• Kolom
  • SALAMATAKAKI #17: Sepotong Cerita yang Mungkin Terlamblast

SALAMATAKAKI #17: Sepotong Cerita yang Mungkin Terlamblast

Sehari-hari Taos bekerja sebagai juru parkir, bertemu dengan macam-macam manusia dan peristiwa yang akhirnya menjadi bahan untuk ia tuangkan ke dalam karya seni.

Sundea

Penulis kelontong. Dea dapat ditemui di www.salamatahari.com dan Ig @salamatahari

Area Dark Times pada pameran May The Blast be With Taos di Rumah Meramu alias Ruma Ramu, Bandung, berlangsung 24-31 Mei 2023 lalu. (Foto: Aco)

6 Juni 2023


BandungBergerak.idPernah berencana datang ke suatu pameran tapi ada-ada saja halangannya sampai pamerannya berakhir? Itulah yang kualami akhir Mei lalu. Pada tanggal 24-31 Mei 2023, kawanku, Taos, berpameran tunggal di Rumah Meramu alias Ruma Ramu. Untungnya pada suatu hari yang random aku masih sempat mampir ke sana. Meskipun hanya sebentar dan gagal datang lebih lama di hari lain, “May The Blast be With Taos” punya atmosfer kuat yang membuatku merasa perlu menceritakannya kepada teman-teman semua.

Membuat Pameran untuk Taos

“Aku kan senang jadi ‘biang kerok’ dalam hal berkarya, Kak,” ungkap Putra Hanuddin, teman Taos yang pertama kali mencetuskan ide pameran untuk Taos. Putra pernah mendapat hadiah tiga gambar dari Taos. “Nah. Itu, tuh, aku nggak paham banget dengan isi karyanya, tapi senang banget dapat itu. Setiap lihat kembali karya itu di kamarku, selalu senang bawaannya,” tutur Putra.

Karya-karya Taos yang dipamerkan dalam May The Blast be With Taos di Ruma Ramu, Bandung. (Foto: Sundea/Penulis Salamatakaki)
Karya-karya Taos yang dipamerkan dalam May The Blast be With Taos di Ruma Ramu, Bandung. (Foto: Sundea/Penulis Salamatakaki)

Aku sepakat dengan Putra. Karya-karya Taos memang terlihat menyenangkan. Entah karena cenderung warna-warni semarak, entah karena garis-garis naifnya yang terasosiasi dengan keluguan anak-anak, entah karena banyak variasi kejutan pada karya-karyanya, atau sesederhana karya Taos memang perpanjangan kepribadiannya saja.

Sekitar satu tahun terakhir Taos cukup rutin hadir CS Writers Club, kelompok menulis yang juga rutin kuhadiri. Taos pribadi yang ramah terhadap siapa pun, ringan tangan menawarkan bantuan, mudah menangis haru, dan intens sekali menggambar. Konon dalam satu hari ia bisa membuat kurang lebih 20 gambar. Ada gambar yang disimpan sendiri, ada juga yang secara spontan ia berikan kepada siapa pun yang ia mau. Kertas—karena paling mudah ditemukan di mana saja—adalah media yang paling sering ia gunakan.

Salamatakaki mengunjungi pameran tunggal May The Blast be With Taos di Rumah Meramu alias Ruma Ramu yang berlangsung 24-31 Mei 2023 lalu. (Foto: Sundea/Penulis Salamatakaki)
Salamatakaki mengunjungi pameran tunggal May The Blast be With Taos di Rumah Meramu alias Ruma Ramu yang berlangsung 24-31 Mei 2023 lalu. (Foto: Sundea/Penulis Salamatakaki)

Sehari-hari Taos bekerja sebagai juru parkir di area Jalan Lombok. Tugas tersebut diembannya dengan sungguh-sungguh, bertanggung jawab, dan hormat. Awalnya Taos sekadar diajak membantu menjaga motor dan mobil. Namun, setelah tahu butuh keterampilan khusus untuk mengatur parkir, Taos malah merasa tertantang. Taos, yang sebelumnya bekerja di sebuah supermarket, dengan sadar memilih menjadi juru parkir. Ia kemudian berhasil mendapatkan seragam oranye resmi, topi, dan buku parkir sendiri. Taos merasa profesi tersebut mengganjarnya dengan ruang bebas yang lebih luas, memberinya banyak pembelajaran, pertemuan dengan macam-macam manusia dan peristiwa, yang akhirnya menjadi bahan-bahan yang ia tuangkan ke dalam karya yang ia garap dengan sangat produktif.

