• Berita
  • Forum Dago Melawan dan Tamansari Bersatu Bergandengan Melawan Penggusuran di Kota Bandung

Forum Dago Melawan dan Tamansari Bersatu Bergandengan Melawan Penggusuran di Kota Bandung

Warga Dago Elos terus menemukan bukti-bukti dugaan penipuan yang dilakukan keluarga Muller terkait surat-surat tanah zaman kolonial Belanda.

Forum Dago Melawan bersama Tamansari Bersatu saat konferensi pers di Balai Rw 02, Dago Elos, Bandung, Selasa (29/8/2023). (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Virliya Putricantika29 Agustus 2023


BandungBergerak.idWarga Dago Elos yang didampingi tim kuasa hukum kembali melaporkan dugaan penipuan yang dilakukan keluarga Muller ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat, Senin (28/8/2023). Namun laporan ini dianggap tambahan informasi untuk laporan pertama yang dilayangkan sehari pascapengepungan aparat kepolisian ke Kampung Dago Elos, Selasa, 15 Agustus 2023 lalu.

Dalam temuan warga dan kuasa hukum, diketahui bahwa pengakuan keluarga Muller yang terdiri dari Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller yang ditugaskan Ratu Belanda tidaklah benar. Warga dan kuasa hukum juga menemukan keterangan yang tidak sesuai dengan fakta dalam akta otentik yang tercantum dalam penetapan ahli waris keluarga Muller.

Keluarga Muller mengaku kepemilikan tanah Dago Elos dengan klaim bahwa Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller (leluhur Heri Hermawan cs) berkerabat dengan Ratu Wilhelmina Belanda. Klaim ini juga dinyatakan tidak benar karena karena Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller hanyalah pensiunan Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL), satuan militer kerajaan Belanda dengan pangkat terakhir sebagai kapten.

Anggota tim kuasa hukum Dago Melawan dari LBH Bandung Budie Santosa menuturkan proses pelaporan ke kepolisian tersebut. Menurutnya, ada upaya dari petugas kepolisian untuk mempengaruhi warga agar meragukan kredibilitas kuasa hukum mereka.

“Itu (polisi) menyarankan warga memeriksa itu (dokumen pernyataan ahli waris Muller) dan kayak seolah-olah merendahkan si kuasa hukumnya. Bahwa kuasa hukum tidak mengerti tentang pembelaan, bahwa ‘nih harusnya kuasa hukum bisa nih menyurati disdukcapil setempat untuk mendapatkan dokumen itu’ bilang kepada warga yang sedang diperiksa dipinggir (saya),” cerita Budie Santosa, dalam konferensi pers di balai RW 02 Dago Elos, Bandung, Selasa (29/8/2023).

Menurut Budie, saat dirinya berada di luar ruangan penyidikan, polisi menanyakan beberapa pertanyaan terkait penyerangan pada Senin (14/8/2023) pada warga. Kasus pengepungan Dago Elos diklaim polisi sebagai kerusuhan.

Budie kemudian berhasil menyelesaikan penyidikan itu dan keluar bersama warga Dago Elos yang didampinginya.

Sahrul Arif, warga Dago Elos yang turut melapor ke markas kepolisian yang luasnya melebihi lahan Kampung Dago Elos itu, menyatakan hal yang sama dengan Budie. Meski ia ingin menanggapi pernyataan dari penyidik, dia tetap menjalani proses laporan sesuai kesepakatan di Forum Dago Melawan yang didampingi kuasa hukum.

“Selama ini tetep saya mewakili warga, tetap masih akan mengikuti gerak-geriknya bagaimana ataupun trik-trik untuk menghadapi ke depannya bagaimana. Kami akan terus mengikuti aturan atau imbauan-imbauan dari kuasa hukum di Dago Elos,” tutur Sahrul yang disambut tepuk tangan warga Dago Elos yang turut hadir.

Dalam konferensi pers tersebut, warga Dago Elos menyampaikan beberapa hal, di antaranya:

1. Pelaporan pertama warga Dago Elos telah diterima pada tanggal 15 Agustus 2023 oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar dan sampai saat ini sedang dilakukan proses hukum.

2. Warga memutuskan untuk melakukan pelaporan pertama dan kedua di Polda Jawa Barat karena menilai performa, kompetensi, pelayanan dan perilaku yang buruk dari Polrestabes Bandung.

3. Carut marutnya mekanisme hukum yang dihadapi oleh warga Dago Elos dalam membongkar sindikat mafia tanah menghasilkan keputusan untuk: 

  • Menuntut Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Kementerian ATR/BPN membentuk Satuan Kerja Gabungan (Satgas) Anti Mafia Tanah Khusus untuk mengawal dan menangani perkara warga Dago Elos dan Tamansari Bandung.
  • Tuntutan keterlibatan Satgas Anti-Mafia Tanah tersebut merupakan akumulasi dari ketidakpercayaan warga Dago Elos atas kompetensi, performa, dan integritas proses hukum di Jawa Barat.

