• Berita
  • Meski DPD Kurang Bertaring, Pendaftaran di KPU Jabar Cukup Ramai

Meski DPD Kurang Bertaring, Pendaftaran di KPU Jabar Cukup Ramai

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selama ini hanya memiliki kewenangan terbatas. Suaranya kurang bergema menyuarakan kepentingan daerah.

Diorama Rumah Pintar Pemliu KPU Provinsi Jawa Barat di Bandung, Rabu (8/6/2022). Tahapan pemliu dimulai 14 Juni 2022. Ditetapkan biaya tahapan sampai pelaksanaan pemilu 2024 yaitu Rp 76,6 triliun rupiah. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul9 Mei 2023


BandungBergerak.idPendaftaran calon legislatif Pemilu 2024 sudah dibuka di Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Di KPU Jawa Barat, pendaftaran relatif masih sepi, kecuali untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang hingga berita ini ditulis, Selasa (9/5/2023), sudah ada 16 orang yang daftar.

Jika dibandingan dengan pendaftaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat, pendaftaran DPD tampak lebih antusias. Pada hari yang sama, KPU Jabar baru menerima pendaftaran caleg dari satu partai politik, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Antusiasme pendaftaran DPD tidak berbanding lurus dengan fungsi dan kewenangan lembaga legislatif yang posisinya mirip senator ini. DPD sejauh ini masih menjadi lembaga perwakilan rakyat yang asing, tak sepopuler DPR atau DPRD. Kelak calon anggota DPD yang lolos mendapat tantangan serius untuk membuktikan bahwa lembaga ini punya taring untuk menyuarakan kepentingan daerah di Senayan.

Dosen FH UII Yogyakarta Masnur Marzuki dalam jurnal “Analisis Kontestasi Kelembagaan DPD Dan Upaya Mengefektifkan Keberadaannya” mengatakan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia merupakan lembaga baru yang lahir setelah reformasi 1998. DPD mengemban tugas menjamin terwujudnya hubungan pusat dan daerah yang lebih baik dan bertanggung jawab.

“Realitas ketidakadilan dan kurang meratanya pembangunan  di tingkat pusat dan daerah selama Orde Baru telah memicu keinginan perlunya melembagakan aspirasi daerah dari yang dulunya berwujud Utusan Daerah menjadi Perwakilan Daerah. Bahkan pada awalnya muncul wacana diberlakukannya sistem negara federal di Indonesia sebagai jalan keluar ketidakadilan yang selama ini dirasakan beberapa daerah seperti Aceh, Riau dan Papua,” papar Masnur Marzuki, menjelaskan latar belakang pembentukan DPD, diakses Selasa (9/5/2023).

Bagaimanapun, lanjut Masnur Marzuki, aspirasi kedaerahan harus tetap menjadi perhatian. Apalagi Indonesia memiliki wilayah luas dengan kompleksitas masalah yang dihadapi, seperti ancaman disintegrasi atau pemisahan diri beberapa daerah yang merasa tidak diperhatikan pemerintah pusat.

“Intinya DPD diharapkan menjadi perekat yang akan memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itulah yang menjadi pertimbangan politis untuk melahirkan DPD,” terang Masnur Marzuki.

Namun dalam perkembangannya, DPD hanya dibekali dengan kewenangan terbatas. Keberadaan DPD hanyalah sebagai co-legislator ketimbang peran sebagai legislator sesungguhnya. 

Kenyataannya, menurut Masnur Marzuki, DPD tidak memiliki kewenangan membuat undang-undang. Padahal sebagai bagian dari parlemen selayaknya DPD juga memiliki kewenangan membuat undang-undang seperti yang juga dimiliki DPR.

Dari aspek legitimasi kelembagaan, jika dibandingkan dengan DPR, sebenarnya DPD mempunyai legitimasi yang lebih kuat dalam hal dukungan riil politik dari rakyat. Karena mereka merupakan individu yang dipilih langsung oleh rakyat tanpa melalui partai politik.

“Keterbatasan kewenangan DPD tersebut patut disayangkan sebab hal itu akan berujung pada tidak efektifnya keberadaan lembaga hasil reformasi tersebut,” tulis Masnur Marzuki.

