Moody menjadi sumber belajar. Tanggal 24 Juni 1982, pesawat British Airways nomor penerbangan 9 terbang dari Inggris ke Australia. Saat itu petugas keamanan dan keselamatan penerbangan tidak mengingatkan apalagi melarang. Abu letusan yang melayang-layang dihisap oleh pesawat jet Boeing 747-200 yang membawa 263 penumpang di ketinggian 11.000 meter. Akibatnya keempat mesin pesawat mati. Di ketinggian 13.000 kaki, tiga mesin pesawat kembali berfungsi, lalu pesawat berbalik arah, dan mendarat darurat di Jakarta dengan selamat.
Matinya mesin pesawat itu karena abu letusan gunungapi mengandung serbuk halus silika, disedot oleh mesin jet yang berkinerja tinggi. Udara yang mengandung abu gunungapi itu masuk ke dalam mesin yang suhunya mencapai 1.400 derajat C. Abu letusan yang mengandung partikel kaca vulkanik halus itu akan cepat meleleh, lalu melapisi turbin, menyebabkan mesin secara otomatis mati.
Baca Juga: NGABUBURIT MENYIGI BUMI #13: Gunung Gelap di Garut, Penangkal Halilintar dan Gelegar Guntur
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #12: Gunung Kaseproke Mengabadikan Kisah Kasih Tak Sampai
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #11: Jejak Bunga Karang di Perbukitan Citatah
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #10: Kemegahan Raksasa, Letusan Gunung Gumuruh yang Menimbun Cianjur
Belajar dari Letusan Gunung Galunggung
Letusan Gunung Galunggung menjadi sekolah bagi semua. Bagaimana cara memindahkan penduduk dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat, dengan rasa takut yang mencekam.
Para ahli seperti berada dalam laboratorium maha luas, mengamati perilaku letusan secara nyata, mengenali karakter letusan, mencatat letusan dari waktu ke waktu, dan lain-lain tentang kegunungapian. Letusan ini memberikan pengalaman dan kesadaran, betapa pentingnya dibangunnya pos-pos pengamatan gunungapi untuk memantau seluruh gunungapi aktif di Indonesia. Betapa pentingnya informasi letusan gunungapi bagi dunia penerbangan, kesehatan, pertanian, dan lain-lain.
Gunung Galunggung yang jaraknya sekitar 17 km di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, meletus tiada henti, antara 4/5 April 1982 hingga Januari 1983. Pusat Vulkanologi (1983) mencatat jumlah letusan sebanyak 61 kali. Dentuman bergemuruh dengan kilatan-kilatan, dan asap tebal membumbung ke udara, telah memaksa masyarakat di kaki gunung ini untuk segera meninggalkan perkampungan yang sangat dicintainya.
Ketika terjadi letusan 8 April 1982 yang meluncurkan awan panas yang mematikan, perkampungan yang hangus itu sudah ditinggalkan penghuninya. Beruntung tak ada satu pun korban jiwa. Seluruh penduduk yang dievakuasi sebanyak 35.000 orang, dan 94.000 ha lahan pertanian terkena dampaknya (Katili dan Adjat Sudradjat, 1984).
Pada tahap akhir letusan Gunung Galunggung 1982-1983, terbentuk kerucut sinder di lubang letusan. Hasil letusan ini membentuk kawah melingkar yang tertutup, sehingga air meteorik yang jatuh ke dalam kawah tidak mengalir ke kedua sungai yang berada di kiri kanan kawah, maka tergenanglah danau kawah.
Pengalaman dengan sejarah letusan Gunung Kelud yang berdanau kawah, yang menghamburkan air danau berbarengan dengan material padat yang panas saat letusan, telah mengakibatkan korban jiwa dalam jumlah yang banyak. Maka dibuatlah terowongan untuk mengalirkan air dari danau kawah Gunung Galunggung sampai batas yang berdampak rendah bila terjadi letusan di kemudian hari. Pada tahun 1994 dibuat terowongan sepanjang 650 meter dengan diameter 4 meter, untuk mengalirkan air danau kawah ke Ci Kunir. Terowongan ini bergunanya untuk mengalirkan air danau, dari 10 juta meter kubik pada tahun 1993, menjadi 750.000 meter kubik air pada tahun 1998.
Ketinggian permukaan danau maksimum pada tahun 1998, dengan memperhitungkan, bila terjadi letusan, dampaknya tidak akan menjangkau permukiman terdekat saat itu. Namun, ketika perkampungan saat ini yang terus mendekat ke pusat letusan, maka, kewaspadaan perlu terus ditingkatkan.
Indonesia memiliki 127 gunungapi aktif, yang di sekelilingnya sudah dipenuhi oleh permukiman masyarakat. Maka mitigasi letusan gunungapi harus terus diingatkan secara periodik. Demikian juga pusat-pusat kegiatan industri, pariwisata, dan pemerintahan yang berada di seputar gunungapi aktif. Jumlah bandara saat ini sudah mencapai 340, maka ketika terjadi letusan gunungapi, penerbangan di jalur itu harus dihentikan. Semua harus bergerak bersama, bagaimana tata ruang kawasan dirancang berbasis kebencanaan, kemudian ditetapkan, dilaksanakan, dan diawasi dengan tegas, semuanya itu tiada lain untuk nilai kemanusiaan yang tinggi.