Sebelumnya diberitakan, Kabid Humas Polda Jabar Ibrahim Tompo mengatakan, pihaknya telah menerima laporan terkait Dago Elos. Selanjutnya, kelengkapan dokumen pendukung laporan akan dilengkapi sambil berjalan.

"Pada prinsipnya kita selalu melayani masyarakat, jadi tidak ada kepentingan untuk menolak. Memang setiap proses pidana tentunya harus dilakukan dengan prosedur hukum dan mekanisme penyidikan yang benar dan bisa dipertanggung jawabkan sesuai aturan yang ada," kata Ibrahim Tompo, dikutip dari Instagram resmi Polda Jabar, Selasa, 15 Agustus 2023 lalu.

Sengketa Dago Elos memanas pada Senin (14/8/20203) malam. Ketika itu, protes warga Dago Elos berujung pemblokiran jalan di depan Terminal Dago. Aksi penutupan jalan ini dipicu karena laporan warga ke Polrestabes Bandung pada siang harinya terkait dugaan pemalsuan dokumen oleh keluarga Muller tidak menemui titik ketidakjelasan.

Warga yang kecewa karena laporannya ditolak akhirnya memblokade Jalan Dago atas. Sempat terjadi negosiasi antara warga dan polisi. Warga siap membuka blokade jalan jika laporan mereka diterima oleh kepolisian. Namun setelah kesepakanan dicapai terjadi ledakan gas air mata.

Warga berhamburan. Polisi melakukan pengejaran hingga ke rumah-rumah warga. Orang tua hingga anak-anak turut merasakan sesaknya gas air mata.

Kasus sengketa lahan Dago Elos telah berlangsung lama sejak 2016. Empat pengadilan perdata telah dilewati, mulai dari pengadilan di Cimahi, pengadilan perdata tingkat pertama dan banding di Bandung, hingga tingkat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung, Jakarta.

Pada tingkat kasasi, warga sempat menang. Namun putusan kasasi ini dimentahkan oleh PK MA. Saat ini warga yang sudah puluhan tahun tinggal di tanah kelahiran mereka terancam menghadapi penggusuran oleh keluarga Muller yang menang di pengadilan tingkat Peninjauan Kembali berbekal bukti kepemilikan tanah di era kolonial Belanda.

Belakangan warga mendapatkan bukti-bukti dugaan pemalsuan dokumen era kolonial Belanda tersebut oleh keluarga Muller. Bukti ini diharapkan warga diusut oleh kepolisian. 

Baca Juga: Ibu-ibu dan Anak-anak Dago Elos Turut Mengawal Laporan Dugaan Pemalsuan Dokumen ke Polda Jabar
Terminal Dago Ada di Pusaran Sengketa Lahan Dago Elos, Kenapa Pemkot Bandung Selama Ini Diam?
Membangunkan Singa Depok di Dago Elos

Forum Dago Melawan dan Tamansari Bersatu

Konferensi pers di Dago Elos dihadiri Eva Eryani, warga Tamansari yang menjadi korban penggusuran proyek rumah deret sekaligus satu-satunya warga yang bertahan. Namun kini Eva juga menghadapi ancaman penggusuran oleh Pemkot Bandung.

Rumah Eva yang berhadapan dengan rumah deret vertikal kembali ditempeli surat peringatan dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung. Minggu (27/8/2023), Eva menemukan surat baru tersebut. Seperti surat-surat peringatan sebelumnya, isi surat tidak dibacakan pada pemilik rumah. Surat itu hanya ditinggal di pintu rumah Eva.

Namun surat ancaman itu tidak sedikit pun menurunkan semangat Eva untuk bertahan. Perempuan berusia 53 tahun ini terus akan melawan. Menurutnya, penggusuran menjadi ancaman warga kampung kota yang tinggal di tanah Eigendom Verponding (hukum Belanda) ataupun AJB (akta jual beli).

“Bahayanya eigendom ataupun AJB (akta jual beli) tahun Belanda akan mengusir semua warga-warga kampung kota untuk dijadikan invest-invest oleh mereka yang berduit saja,” seru Eva, yang dikelilingi warga Dago Elos yang sekarang saling menguatkan. “Bahwa rumah-rumah kita adalah aset kita yang kita harus pertahankan.”

Heri Pramono, kuasa hukum lainnya untuk Dago Melawan, mengatakan Pemerintah Kota Bandung berusaha mengejar target program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku). Dalam program ini ada 170 area yang akan diperbaiki dari kekumuhan.

Dengan kata lain, warga yang tinggal di area yang menjadi target program Kotaku dapat mengalami hal yang sama dengan lokasi-lokasi yang telah digusur. Akan tetapi program Pemkot Bandung kurang didukung pendataan dan pengarsipan yang jelas.

“Sistem administrasi pertanahan di Kota Bandung yang cukup kacau balau ya gitu, tercatatnya gitu. Nah itu justru yang potensi meningkatkan konflik penggusuran,” ucap Heri Pramono.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//