Kewenangan Terbatas DPD

Menurut Masnur Marzuki, DPD masih memiliki sejumlah kewenangan meski terbatas yang berkaitan dengan pengajuan rancangan undang-undang tertentu, pengawasan pelaksanaan undang-undang, serta fungsi pertimbangan. Namun dalam praktiknya, fungsi dan kewenangan itu tidak berjalan efektif sesuai dengan semangat awal pendiriannya.

Dalam hal pengajuan rancangan undang-undang tertentu misalnya, gerak langkah DPD dalam fungsi legislasi amat bergantung pada itikad DPR apakah pengajuan itu dapat diteruskan atau atau hanya berhenti menjadi usulan semata. Hal itu dikarenakan ketiadaan legitimasi yuridis DPD untuk menyusun rancangan undang-undang tertentu. Kalau pun ada, peran tersebut hanya berhenti sampai pada pengajuan rancangan undangundang saja.

Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan, kondisi serupa juga terjadi seperti halnya dalam menjalankan fungsi legislasi. Hasil kerja pengawasan DPD yang dilakukan melalui Panita Ad Hoc dan badan-badan lain di DPD tidak memiliki implikasi apa-apa sebab hasil pengawasan tersebut harus melalui mekanisme penyerahan kepada DPR RI. Oleh DPR, hasil kerja DPD itu hanya dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

“Fungsi pengawasan DPD tersebut hampir menjadi sia-sia sebab hasil kerja itu sebatas menjadi bahan masukan dan pertimbangan saja bagi DPR. Bila begitu, tak heran bila banyak kalangan menyebut DPD adalah staf ahlinya DPR,” lanjut Masnur Marzuki.

Begitu juga dengan fungsi pertimbangan ketika pemilihan anggotaanggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dilaksanakan. Fungsi dan peran DPD tidak lebih dari sekedar pemberi masukan dan pertimbangan terkait penentuan siapa yang akan duduk menjadi anggota BPK.

Baca Juga: Menjelang Pemilu 2024, Pemilih Muda Bersuara
Anak Muda Bukan sekadar Lumbung Suara
Menolak Politik Dinasti, Kota Bandung Membutuhkan Wali Kota Properempuan

Pendaftaran Pemilu di KPU Jabar

Pendaftaran calon DPRD dan DPD di KPU Jabar sendiri telah dibuka sejak 1 Mei 2023 hingga 14 Mei 2023. Humas KPU Jabar Evan mengatakan pendaftaran dibuka sejak pagi hinggi pukul empat sore. Dari partai politik selain PKS, Partai Demokrat berencana mengajukan bakal calonnya 14 Mei mendatang. Dari 18 partai yang akan ikut pesta demokrasi serentak 2024 mendatang, baru 14 partai yang mengkonfirmasikan jadwal pengajuan bakal calon ke KPU Jabar.

Evan memberikan catatan bahwa pengajuan bakal calon dari setiap partai bisa berubah-ubah tidak sesuai dengan rencana yang dikonfirmasikan ke KPU Jabar.  Seperti halnya Demokrat yang mengubah rencana pengajuan bakal calon menjadi hari terakhir pengajuan bakal calon.

Rencana Dua Panel Metode Penghitungan Suara

Yang baru dari Pemilu 2024 adalah penerapan dua panel penghitungan suara. Langkah ini dilakukan agar kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) tidak kelelahan atau bahkan hingga meninggal seperti yang terjadi pada Pilpres 2019 yang lalu.

Nantinya, Komite Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yang beranggotakan tujuh orang akan dibagi menjadi panel A dan panel B. Panel A ditugaskan untuk menghitung perolehan suara dari pemilihan presiden dan wakil presiden dan Panel B bertugas menghitung perolehan suara dari calon legislatif.

"Jadi diharapkan nanti bisa lebih cepat proses penghitungan suaranya. Kemarin sih yang kita lihat waktu simulasi itu waktunya memang lumayan lebih cepat. Cuma memang masih diuji coba dan sedang diproses," ungkap Evan, di KPU Jabar, Jalan Garut.

Evan menyebutkan bahwa rencana perubahan metode penghitungan suara ini sudah ada dan sudah disimulasikan di Kota Bogor. Namun, ketentuan teknis dan kepastian pelaksanaannya belum ada keputusan lebih lanjut.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//