• Kolom
  • NGABUBURIT MENYIGI BUMI #22: Gunung Tangkubanparahu Cucu Gunung Jayagiri

NGABUBURIT MENYIGI BUMI #22: Gunung Tangkubanparahu Cucu Gunung Jayagiri

Gunung Jayagiri adalah generasi pertama dari dinasti gunungapi di utara Bandung yang letusannya terjadi ratusan ribu tahun yang lalu. Lebih tua dari Gunung Sunda.

T. Bachtiar

Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)

Gunung Tangkubanparahu lahir di kaldera Gunung Sunda, dan Gunung Sunda lahir dari kaldera Gunung Jayagiri. Peta oleh T Bachtiar. (Sumber peta: Google Maps)

13 April 2023


BandungBergerak.id – Para penggemar jalan kaki di utara Lembang, Kabupaten Bandung Barat, pasti sudah mengenal warung nasi Abah Jengkol, yang goreng ikan masnya yang garing dengan nasi merahnya, bisa lupa untuk meneruskan perjalanan. Lokasi warungnya berada di perpotongan jalur klasik pendakian Lembang – Genteng yang menerus ke Gunung Tangkubanparahu dengan Jalan Jayagiri, jalan batu dari Sukawana ke arah Gunung Putri.

Jalan Jayagiri dengan arah barat-timur itu sesungguhnya berada di dalam kaldera Gunung Jayagiri bagian selatan. Selain warung nasi Abah Jengkol, sedikit mendaki ke utara, ada penanda lainnya yaitu warung Ema Idah. Kawasan ini, pada tahun 1970an awal sangat populer sebagai tempat berkemah para pencinta alam dan Pramuka, bukan hanya bagi warga Cekungan Bandung, tapi banyak yang datang dari berbagai tempat di Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta Raya.

Namun saat ini, bagian dalam kaldera Gunung Jayagiri bagian selatan itu tidak terlihat lagi sebagai dasar kaldera dengan dinding bagian dalam kaldera yang tinggi. Hal ini terjadi karena kaldera Gunung Jayagiri sudah diisi kembali oleh material letusan-letusan Gunung Sunda (genersi ke-2) dan material dari letusan-letusan Gunung Tangkubanparahu (generasi ke-3) setinggi ratusan meter.

Bagian yang lebih tinggi di selatan Jalan Jayagiri, itulah sebagian dari lingkaran bibir kaldera Gunung Jayagiri yang tersisa, yang saat ini lebih terkesan sebagai bukit biasa, yang kemudian diberi nama oleh masyarakat pada masa lalu. Ada juga yang kemudian tidak dikenali lagi karena tidak dicantumkan lagi dalam peta karena dianggap terlalu kecil, padahal nama-nama geografi itu sangat penting dalam penelusuran sejarah bumi di suatu kawasan. Umumnya yang tercantum dalam peta saat ini hanya angka-angka ketinggian. Bila disusuri dari arah barat, dari Sukawana, di selatan jalan batu itu dapat diamati titik-titik yang lebih tinggi, seperti +1.581 dpl, +1.664 dpl, +1.694 dpl, +1.611 dpl. Ada nama geografi yang sudah tidak dikenali lagi, namun ada pula yang masih dikenali, seperti Pasir Nyampai, Pasir Nagrak, dan Gunung Sukatinggi. Itulah bagian dari lingkaran kaldera Gunung Jayagiri yang tersisa.

Dari dalam kaldera Gunung Jayagiri dan dinding kaldera Gunung Jayagiri bagian selatan, anak-anak sungai seperti Ci Jangel, Ci Mahi, Ci Bodas, Ci Pada, Ci Waruga, Ci Hideung, dan Ci Beureum, mengalir menjadi anak-anak Ci Tarum, 21 km di selatan dekat Dayeuhkolot.

Baca Juga: NGABUBURIT MENYIGI BUMI #21: Rangkaian Bukit Pasir di Pameungpeuk Peredam Tsunami
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #20: Babalongan, Punden Berundak Tanah Khas Bukit Tunggul
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #19: Gunung Cereme Anak Gunung Gegerhalang
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #18: Memitigasi Dampak Guguntur dari Gunung Guntur

Gunung Jayagiri

Gunung Jayagiri adalah generasi pertama dari dinasti gunungapi di utara Bandung, yang letusan-letusannya terjadi antara 560.000 tahun yang lalu sampai dengan 500.000 tahun yang lalu. Dari satu letusan ke letusan lainnya, ada yang mengalirkan lava, ada juga yang meletus dengan kekuatan dahsyat, menghembuskan material letusan yang mengendap di sangat tebal di bagian barat gunung. Karena begitu banyaknya material yang dihamburkan ke angkasa, terbentuklah kaldera dengan garis tengan 6 km.

Generasi kedua adalah Gunung Sunda. Gunung ini lahir dari kaldera Gunung Jayagiri setelah beristirahat selama 300.000 tahun. Gunung Sunda tingginya + 4.000 m dpl, kemudian meletus berkali-kali. Menurut Mochamad Nugraha Kartadinita (2005), letusan-letusan Gunung Sunda terjadi dalam rentang waktu antara 121.000 tahun yang lalu sampai dengan 105.000 tahun yang lalu. Letusan maha dahsyat Gunung Sunda, selain mengalirkan lava, juga meletus eksplosif dengan tipe letusan plinian, letusan dengan tekanan gas yang sangat kuat, yang menyebabkan material dari dalam tubuh gunung disemburkan ke angkasa, kemudian menyebar ke berbagai wilayah di kawasan seluas 200 km2, membentuk kaldera Gunung Sunda dengan garis tengah 5 km. Material letusannya meluncur di lereng selatan, dengan seketika membendung Ci Tarum di utara Padalarang menjadi danau Bandung Purba yang sangat luas.

Dari puncak Gunung Burangrang, lingkaran kaldera Gunung Sunda bagian barat dan utara dapat dikenali dengan sangat jelas, dengan dindingnya yang dalam, yang di dasarnya terdapat danau kaldera (Situ Lembang) yang sangat indah.

Setelah beristirahat selama 15.000 tahun lebih, dari dalam kaldera Gunung Sunda lahir generasi ketiga, yaitu Gunung Tangkubanparahu. Menurut Kartadina, letusan-letusan pada periode 90.000-40.000 tahun yang lalu, ada yang mengalirkan lava dan menghamburkan material letusan, membentuk kawah Pangguyanganbadak yang membentuk kawah dengan diameter 2 km. Disusul dengan letusan-letusan pada periode 40.000-10.000 tahun yang lalu, membentuk Kawah Upas, dan pada periode 10.000 tahun yang lalu – sekarang terbentuk Kawah Ratu.

Kawah Upas dan Kawah Ratu, dua kawah yang berdampingan dengan arah barat – timur, inilah yang menyebabkan bentuk gunung ini terpancung rata bagian puncaknya, sehingga bila dilihat dari selatan gunung ini, rona buminya terlihat seperti perahu yang terbalik. Bentuk gunung yang inspiratif inilah yang telah melahirkan geomitologi terbentuknya gunung dan danau dengan tokoh Sang Kuriang dan Dayang Sumbi.

 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//