• Narasi
  • ESAI TERPILIH MEI 2023: Dilema Golput dan Catatan Seperempat Abad Reformasi

ESAI TERPILIH MEI 2023: Dilema Golput dan Catatan Seperempat Abad Reformasi

Selama Mei 2023 redaksi BandungBergerak.id sedikitnya menerima 15 esai. Kami memilih dua esai terpilih, yakni Dilema Golput dan Catatan Seperempat Abad Reformasi.

Tim Redaksi

Awak Redaksi BandungBergerak.id

ESAI TERPILIH MEI 2023 terdiri dari Dilema Golput oleh Indra Prayana dan Catatan Seperempat Abad Reformasi oleh Adrian Aulia Rahman. (Foto Ilustrasi: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

6 Juni 2023


BandungBergerak.idSelama bulan Mei kemarin redaksi BandungBergerak.id sedikitnya menerima 15 esai yang tayang di kanal Opini. Esai-esai ini berasal dari penulis yang baru mengirimkan artikel ke kami atau yang sudah beberapa kali mengirimkan esai dan ditayangkan di situs kami. Hari ini, Selasa (6/6/2023), kami kembali melanjutkan tradisi memilih dua Esai Terpilih yang biasa dilakukan sebulan sekali pada pada pekan bulan pertama.

Memilih dua dari belasan esai tidak mudah bagi kami, karena seluruh esai yang masuk ke email redaksi kami [email protected] yang kemudian disunting dan ditayangkan di kanal Opini BandungBergerak.id, seluruhnya memiliki kelebihan. Mereka mengolah beragam isu dengan gaya penulisan khas masing-masing. Untuk itu kami haturkan hormat sedalam-dalamnya.

Dua Esai Terpilih bulan ini jatuh pada “Dilema Golput” yang ditulis Indra Prayana dan “Catatan Seperempat Abad Reformasi” oleh Adrian Aulia Rahman. Keduanya dipilih karena isu yang mereka garap menemukan momentumnya di bulan Mei.

Seperti kita ketahui, tahun ini tahun politik dengan tensi yang mulai menghangat, proses di KPU sudah memasuki tahapan pendaftaran calon legislatif untuk Pemilu 2024. Indra Prayana menyikapi momentum ini dengan menghadirkan fenomena golput atau golongan putih yang selalu menjadi isu penting.

Bulan Mei juga bulannya reformasi. Pada momen ini, penguasa Orde Baru Suharto runtuh dan digantikan dengan presiden baru di era reformasi. Pada momen ini, Adrian Aulia Rahman menyampaikan catatan 25 tahun reformasi dari sudut pandang generasi muda yang tidak mengalami masa Suharto.

Kedua penulis bukan wajah asing bagi BandungBergerak.id, mereka sudah beberapa kali mengirimkan karya-karyanya ke website kami. Indra Prayana merupakan aktivis yang juga bergiat di bidang literasi Jaringan Buku Alternatif. Dalam esai “Dilema Golput”, ia menelusuri awal munculnya golput atau tidak memilih pada sejarah demokrasi di negeri ini.

Menurut Indra, golput selalu menjadi isu penting setiap pemilu. Dalam catatan sejarah, angka golpot tidak main-main bahkan signifikan. Ia menulis, istilah golput muncul setelah dipicu oleh artikel Imam Walujo Sumali di Harian KAMI edisi 12 Mei 1971 dengan tajuk “Partai ke Sebelas untuk Generasi Muda” sebagai alternatif dari semua partai politik peserta pemilu, disusul dengan pertemuan sekelompok eksponen pemuda pada awal Juni 1971 bertempat di Balai Budaya Jakarta, untuk mendeklarasikan sebagai Golongan Putih. Aktivis yang hadir pada pertemuan tersebut di antaranya Arief Budiman, Adnan Buyung Nasution, Marsilam Simandjuntak, Imam Walujo S, Julius Usman, dll.

Indra mencatat, persoalan memilih atau tidak memilih telah menjadi dikotomisasi dan diseret ke wilayah transendental. Beberapa ulama atau organisasi keagamaan mengeluarkan fatwa haram untuk golput, meskipun menurut Indra pemilu merupakan hak bukan kewajiban. Sebagaimana hak tentunya bisa diambil ataupun tidak diambil dan kedua pilihan tersebut sangat konstitusional, tidak bisa dimasukkan dalam wilayah melanggar hukum pidana. 

