• Berita
  • Setengah Hati Menghidupkan Industri Rajut Binong Jati

Setengah Hati Menghidupkan Industri Rajut Binong Jati

Pemerintah Kota Bandung menetapkan sentra rajut Binong sebagai Kampung Wisata Kreatif Rajut Binong. Tapi janji dibuatkan jalan belum juga dipenuhi.

Sentra industri rajut Binong Jati, Bandung, Rabu (6/10/2021). (Foto: Miftahudin Mulfi/BandungBergerak.id)

Penulis Putra Wahyu Purnomo27 Oktober 2021


BandungBergerak.idHaji Abas pemilik rumah produksi AR Sweater Collection terhitung salah satu pengrajin senior di sentra rajut Binong Jati di Kelurahan Binong, Kecamatan Batunungga, Kota Bandung. Pengrajin yang sudah merintis usahanya sejak tahun 80-an itu tahu persis jatuh bangunnya industri rajut di kawasan ini.

Tapi satu hal yang sama yang di lihatnya belum berubah. Yakni akses jalan menuju kawasan tersebut yang menjadi masalah karena menyulitkan pengunjung untuk datang dan berbelanja langsung produk-produk pengrajin rajut di Binong Jati.

Produk rajut Binong Jati sendiri hingga kini dikenal luas, dan produk-produknya berhasil menembus pasar ekspor. Namun masalah akses membuat pembeli susah tembus ke Binong Jati.

"Dari Jogja, dari Jakarta kan pada masuk ke sini buat lihat barangnya, kadang ga bisa masuk,” ujar Haji Abas, awal Oktober 2021.

Berkali-kali Haji Abas bersama perajin-perajin lainnya di Binong meminta pemerintah mencarikan solusi mengenai akses jalan menuju kawasan tersebut. Berulang kali juga pemerintah berjanji menyanggupinya. Tapi hingga saat ini pemerintah tak kunjung turun tangan membenahi akses jalan yang diminta pengrajin.

Sudah lama perajin rajut ingin punya jalan yang tembus dari Binong Jati ke Jalan Kiaracondong atau Ibrahim Adjie. Aspirasi ini sudah disampaikan, tetapi tinggal aspirasi saja tanpa ada kelanjutan.

"Ada (janji), cuma ada akses jalan di sini kan ke terusan Kiaracondong-Ibrahim Adjie dulu-dulu tahun 2000 sampai tahun 2000 berapa gitu udah siap-siap, cuma mandek ga bisa tembus sampe sekarang,” ujar Haji Abas.

Kini pemerintah secara resmi menetapkan kawasan sentra rajut Binong menyandang status Kampung Wisata Kreatif Rajut Binong. Peresmiannya diumumkan oleh Asisten Daerah (ASDA) Kota Bandung, Eric M. Attauriq dalam sebuah acara launching Aktivasi Kampung Wisata Kreatif Rajut Binong yang digelar di Lapangan Scudetto, Binong Jati Kota Bandung.

Dalam acara tersebut, Eric mengaku, telah meminta kepada Camat Batununggal untuk menyiapkan konsep infrastruktur terkait akses menuju Kampung Wisata Kreatif Rajut Binong. Lagi-lagi pemerintah kota mengulang janjinya membenahi akses menuju sentra rajut Binong.

"Selanjutnya kita akan masuk ke sektor infrastrukturnya, tadi saya minta ke Pak Camat untuk segera menyiapkan konsepnya, dan segera mengusulkan ke Pak Walikota Bandung untuk infrastrukturnya, sehingga ekonomi dan pembangunan ini menjadi satu-kesatuan kolaborasi dengan tagline-nya Kampung Wisata Rajut Binong Jati,” ujar Eric.

Sentra industri rajut Binong Jati, Bandung, Rabu (6/10/2021). (Foto: Miftahudin Mulfi/BandungBergerak.id)
Sentra industri rajut Binong Jati, Bandung, Rabu (6/10/2021). (Foto: Miftahudin Mulfi/BandungBergerak.id)

Baca Juga: Pasar Cihapit: Dari Kamp Tawanan Jepang ke Pasar Rujukan
Pasar Cihaurgeulis: Revitalisasi di tengah Protes dan Tangis
Pasar Cicadas: Mereka yang Terlunta-lunta di Bahu Jalan
Pasar Sarijadi: Renovasi Berujung Sepi
Pasar Cicaheum: Antara Kebakaran Besar, Koperasi, dan Persib

Potret Statistik Sentra Rajut Binong Jati

Sentra rajut Binong Jati berada di Kelurahan Binong, satu dari delapan kelurahan yang berada di Kecamatan Batununggal. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2020 Kelurahan Binong memiliki penduduk 18.717 jiwa, dengan luas wilayah hanya 0,72 kilometer persegi. Kecamatan Batununggal sendiri berpenduduk 120.900 jiwa dengan luas wilayah 5,26 kilometer persegi.

