• Nusantara
  • Akses Internet di Jawa Barat tidak Merata, Anak-anak Sekolah Merana

Akses Internet di Jawa Barat tidak Merata, Anak-anak Sekolah Merana

Sedikitnya 1.062 desa di Jawa Barat belum memiliki akses internet. Masalah internet dialami anak-anak sekolah di Kampung Cijuhung, pinggiran Waduk Cirata.

Anak-anak sekolah menggunakan rakit di Kampung Cijuhung, Desa Margaluyu, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, April 2023. (Foto: Dini Putri/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana5 Juli 2023


BandungBergerak.idIndonesia masih memiliki daerah yang mengalami keterbatasan dalam mengakses internet. Ketidakmerataan akses ini dirasakan warga yang tersebar dari Aceh sampai Papua. Bahkan pulau Jawa yang pembangunan infrastrukturnya masif sekali pun masih memiliki wilayah blank spot. Di Jawa Barat saja sedikitnya ada 1.062 desa yang belum memiliki akses internet, menurut opendata.jabarprov.go.id 2020.

Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Ida Widianingsih mengatakan, aksesibilitas masyarakat terhadap internet semestinya menjadi hak yang harus dilndungi dan diperjuangkan. Selain peran dari pemerintah, diperlukan juga peran dari berbagai pihak yang memiliki perhatian terhadap isu pembangunan.

“Bukan soal Indonesia itu ekonominya lebih rendah dibandingkan negara-negara lain tetapi juga ini terkait juga dengan banyak faktor, termasuk juga kita sadari secara geografis Indonesia ini memang dari Sabang sampai Merauke dan juga banyak sekali wilayah lautan sehingga tidak mudah untuk bicara soal aksesibilitas internet di Indonesia,” kata Ida Widianingsih, dikutip dari laman Unpad, Rabu (5/7/2023).

Terkait pemerataan akses internet, Ida melihat sudah banyak kebijakan dari pemerintah khususnya di wilayah pedesaan, di antaranya melalui Palapa Ring. Ida mengatakan, upaya pemerintah tersebut perlu terus dikawal dan memerlukan peran penting berbagai pihak. Ia melihat, provider internet yang mayoritas dipegang oleh perusahaan besar akan merasa tidak menguntungkan jika membangun di wilayah yang daya beli masyarakatnya masih rendah.

“Makanya itu menjadi alasan perlu ada peran dari aktor yang bukan pemerintah dan bukan swasta untuk mencoba meminimalisir terjadinya digital divide,” kata Ida.

Ida pun mengatakan pentingnya peran kalangan akademik dalam menghadapi transformasi digital di Indonesia.

“Akademisi juga perlu ya melakukan kajian untuk membuat berbagai alternatif model-model dan satuan tugas yang bisa membantu mobilisasi percepatan penetrasi internet yang merata,” katanya.

Ida juga menyampaikan apa yang sudah dikerjakan ia dan tim dalam Common Room Network Foundation, yaitu model sekolah internet komunitas. Model ini diyakini dapat menjadi model alternatif untuk mendukung proses transformasi digital di Indonesia. Dengan program tersebut, masyarakat dapat membangun infrastruktur internet secara mandiri dan berkelanjutan di daerahnya.

“Yang ingin saya highlight adalah bukan sekedar membangun infrastruktur, tetapi bagaimana kemudian ketika infrastruktur itu terbangun, dia memiliki makna memiliki manfaat untuk masyarakat,” kata Ida.

Meski demikian, pertumbuhan internet di Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal yang perlu diperhatikan juga adalah masih banyak masyarakat yang menggunakan internet bukan untuk hal yang produktif, melainkan untuk bersenang-senang.

“Ini juga merupakan salah satu tantangan di Indonesia bahwa pemerintah harus berpikir lebih praktis dan strategis, bagaimana supaya Indonesia itu pertumbuhan penggunaan internet yang tinggi ini digunakan untuk hal-hal yang lebih produktif bukan untuk yang hanya entertain. Bukan tidak boleh bersenang-senang tetapi harus ada keseimbangan,” ujar Ida.

Baca Juga: Sebuah Kelas Jauh di Cijuhung
Kesenjangan Akses Internet di Era Cakap Digital
Kesenjangan Internet Jelang Era 5G

Ketidakmerataan Akses Internet Jawa Barat

Ketidakmerataan akses internet amat dirasakan pelosok-pelosok di Indonesia, tak terkecuali di dusun tersembunyi di kawasan Bandung Raya. BandungBergerak.id pernah menurunkan cerita foto dari kampung terpencil di pinggiran Waduk Cirata bernama Cijuhung, Desa Margaluyu, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat. Keterbatasan akses internet di kampung ini berdampak pada kualitas pendidikan anak-anak sekolah di sana. 

Kampung Cijuhung kurang lebih berjarak 60 kilometer dari Gedung Sate, Kota Bandung, atau 39 kilometer ke pusat pemerintahan Kabupaten Bandung Barat di Ngamprah. Kondisi yang merundung kampung ini menjadi ironis ketika Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengklaim getol mengkampanyekan desa digital.

Internet saat ini merupakan kebutuhan mendasar bagi anak-anak sekolah. Pandemi Covid-19 tahun lalu menunjukkan peran internet tak bisa ditawar lagi untuk menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Namun bagi anak-anak di Kampung Cijuhung, internet masih menjadi barang langka dan mewah.   

Tidak semua anak-anak Kampung Cijuhung yang sekolah di SDN Cibungur Kelas Jauh memiliki telepon genggam. Kalaupun mereka punya HP, sinyalnya sulit sekali. Untuk bisa belajar PPJ mereka harus mencari tempat yang kira-kira ada sinyal, misalnya berkumpul di bawah tiang listrik.

Kampung Cijuhung menjadi satu dari banyaknya potret desa-desa di Jawa Barat yang masih tertinggal dengan kemajuan teknologi. Menurut Open Data Jabar 2020, di Bandung Raya sedikitnya ada 40 desa yang belum memiliki akses internet.

Total dari 5.312 desa di Jawa Barat, ada 1.062 desa yang belum memiliki akses internet. Kabupaten Garut merupakan wilayah dengan jumlah desa terbanyak yang belum memiliki akses internet (142 desa), disusul Kabupaten Tasikmalaya (99 desa), dan Kabupaten Cianjur (93 desa).

*Artikel ini mendapat sokongan reportase dari fotografer BandungBergerak.id Dini Putri

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//