• Cerita
  • Syair-syair Puitik dalam Konser Seriosa di Selasar Sunaryo

Syair-syair Puitik dalam Konser Seriosa di Selasar Sunaryo

Konser Seriosa di Selasar Sunaryo ini sekaligus peluncuran album Seriosa Tembang Puitik Indonesia Vol. 01 yang terdiri 17 lagu.

Konser seriosa dari penyanyi tenor Farman Purnama dan pianis Renardi Efendi sekaligus peluncuran album Seriosa Tembang Puitik Indonesia Vol. 01 di Selasar Sunaryo, Bandung, Minggu (28/5/2023). (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Penulis Tofan Aditya31 Mei 2023


BandungBergerak.idLampu dimatikan. Hanya tersisa seberkas cahaya kuning dari lampu kecil yang menyorot dua musikus di atas pentas. Dengan pakaian formal bernuansa tahun 1950-an, masa keemasan dari genre ini, keduanya nampak bersiap mengesankan 36 pasang mata yang sudah menanti dimulainya pertunjukkan langka seriosa.

Belakangan, konser musik klasik terutama seriosa sangat jarang sekali digelar. Di Bandung, pentas seriosa terakhir yang tercatat konser amal Denting Bening Swara Jiwa yang diisi oleh Ati Sriati, Farman Purnama, Yohanes Siem, Novi Purnama, dan Koor SwaraseniorA. Konser yang ditujukan untuk terapi kesehatan ini diselenggarakan di Selasar Sunaryo Art Space (SSAS), Bandung, Minggu 27 Maret 2022.

Butuh waktu satu tahun, tepatnya Minggu (28/5/2023) malam, agar konser seriosa dapat kembali terselenggara di SSAS. Kali ini, penyanyi tenor Farman Purnama dan pianis Renardi Efendi yang menjadi penampil dalam pertunjukkan yang menurut Hardjana (Corat-Coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini, 2003) populer di kalangan atas Belanda dan peranakan pada awal abad ke-20.

Di antara lukisan-lukisan karya Sunaryo, gelaran pertunjukkan yang sekaligus peluncuran album musik bertajuk Seriosa Tembang Puitik Indonesia Vol. 01 ini menjadi oase bagi iklim seriosa yang mengering di Indonesia.

"Awan datang melayang perlahan. Serasa bermimpi, serasa berangan. Bertambah lama, lupa di diri. Bertambah halus, akhirnya seri," suara merdu Farman Purnama yang membawakan lagu berjudul Awan diiringi jemari Renardi yang mulai menari di atas tuts piano sesuai arahan partitur.

Diambil dari puisi Sanusi Pane dalam Madah Kelana (1931), Awan karya komposer Binsar Sitompoel (1923-1991) adalah lagu pertama yang dibawakan mereka. Masih dalam buku yang sama tapi dengan puisi yang berbeda, Farman dan Renardi kemudian melanjutan dengan lagu kedua yang berjudul O, Awan karya komposer Cornel Simandjuntak (1921-1946).

Selepas membawakan dua lagu, Farman mengatur napas. Kini, samar lampu berwarna merah mulai menyorot ke atas pentas. Penonton yang terdiri dari pengusaha, seniman, akademisi, keluarga komposer, dan pendukung acara tak melepaskan pandangannya, menanti apa yang akan disuguhkan oleh dua penampil ini dari atas pentas.

Cintaku Jauh di Pulau, sebuah puisi karangan Chairil Anwar (1922-1949) yang kemudian diaransemen oleh komposer FX Soetopo (1937-2006), menjadi lagu selanjutnya. Dengan alunan piano yang syahdu dan vokal yang mantap, keduanya berhasil mengisahkan kerinduan dari seorang laki-laki akan gadisnya yang tinggal di pulau sebrang. Penonton dibuat terhenyak.

"Engkau gadis muda jelita, bagai sekuntum melati. Engkau sumbangkan jiwa raga, di tapal batas Bekasi," lagu keempat yang didendangkan adalah Melati di Tapal Batas karya penyair yang namanya diabadikan menjadi nama pusat kesenian di Cikini, Jakarta, Ismail Marzuki (1914-1958).

Diambil dari kisah nyata di Resimen V Cikampek. Selepas kemerdekaan, para perempuan anak-anak petani di Cikarang dan Bekasi ikut bertempur di medan laga. Tapi, karena tidak dibekali oleh keterampilan berperang, banyak Srikandi yang mati ditelan peluru. Konon, atas titipan Letnan Kolonel Moeffreni Moe’min, Ismail Marzuki mengingatkan para perempuan bahwa berperang tidak harus dengan memanggul senjata.

