• Kolom
  • NGABUBURIT MENYIGI BUMI #20: Babalongan, Punden Berundak Tanah Khas Bukit Tunggul

NGABUBURIT MENYIGI BUMI #20: Babalongan, Punden Berundak Tanah Khas Bukit Tunggul

Punden berundak di puncak Bukit Tunggul mempunyai bentuk yang khas berupa kotak-kotak berundak yang terbuat dari tanah yang menyerupai kolam kering.

T. Bachtiar

Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)

Peta Topografi Lembar Segalaherang, 1945. (Peta: KITLV Heritage Collection)

11 April 2023


BandungBergerak.id – Dr. N.J. Krom menulis, di puncak Bukit Tunggul, terdapat tembok tanah yang berbentuk undakan persegi empat dengan teras lebih kecil yang mengelilinginya (Laporan Kepurbakalaan Jawa Barat 1914, diterjemahkan oleh Drs Budiaman dan Drs Atja).

Kami mengawali pendakian dari Pasirangling, Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (1.400 m dpl), untuk melihat tinggalan para pendahulu Bandung di puncak Bukit Tunggul, gunungapi tua yang terbentuk sebelum Gunung Tangkubanparahu lahir. Jarak lurus dari Pasirangling ke puncak Bukit Tunggul itu hanya 1,55 km. Medannya menanjak tipis hingga ketinggian 1.600 m dpl, kemudian menanjak panjang. Baru bernafas lega setelah sampai di ketinggian 2.180 m dpl. Di ketinggian itu mulai sedikit datar. Membutuhkan waktu tiga jam untuk sampai di lapangan yang datar di ketinggian 2.185 m dpl.

Sesekali hujan kecil masih turun, airnya tertahan di dedaunan pohon. Ketika angin menggoyangkan dedaunan yang kuyup air, menimbulkan suara mirip sorak-sorai saat konser musik. Hawanya di puncak Bukit Tunggul ketika masih gerimis, terasa dingin. Di pelataran yang mulai datar ditumbuhi rumput yang terpelihara. Di salah satu sisinya terdapat pelataran yang sangat datar, di sana ada “bangunan” dari tanah yang menyerupai tangga setinggi satu meter dengan titian selebar satu setengah meter. Kemudian ada titian berikutnya dalam ukuran yang sama. Setelah sampai di undakan paling atas, ternyata bentuknya seperti kolam kering dengan dasar rumput. Bagian itu berupa kotak dengan kedalaman satu meter, yang menyerupai kolam kering.

Ketika berjalan berkeliling di atas pematangnya, terlihat ada lagi dua “kolam” kering bertingkat di bawahnya. Dua bagian yang bawah sudah ditumbuhi pohon sebesar paha. Kami menuruni pematang itu dan berjalan di sekeliling “kolam” kering yang berundak-undak. Ada semacam jalan selebar satu meter memutari bangunan berundak tersebut. Inilah punden berundak yang dilaporkan oleh Verbeek, seperti yang dihimpun dan dilaporkan oleh N.J. Krom dalam bukunya.

Di puncak Bukit Tunggul yang berkabut, punden berundak dapat menggapai awan. Dari puncak yang tinggi dan suci ini, para peziarah masa megalitik serasa berada di atas awan. Dari sana pandangan lepas ke arah barat laut sejauh 13,5 km, terlihat puncak Gunung Tangkubanparahu yang biru berselimut kabut putih ke abuan.   

Baca Juga: NGABUBURIT MENYIGI BUMI #19: Gunung Cereme Anak Gunung Gegerhalang
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #18: Memitigasi Dampak Guguntur dari Gunung Guntur
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #17: Gunung Cinta untuk Laboratorium Kegunungapian
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #16: Jangan Tunggu Terjadi Longsor di Desa Pasanggrahan Purwakarta

Punden Berundak di Puncak Bukit Tunggul

Menurut KBBI (2001), Punden berundak adalah bangunan pemujaan tradisional megalitikum yang bentuknya persegi empat dan tersusun bertingkat-tingkat. Punden berundak di puncak Bukit Tunggul merupakan tempat pemujaan masyarakat Bandung. Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar, dan litos yang berarti batu. Megalitik berarti batu besar. Budaya megalitik adalah adat-istiadat yang menghasilkan budaya yang menggunakan atau menghasilkan peninggalan-peninggalan berupa budaya batu besar yang dipergunakan untuk pemujaan kepada arwah nenek moyang, dan upaya untuk memenuhi hasrat dan kebutuhan masyarakatnya.

Definisi ini bisa disesuaikan dengan keadaan lingkungan alam sekitarnya, seperti di puncak Bukit Tunggul yang tidak terdapat batu berukuran besar. Seluruh permukaannya berupa tanah. Namun, sebuah budaya tak kaku pada materi yang dibentuknya. Di Bukit Tunggul tidak terdapat batu besar, namun ada kayu yang besar-besar. Dalam perjalanan hidupnya, manusia itu selalu menjalin hubungan ketergantungan dengan alam sekitarnya yang melahirkan budaya yang mempunyai nilai sesuai zamannya.

Melihat keadaan lingkungannya, sangat mungkin, budaya megalitik di puncak Bukit Tunggul ada juga yang menggunakan material dari kayu besar. Namun, karena kekuatannya paling lama satu abad atau lebih, setelah itu menjadi lapuk dimakan zaman. Jadi, sangat mungkin di sini ada menhir dari kayu berukuran besar. Sedangkan di daerah yang banyak terdapat batu-batu besar, budaya megalitik ini benar-benar menemukan wujudnya, sehingga terdapat menhir dan dolmen.

Inti ajarannya budaya megalitik bersumber dari kepercayaan kepada arwah leluhur yang masih dapat membantu keturunannya yang masih hidup. Budaya megalitik mempunyai perjalanan yang amat panjang, bahkan di beberapa daerah di Indonesia ada yang masih berkembang hingga saat ini.

Bangunan atau punden berundak merupakan peninggalan budaya megalitik. Punden berundak yang terdapat di Bukit Tunggul mempunyai bentuk yang khas, berupa kotak-kotak berundak yang terbuat dari tanah, yang menyerupai kolam kering. Masyarakat Cibodas di Desa Sunten Jaya, Kabupaten Bandung Barat, menyebutnya babalongan, yang berarti kolam-kolaman.

Bentuk Bukit Tunggul sangat khas bila dilihat dari kejauhan, dan paling tinggi. Bukit ini tingginya 2.185 m dpl, merupakan bukit yang paling tinggi di Bandung Utara, sehingga terlihat dari berbagai tempat yang jauh. Bentuknya kerucut bila dibandingkan dengan bentuk gunung-gunung di sekitarnya, sehingga Bukit Tunggul menjadi penanda kawasan.

Punden berundak di puncak Bukit Tunggul adalah peninggalan dari para pendukung budaya megalitik. Inilah bukti dinamika budaya dan religi manusia Bandung.

 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//