BPS memotret kondisi sentra rajut Binong Jati dalam publikasi Statistik Daerah Kecamatan Batununggal 2016. Sentra rajut tersebut berada di Jalan Binong Jati, sebagian besar warga yang tinggal di jalan tersebut berusaha di bisinis rajutan.

Saat itu ada 300 unit usaha di sentra rajut Binong Jati yang melibatkan 8 ribu orang pekerja. Kala itu dalam sebulan saja sekitar 37 grosiran dari Tanah Abang Jakarta menjadi pembeli 75 persen produk rajutan di Binong Jati. Baru sisanya diserap menyebar di pasar nasional.

BPS mencatat, pada tahun 2015 sentra rajut Binong Jati sempat terpukul karena permintaan konsumen menurun gara-gara produk rajutan kalah bersaing dengan produk impor yang umumnya memasang harga jauh lebih murah. Saat itu banyak buruh rajut memilih beralih profesi gara-gara penurunan produksi, atau tergiur dengan iming-iming upah yang lebih tinggi dengan bekerja di sektor lainnya.

Dampak Pandemi di Binong Jati

Sekali lagi sentra rajut Binong Jati mengalami pukulan. Pandemi Covid-19 memukul banyak sektor usaha, tak terkecuali di daerah industri rajut. Perajin di sana sempat menghadapi masalah kelangkaan bahan baku, hingga menurunnya order produk rajutan.

Salah satu pekerja di rumah produksi sweater rajut AR Collection di Binong Jati, Hery Susilo (35) menuturkan, toko tempatnya pekerja terpaksa diliburkan pada bulan-bulan pertama pandemi melanda. Order yang tiba-tiba turun drastis yang menjadi pangkal penyebabnya. Aktivitas pertokoan dan masyarakat yang terhenti akibat pandemi merembet pada kegiatan produksi di sentra rajut Binong Jati yang juga ikut terhenti.

“Awal pertama pandemi banyak yang stop dulu (produksi), di sini juga stop dulu, ada sebulan stop dulu, karena bahan baku ngga ada, order juga ngga ada," ujar Hery Susilo.

Saat ini amuk pandemi sudah lumayan mereda, keadaan itu turut membuat usaha rajut di Binong Jati mulai bangkit lagi. Meskipun demikian, kondisinya kini sudah tidak sama seperti sebelum pandemi mengguncang.

Herry mengatakan, sebelum pandemi melanda di tempatnya bekerja sanggup memproduksi hampir 200 lusin sweater. Selama pandemi berlangsung jumlah pesanan menjadi tidak stabil.

Satu waktu saat masih tingginya kasus Covid-19, Herry dan kawan-kawannya sempat hanya mengerjakan pesanan sebanyak 50 lusin saja dalam satu minggu bekerja. Kini, saat pandemi mereda, produksi yang dihasilkan lumayan membaik.

“Sekarang sekitar 100-an (lusin), kalau sebelum pandemi lebih hampir dua kali lipatnyalah,” ujar Herry.

Herry menuturkan, produksi sweater di tempatnya pelan-pelan makin naik seiring dengan situasi pandemi yang semakin membaik. Namun aktivitas produksi perajin rajut masih belum stabil. Pengalaman Herry dan kawan-kawannya misalnya, sekali waktu dalam satu minggu bisa mengerjakan seratus lusin sweater, namun di minggu berikutnya bisa tiba-tiba turun hanya puluhan lusin saja.

"Agak naik (pesanan), tapi belum stabil kadang bisa turun lagi, ga se-stabil pas sebelum pandemi. Sebelum pandemi kan stabil pesenan tuh, pesenan tetep segitulah, kadang agak turun, tapi tergantung pesenan, kalau lagi banyak kadang naik lagi,” ujar Herry.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//