Terlepas pro dan kontra dari lagu ini, penonton yang menyaksikan hanyut dalam suasana peperangan yang terjadi di waktu lampau. Ketika suara nyaring Farman berhenti, riuh tepuk tangan dan teriakkan penonton terdengar, pertanda babak pertama dari konser seriosa ini telah usai. Penyanyi tenor dan pianis diperkenankan beristirahat sejenak dan pergi meninggalkan pentas.

Baca Juga: Menjelajah Serambi Seni Selasar Sunaryo Art Space
Tiga Windu Selasar Sunaryo Art Space Menjadi Wahana Kultural di Kota Bandung
Ketika Rupa Bertemu Musik

Penonton pada konser seriosa dari penyanyi tenor Farman Purnama dan pianis Renardi Efendi sekaligus peluncuran album Seriosa Tembang Puitik Indonesia Vol. 01 di Selasar Sunaryo, Bandung, Minggu (28/5/2023). (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)
Penonton pada konser seriosa dari penyanyi tenor Farman Purnama dan pianis Renardi Efendi sekaligus peluncuran album Seriosa Tembang Puitik Indonesia Vol. 01 di Selasar Sunaryo, Bandung, Minggu (28/5/2023). (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Di Balik Seriosa dan Pembuatan Album Tembang Puitik Indonesia Vol. 01

Sejak masifnya genre pop masuk ke belantika musik Indonesia, seriosa, atau yang dalam bahasa Inggris disebut art song dan dalam bahasa jerman disebut lieder, sulit mendapatkan tempat di benak dan pikiran anak-anak muda hari ini. Rasanya, amat jarang menemukan generasi sekarang yang gemar memutar lagu yang sudah hadir di Indonesia sejak abad ke-16 ini. Kondisi kian parah mengingat sulitnya akses terhadap musik kanon. Biasanya, sekalipun ada, banyak yang sudah tidak sama dengan aslinya, sudah mengalami gubahan.

Padahal, dulu musik seriosa pernah mendapatkan tempat layak di kancah hiburan Indonesia. Sebutlah Siaran Bintang Radio, sebuah ajang pencarian bakat menyanyi, menghadirkan kategori baru yakni seriosa pada tahun 1955. Nama-nama baru pun mulai bermunculan, antara lain Christopher Abimanyu Sastrodihardjo, Pranawengrum Katamsi, Rose Pandanwangi, Christine Theodosia Lubis, Pranadjaja, Ati Sriati, hingga Farman Purnama. Namun, memasuki tahun 2000-an, seiring dengan menghilangnya kategori seriosa di Bintang Radio, pamor seriosa ikut memudar.

"Secara sedih saya bilang emang (Bintang Radio) satu-satunya (untuk mempopulerkan seriosa) dan sekarang sudah nggak ada," ucap Farman yang juga pemenang Bintang Radio pada 1993, dalam konferensi pers, dua jam sebelum pertunjukkan dimulai.

Farman mengaku, memang tidak mudah mempelajari genre musik yang terlahir dari tradisi Eropa ini. Seluruh proses pembuatan lagi dikerjakan dengan serba serius. Serius dalam membuat melodi karena memang ada rumusnya, serius dalam membuat kata-katanya karena harus estetis dan bermakna, dan serius dalam menyanyikannya karena ada tekniknya.

Alur pembuatannya pun tidak sembarangan. Semua harus berawal dari lirik. Sebab yang terpenting adalah pesan yang ingin disampaikan. Hal tersebut nampak apabila melihat nama-nama penyair beken Indonesia, seperti Chairil Anwar, W. S. Rendra, Usmar Ismail, Taufik Ismail, Sanusi Pane, dan Armijn Pane, yang karyanya dijadikan lagu oleh para komposer.

"Seriosa tuh bukan pameran kebolehan kita," terang Farman ketika menjelaskan seputar perbedaan antara musik klasik dan modern. "Tapi menyampaikan isi lagu, menyampaikan seninya."

Sebagai upaya memperkenalkan musik seriosa dan mengawetkan karya-karya luar biasa yang telah ada, Farman, bersama kawan-kawan dari IDEAtuls, memiliki gagasan untuk membuat album yang harapannya dapat referensi yang terstandar dan inspirasi bagi musik dan pendidikan Indonesia. Upaya pengumpulan partitur musik klasik dan pencarian mitra pun dilakukan.