Singkat cerita, beberapa teman Taos berkumpul untuk mempersiapkan pameran. Putra menghubungi Ayu Oktariani, sahabat yang sangat mengenal Taos. Ayulah yang kemudian membantu menggali Taos, memilah karya-karya Taos dalam kategori, kemudian menulis untuk setiap kategori tersebut. Teknis pameran dan penulisan kuratorial diserahkan kepada Hilmy Fadiansyah, seniman rupa yang aktif di Ruma Ramu dan penulis di Highvolta Media. Sementara poster digarap oleh Terranova, pemilik Ruma Ramu.

“Di pertemuan pertama, Taos bawa tas besar banget. Isinya karya semua,” cerita Ayu. Berhubung tak mungkin memamerkan semua karya, Ayu mencoba membuat kategori untuk karya-karya Taos. Awalnya 40 kategori, sampai akhirnya susut menjadi 7: Introduction, Dark Times, The Parking Man, The People Around, Blast the Grafitti, The Courage, dan Interactive Session. Memilih karya yang akan dipamerkan dari setiap kategori pun merupakan tantangan tersendiri. Di sinilah Hilmy turun tangan karena tentu terkait dengan bagaimana karya dipasang di area Ruma Ramu.

Baca Juga: SALAMATAKAKI #14: Laksana Home Alone di Aloen-aloen Tjitjendo
Salamatakaki #15: Konser Maria Mazzotta, Nostalgia, dan Pelintiran Alur Selepasnya
Salamatakaki #16: Menempuh Katempuhan dengan Keikhlasan

Ruma Ramu, Bandung, tempat penyelenggaraan Pameran May The Blast be With Taos. (Foto: Yehuda)
Ruma Ramu, Bandung, tempat penyelenggaraan Pameran May The Blast be With Taos. (Foto: Yehuda)

Ruma Ramu dan Pameran Taos

Rumah Meramu atau lebih dikenal dengan Ruma Ramu dipilih menjadi tempat menggodok dan memamerkan karya-karya Taos. Selain karena sangat akomodatif dan punya energi yang sejalan dengan karya-karya Taos, sepanjang bulan Mei ada rangkaian program “Maybe” yang menjadi ide tajuk “May The Blast be With Taos”.  

Ruma Ramu adalah kedai sekaligus ruang kreatif di wilayah Gelanggang Olah Rasa. Alamatnya di Bukit Pakar Utara no. 31. Diinisiasi oleh Sufty Nurahmartiyanti yang meramu minuman dan Terranova yang meramu makanan, Ruma Ramu juga membuka ruangnya untuk meramu gagasan, bahan dalam bentuk apa pun, perasaan-perasaan, dan mengolahnya menjadi sesuatu yang baru. Ruma Ramu menawarkan suasana rumah yang haneuteun dan fleksibel diadaptasikan untuk berbagai keperluan. Jika tertarik, kamu bisa mengintip kegiatan mereka di akun Instagram @rumahmeramu atau @gelanggangolahrasa.

Untuk melengkapi “May the Blast be With Taos”, di Ruma Ramu disediakan pula buku sketsa besar, lem, gunting, bahan kolase, dan alat gambar warna-warni. Semua yang datang dapat menulis pesan untuk Taos, membuat karya, bahkan merespons karya orang lain yang sudah ada situ. “Soalnya Taos juga (suka spontan merespons) begitu,” ujar Ayu. Kegiatan interaktif lainnya, pada tanggal 28 Mei 2023 diadakan sesi live drawing. Taos, yang ternyata punya cita-cita ngebomb grafiti tapi takut ditangkap polisi, hari itu boleh ngebomb di seng yang disediakan sambil melakukan pertunjukan teatrikal bersama Eben, kawannya yang aktif berteater dan menulis puisi.

Aku sendiri mampir ke pameran Taos pada suatu sore yang teduh, 29 Mei 2023. Ruma Ramu sepi. Tak ada acara apa-apa, tak ada kenalanku yang menunggui pameran, tapi mungkin justru karena itulah, di waktu yang terbilang singkat, aku sempat menghirup dalam-dalam deretan karya Taos. Kuratorial Hilmy yang bernas tetapi tidak ndakik-ndakik dan catatan Ayu yang seakrab kesaksian sahabat menerangiku laksana lampu baca. Belum satu tahun aku mengenal Taos, tetapi karya-karyanya bercerita lebih banyak tentang seluruh hidup dan caranya melihat dunia dalam bingkai yang kecil-kecil.