Namun poin penting dari tulisan Indra bukan pada soal halal haram golput melainkan pada penyebab munculnya fenomena golput sendiri, yaitu sejauh mana kerja-kerja partai politik dalam melakukan kaderisasi dan menghasilkan calon-calon pemimpin untuk menjadi pilihan warga. Golput muncul karena pemilh merasa tidak ada figur-figur yang layak dipilih.

“Klaim pemilu sebagai jaminan untuk menghasilkan pemimpin yang mempunyai rekam jejak mumpuni dari segi manajerial maupun spiritual tidak sepenuhnya tepat, karena kita tidak mempunyai banyak pilihan terhadap figur-figur yang telah disediakan oleh partai politik,” tulis Indra.

Esai terpilih berikutnya, “Catatan Seperempat Abad Reformasi” dari Adrian Aulia Rahman, menelaah secara kritis persitiwa bersejarah reformasi 1998. Adrian adalah mahasiswa Unpad sekaligus generasi milenial yang tidak mengalami masa-masa otoriter Orde Baru. Ia mempertanyakan benarkah masa Orde Baru sangat kelam sebagaimana Winston Smith yang terkekang dalam kungkungan kediktatoran Bung Besar dan Partainya di Oceania dalam novel Nineteen Eighty-Four karya George Orwell? 

Di sisi lain, ada seruan-seruan yang menginginkan kembali ke masa Orde Baru melalui jargon “enak zamanku to?” dengan foto Suharto. Tidak bisa dipungkiri Suharto yang memimpin selama 32 tahun memiliki jasa bagi bangsa ini. Adrian memilih menempatkan Suharto sebagai politikus. Namanya politikus, kadang kadang berperilaku sebagai malaikat ataupun berperilaku sebagai iblis.

Baca Juga: ESAI TERPILIH FEBRUARI 2023: Menagih Keberpihakan NU, Menyoal Cita-cita Menjadi Youtuber
ESAI TERPILIH MARET 2023: Menaruh Peduli pada Isu Kesehatan Mental, Menggugat Elitisme Mahasiswa
ESAI TERPILIH APRIL 2023: Napak Tilas Pengadilan Masa Kolonial di Bandung, Membedah Buku Bacaan Anak Zaman Belanda

“Dengan memandang figur Suharto sebagai politikus, maka tidak akan ada kecintaan ataupun kebencian yang berlebih kepada mantan presiden kedua Republik Indonesia tersebut,” tulis Adrian. Ia lalu mengutip pernyataan Presiden keempat Republik Indonesia Gus Dur, bahwa Suharto berjasa besar bagi Indonesia, tetapi dosanya juga besar.

Tak hanya itu, Adrian menyoroti perkembangan demokrasi 25 tahun setelah reformasi kini. Menurutnya, demokrasi saat ini berbentuk demokrasi elitis di mana peranan elite lebih menentukan daripada suara dan peranan rakyat. Rakyat hanya dimanfaatkan sebagai objek yang digunakan untuk memilih lima tahun sekali dari pos satu ke pos yang lain. Partisipasi rakyat hanya sampai ke bilik pemilihan yang hanya memerlukan waktu paling lama dua sampai tiga menit.

“Seperempat abad reformasi, Indonesia masih terjerat oleh sistem demokrasi yang elitis, entah sampai kapan,” tulis Adrian, sebagai kritik terhadap sistem saat ini.

Demikian sedikit ulasan dua Esai Terpilih bulan Mei 2023. BandungBergerak.id akan menghubungi kedua penulis esai terpilih untuk mengatur pengiriman sertifikat dan kenang-kenangan. Seluruh biaya pengiriman ditanggung oleh BB. Atau bisa juga para penulis esai terpilih berinisiatif menghubungi akun Instagram KawanBergerak atau nomor telepon 082119425310.

Selamat untuk kedua kawan penulis! Kami menunggu kiriman esai-esai bermutu dari kawan-kawan semua. Mari terus menulis, terus berdampak! Sesekali, mari mengkritik juga!

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//