• Kampus
  • Mahasiswa S3 FPIPS UPI Turun Gunung Mengajar Siswa SMP

Mahasiswa S3 FPIPS UPI Turun Gunung Mengajar Siswa SMP

Hasil observasi mahasiswa S3 FPIPS UPI menyebutkan, tugas guru lebih dari mengajarkan ilmu pengetahuan, melainkan menanamkan pendidikan karakter pada anak didiknya.

Observasi mahasiswa S3 FPIPS UPI ke SMP di Bandung, Jumat (19/5/2023) dan Selasa (16/5/2023). (Foto: Dokumentasi Mahasiswa S3 FPIPS UPI)*

Penulis Iman Herdiana26 Mei 2023


BandungBergerak.idTugas guru bukanlah sebatas mengajar atau menyampaikan pengetahuan kepada anak didiknya. Mereka juga berperan penting dalam mengembangkan kepribadian anak didik yang dewasa ini dikhawatirkan mengalami penurunan karakter karena perubahan zaman.

Temuan tersebut mengemuka observasi lapangan sekaligus kajian pedagogik yang dilakukan empat mahasiswa program doktor (S3) Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (FPIPS UPI) terhadap mata pelajaran IPS di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Labschool UPI dan SMP Kartika XIX-2 Bandung.

Observasi dalam rangka memenuhi capaian dan tugas mata kuliah Kajian Pedagogik yang di ampu oleh Mubiar Agustin itu dilaksanakan pada Jumat (19/5/2023) dan Selasa (16/5/2023). Empat mahasiswa S3 FPIPS UPI yang melakukan observasi lapangan adalah Piki S. Pernantah, Eka Yuliana Rahman, Riama Al Hidayah, dan Uun Lionar.

Kepada empat mahasiswa, salah seorang guru IPS Lia mengatakan, guru memang memiliki peran besar untuk memberikan pendidikan karakter. Terlebih saat ini ada kecenderungan terjadi penurunan karakter anak didik yang juga diakibatkan oleh berbagai faktor, salah satunya efek pembelajaran pandemi yang diakibatkan oleh kurangnya interaksi guru dan anak didik secara langsung dalam rangka penguatan karakter.

Guru IPS lainnya, Rifki, juga menyampaikan hal yang tidak jauh berbeda tentang persoalan penurunan karakter anak didik.

Piki S. Pernantah menjelaskan, observasi ini terutama untuk mengkaji persoalan pedagogik di sekolah yang diobservasi, khususnya pada guru IPS di tingkat SMP.

“Di mana dalam kajian pedagogik, para guru IPS harus memahami bahwa tugas mereka bukan hanya untuk mengajar atau menyampaikan pengetahuan saja di kelas, melainkan juga mampu mengembangkan kepribadian anak didiknya secara terpadu,” papar Piki S. Pernantah, dikutip dari siaran pers yang diterima BandungBergerak.id, Jumat (26/5/2023).

Dalam praktiknya, para mahasiswa S3 IPS tersebut melakukan analisis sekolah dan kelas, wawancara dengan guru IPS, dan melakukan studi literatur yang relevan dengan masing-masing topik yang dibahas; mulai dari hal umum hingga spesifik, seperti persoalan teknologi pembelajaran IPS, persoalan literasi budaya, literasi sejarah, karakter dan empati, dan sebagainya.

Menurut Piki, hasil observasi terhadap kedua sekolah menunjukkan bahwa kajian pedagogik diperlukan untuk menciptakan kualitas pembelajaran.

“Hal ini tentu harus menjadi perhatian bersama untuk senantiasa melakukan berbagai kajian pedagogik dalam pembelajaran IPS sehingga kita semua dapat menganalisis berbagai persoalan untuk dicarikan problem solving dalam rangka meningkatkan pembelajaran yang berkualitas,” kata Piki.

Selain itu, kehadiran mahasiswa S3 IPS ke sekolah-sekolah diharapkan menjadi ajang penerapan teori-teori yang telah dipelajari di ruang perkuliahan, sehingga juga dapat menganalisis persoalan pembelajaran secara langsung di lapangan.

Baca Juga: Alumni Angkatan 88 ITB Mendapati Warga sekitar Gunung Geulis Mengalami Masalah Air Bersih dan MCK
Mengapa Pelaku UMKM dan Ekonomi Kreatif Harus Mengenal Hak Kekayaan Intelektual?
Mahasiswa Informatika Unpar Membuat Program Sortir Buah Berdasarkan Algoritma

Ilmu Pegagogi 

Pedagogi kadang-kadang dirujuk pada suatu penggunaan secara tepat strategi-strategi mengajar, seperti disampaikan Dharma Kesuma dari Jurusan Pedagogik Fakultas Ilmu Pendidikan UPI dalam karya ilmiahnya yang berjudul Pedagogi – Pedagogika

Dalam strategi-strategi mengajar keyakinan-keyakinan filsafati pengajaran dari guru sendiri berinteraksi dengan latar belakang pengetahuan dan pengalaman siswa, situasi-situasi personal, dan lingkungan, juga tujuan-tujuan belajar yang ditetapkan siswa dan guru,” terang Dharma.

Menurutnya, padanan kata pedagogi adalah education (pendidikan), yang merujuk pada konteks keseluruhan dari instruction, learning, dan operasioperasi aktual yang terlibat di dalamnya. Di belahan dunia berbahasa Inggris istilah pedagogy merujuk pada sains atau teori mendidik (the science or theory of educating).

Dalam pedagogik, lanjut Darma, manusia tidak diperlakukan sebagai sebuah fakta yang given, tetapi adalah suatu fakta yang sedang merealisasikan dirinya; bukan hanya realisasi bayi menjadi manusia dewasa, tetapi juga realisasi pencapaian manusia dan masyarakat paripurna.

Manusia dan masyarakat paripurna memiliki batas-batas akhir yang relatif, karena itu pendidikan bersifat seumur hidup. Dengan asumsi ini, pedagogik menempatkan manusia sebagai seorang tuan (a master) dari budayanya, bukan suatu makhluk yang berada dalam kerangkeng budayanya. Dengan cara ini, pedagogik menjadi sebuah disiplin yang otonom.

Di samping manusia sebagai sebuah fakta yang on-going, tulis Darma, manusia juga suatu fakta multidimensi. Ilmu-ilmu hanya mengungkap dimensi-dimensinya yang tertentu dan ”objektif”.

Contohnya psikologi hanya mengungkap dimensi tingkah laku atau kesadarannya; antropologi budaya mengungkap dimensi budayanya; antropologi fisik hanya mengungkap dimensi manusia yang fisik; dimensi rohaniah dan transendental manusia diungkap oleh filsafat.

“Ilmu belaka untuk studi manusia tidaklah cukup; begitupun halnya dengan filsafat belaka. Pedagogi dalam studinya tentang manusia mengombinasikan kedua pendekatan tersebut untuk menghasilkan suatu sistem pedagogi yang diharapkan,” paparnya.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//