Introduction. Pameran May The Blast be With Taos di Rumah Meramu alias Ruma Ramu, Bandung, berlangsung 24-31 Mei 2023 lalu. (Foto: Sundea/Penulis Salamatakaki)
Introduction. Pameran May The Blast be With Taos di Rumah Meramu alias Ruma Ramu, Bandung, berlangsung 24-31 Mei 2023 lalu. (Foto: Sundea/Penulis Salamatakaki)

Sejak masih tinggal di Karees, daerah kelahirannya di bilangan Gatot Subroto, Taos sudah banyak terlibat dengan anak-anak. Selain mengaji, menggambar adalah caranya mengajar anak-anak. “Aku ingin anak-anak tidak tumbuh seperti aku,” ungkap Taos. Ada masa-masa gelap dalam hidup Taos. Karya-karya dari fase tersebut dipasang di area luar Ruma Ramu yang sengaja dicat hitam untuk keperluan pameran.

Taos membuat gambar-gambar sureal dan teks pendek-pendek yang membuat kita melihat pengalaman Taos sebagai potongan-potongan kisah yang absurd dan tercampur-campur seperti mimpi. Kadang-kadang aku tergoda untuk menebak-nebak versi lengkapnya. Ada yang mungkin terbaca, ada juga yang membuat imajinasiku berkelana ke mana-mana. Kesan yang kutangkap, Taos menerima masa-masa gelap yang tak dapat ditolak, tetapi tak terseret ke dalam pusaran yang membunuh karakternya. Pilihan warna, garis-garis naif, dan bentuk-bentuk yang secara intuitif ia torehkan, mungkin menjadi cahaya yang membantunya melintasi jalan-jalan gelap yang harus ia lewati.

Hidup Taos berwarna-warni seperti hampir semua gambarnya. Apa yang ia alami sepanjang waktu adalah spektrum warna yang begitu luas. Taos menghormati dan menandai setiap fase, cerita, pembelajaran, dan orang-orang yang datang dalam hidupnya dengan personal. Semua itu ia hadirkan dalam interpretasi khas dengan karakter kuat yang—menurut Hilmy—“di luar nalar”. Aku pun sepakat dengan Ayu yang menyebut Taos sosok pemberani. Pilihan-pilihan hidup yang diambilnya, loncatan-loncatan profesi yang memperkayanya dengan cerita, dan kejujuran untuk tampil apa adanya, adalah keberanian yang tak semua orang sanggup lakukan.

Setelah menelusuri satu kategori ke kategori lainnya di pameran Taos, aku duduk mencoret-coret buku sketsa yang tersedia. Aku jajan teh sambil menyesap karya-karya yang baru saja aku simak. Kusadari, seluruh karya Taos, Ruma Ramu yang dipeluknya, hangat-manis teh susu jahe yang kuminum, mystery tea rasa lavender yang kucicipi dari gelas suamiku, dan buku sketsa yang sedang kucoret-coret, sebetulnya tak dapat dipisah-pisah. Aku harus menikmatinya sebagai satu kesatuan agar utuh dan lengkap.  Mungkin seperti itu jugalah Taos dan segala warna-warni yang mengalir mengisi nadinya.

Karya-karya Taos yang dipamerkan dalam May The Blast be With Taos di Ruma Ramu, Bandung. (Foto: Yehuda)
Karya-karya Taos yang dipamerkan dalam May The Blast be With Taos di Ruma Ramu, Bandung. (Foto: Yehuda)

Terlamblast

“May the Blast be With Taos” sudah berlalu. Namun, waktu masih terus bergulir. Ruma Ramu masih menjadi periuk terbuka untuk meramu bahan apa saja. Kebaikan hidup dan kejutan-kejutannya senantiasa panjang umur di setiap peristiwa. Taos, yang disebut Hilmy sebagai “manusia biasa yang mempunyai kepribadian luar biasa” pun akan terus berkarya dan memelintir pikiran-pikiran kita dengan gaya berkaryanya yang tak terkekang batas-batas. Lagi-lagi aku harus mengutip kuratorial Hilmy, “pameran ini merupakan media kepada publik bahwa gambaran artistik melalui media ‘urakan’ ala Taos adalah wahana alternatif yang memiliki kontribusi serta pengaruh untuk proses berkesenian”.

Untuk Taos, artikelku memang hadir sedikit terlamblast. However, may the blast be with you over May, into June, July, August, and beyond.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//