Pada tahun 2022, upayanya membuahkan hasil. Sunaryo, seniman sekaligus direktur SASS, bersedia menyokong mimpi Farhan dan kawan-kawan. Proses pembuatan album ini kemudian dilanjutkan. Salah satu yang kemudian ditempuh adalah dengan meminta izin kepada keluarga para komposer selaku ahli waris.

Farman berkata bahwa proses pemintaan izin, baik untuk perekaman maupun publikasi, adalah bagian tersulit. Beberapa keluarga komposer masih meragukan niat baik Farman, memandang Farman memiliki maksud lain, beranggapan bahwa tidak mungkin ada orang yang memiliki niat setulus ini.

"Beberapa ada yang kooperatif,” ujar Farman sambil menyebut salah seorang keluarga komposer. “Terus malahan nawarin, ‘ini papah saya tuh punya karya satu lemari, belum ada yang (mengawetkan)’.”

Lambat laun, satu demi satu izin terpenuhi. Terkumpulah 17 lagu yang siap masuk ke dalam album bertajuk Seriosa Tembang Puitik Indonesia Vol. 01. Lewat karya pertamanya ini, Farman dan kawan-kawan yakin bahwa album ini dapat menjadi pembuktian bagi keluarga-keluarga komposer agar memberikan izin untuk volume-volume selanjutnya.

“Saya tuh Cuma concern aja gitu bahwa kita tuh sebetulnya budaya bermusiknya itu nggak cuman lagu pop, lagu yang direkam untuk industri gitu,” terang Farman.

Kembali ke Pentas

Setelah 15 menit beristirahat, Farman dan Renardi kembali ke atas pentas. Penonton masih antusias.

Karam, yang ditulis dan diaransemen oleh Iskandar (lahir 1921), adalah lagu pertama yang dibawakan di babak kedua ini. Lagu ini menceritakan seputar perjalanan mencapai mimpi yang sering kali mengalami karam. Meminjam lirik lagunya, “semakin kukayuh semakin membadai”.

Selanjutnya, Farman membawakan Puing karya Nortier Simanungkalit (1928-2012). Perpaduan melodi, harmoni, ritme, dan timbre dari lagu yang menceritakan kejadian ’66 ini syahdu terdengar di telinga.

Tak terasa, tersisa dua lagu lagi sebelum konser pada malam hari ini selesai. Bukti Kemenangan karya Djudju Djauhari (1924-2010) dan Lukisan Tanah Air karya Yongky Djohary (lahir 1960) akan menjadi penutup. Meski demikian, sorot mata penonton mengisyaratkan belum puas, menginginkan pertunjukkan berlangsung hingga pagi datang.

“Lukisan tanah airku, lukisan tanah airku Indonesia,” lirik terakhir dari lagu karya Yongky Djohary yang dibawakan dengan suara melengking Farman.

Hening. Bibir Farman tersenyum tipis. Perlahan, mata terbuka, menatap penonton. Reinardi ikut berdiri. Keduanya menghela napas kemudian membungkuk. Seluruh penonton ikut berdiri. Tepuk tangan terdengar lebih riuh dari sebelumnya.

Track List Album Seriosa Tembang Puitik Indonesia Vol. 01

  1. Awan (Composed by Binsar Sitompul)
  2. Angin (Composed by Cornel Simandjuntak)
  3. T’rima Salamku (Composed by Binsar Sitompul)
  4. Madah Kelana (Composed by Cornel Simandjuntak)
  5. Cintaku Jauh di Pulau (Composed by F.X. Soetopo)
  6. Citra (Composed by Cornel Simandjuntak)
  7. Melati di Tapal Batas (Composed by Ismail Marzuki)
  8. Elegie (Composed by F.X. Soetopo)
  9. Kisah Mawar di Malam Hari (Composed by Iskandar)
  10. Karam (Composed by Iskandar)
  11. Bukti Hitam (Composed by F.X. Soetopo)
  12. Puisi Rumah Bambu (Composed by F.X. Soetopo)
  13. Puing (Composed by Nortier Simanungkalit)
  14. Mekar Melati (Composed by Cornel Simandjuntak)
  15. Bukit Kemenangan (Composed by Djudju Djauhari)
  16. Fajar Harapan (Composed by Ismail Marzuki)
  17. Lukisan Tanah Air (Composed by Yongky Djohary). 
Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//