• Berita
  • Ibu-ibu dan Anak-anak Dago Elos Turut Mengawal Laporan Dugaan Pemalsuan Dokumen ke Polda Jabar

Ibu-ibu dan Anak-anak Dago Elos Turut Mengawal Laporan Dugaan Pemalsuan Dokumen ke Polda Jabar

Warga Dago Elos mulai dari ibu-ibu hingga anak-anak mengawal laporan dugaan pemalsuan dokumen oleh ahli waris keluarga Muller ke Polda Jabar.

Kendaraan yang dipakai warga Dago Elos ke Markas Polda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, Rabu (21/9/2022). Warga Dago Elos bersama tim kuasa hukum dari LBH Bandung melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen oleh ahli waris yang mengklaim tanah Dago Elos. (Foto: Emi La Palau/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau21 September 2022


BandungBergerak.idPuluhan warga Dago Elos mendatangi Markas Besar Kepolisian Daerah (Mapolda) Jawa Barat, Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, Rabu (21/9/2022). Bersama dengan tim kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, warga melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen oleh pihak ahli waris yang mengklaim tanah Dago Elos.

Warga Dago Elos bersama massa dari solidaritas atau aliansi berbondong-bondong ke Mapolda Jabar menggunakan angkot dan kendaraan roda dua. Mereka tiba pukul 10 WIB. Rombongan membawa serta poster bertuliskan “Dago Melawan Mafia Tanah” dan bendera berwarna hitam bertuliskan “Dago Melawan”.

Selain massa berusia dewasa, tidak sedikit ibu-ibu yang membawa anak-anak hingga bayi. Mereka berharap tanah dan rumah di Dago Elos tak semena-mena dicatut oleh pihak yang mengaku-ngaku ahli waris keluarga Muller di masa kolonial Belanda.

“Dago melawan tak bisa dikalahkan!” demikian sorak-sorai massa setibanya di halaman Mapolda Jabar, mengiringi kuasa hukum dan dua orang perwakilan warga yang masuk ke bagian Direktorat Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar untuk melaporkan dugaan pidana pemalsuan dokumen dan pernyataan keterangan palsu di pengadilan.

Laporan dilakukan oleh dua orang perwakilan warga, Angga dan Gunawan, didampingi tim kuasa hukum dari LBH Bandung. Namun pelaporan ini belum secara resmi diterima oleh kepolisian karena masih ada beberapa bukti dan administrasi yang harus dilengkapi.

Sebagai perwakilan warga Dago Elos, Angga mengatakan pihaknya akan segera melengkapi laporan, termasuk melakukan legalisasi beberapa barang bukti. Setelah itu, warga akan kembali ke Polda Jabar menyerahkan kelengkapan bukti laporan.

“Jadi sebetulnya ada beberapa poin delik pidana lain yang mau coba kita tetap laporkan. Dari unsur pidana tersebut kita harapkan kita bisa membuktikan bahwa adanya tindak pidana. Sehingga itu akan bisa membuat satu bukti yang nantinya selain menjebloskan mereka sebagai mafia tanah, kemudian kita akan mengajukan ke PK (Pinjauan Kembali) kedua,” terang Angga, kepada BandungBergerak.id, di lokasi.

Laporan Pemalsuan Dokumen

Perwakilan Kuasa Hukum Warga dari LBH Bandung, Heri Pramono menjelaskan pihaknya bersama warga telah diterima oleh pihak Dirkrimum Polda Jabar. Beberapa bukti yang dibawa oleh warga salah satunya terkait dengan silsilah keturunan keluarga Muller dan kematian Nenek Muller. Dua dokumen ini menurut Heri telah memenuhi dua permulaan alat bukti. Namun kepolisian masih meminta adanya legalisasi dari dokumen-dokumen tersebut.

“Tadi di dalam konsultasi dulu kita sharing kasus Dirkrimum terkait adanya apa yang akan kita laporkan, mereka sudah menerima dan satu persepsilah dengan kita. Walaupun secara formil belum bisa dapat tanda laporan dan pengaduan,” ungkap Heri.

Menurut Heri, kepolisian setelah mendengarkan kronologi sengketa lahan Dago Elos dari warga. Polisi menyatakan bahwa kasus ini memang masuk dalam delik pidana, yaitu pasal 266 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang bunyinya sebagai berikut:

Menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta authentik tentang sesuatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta itu seolah-olah keterangannya itu cocok dengan hal sebenarnya, maka kalau dalam mempergunakannya itu dapat mendatangkan kerugian, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.

Heri yakin upaya dan langkah hukum yang ditempuh warga Dago Elos sudah kuat. Selain itu, polisi menyarankan warga Dago Elos agar berkonsutlasi dengan Satgas Mafia Tanah Polda Jabar. Konsultasi ini jadi pertimbangan warga Dago Elos.

Namun saat ini warga masih akan fokus pada pelaporan pidana terkait dokumen palsu. Heri mengatakan bahwa laporan ke Satgas Mafia Tanah sebagai langkah lanjutan dari upaya mempertahankan hak hidup warga Dago Elos yang terancam dirampas.

“Terkait dokumen palsu ke Satgas Mafia Tanah. Itu telah masuk dalam list kami melakukan langkah hukum. Kami akan secepatnya melengkapi dokumen, kita akan fokuskan ke dokumen palsu, untuk saat ini,” kata Heri.

Baca Juga: Terminal Dago Ada di Pusaran Sengketa Lahan Dago Elos, Kenapa Pemkot Bandung Selama Ini Diam?
Dago Elos dalam Angka, Warisan Kolonial Merongrong Warga
Membangunkan Singa Depok di Dago Elos

Warga Dago Elos di halaman Markas Polda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, Rabu (21/9/2022). Warga Dago Elos bersama tim kuasa hukum dari LBH Bandung melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen oleh ahli waris yang mengklaim tanah Dago Elos. (Foto: Emi La Palau/BandungBergerak.id)
Warga Dago Elos di halaman Markas Polda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, Rabu (21/9/2022). Warga Dago Elos bersama tim kuasa hukum dari LBH Bandung melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen oleh ahli waris yang mengklaim tanah Dago Elos. (Foto: Emi La Palau/BandungBergerak.id)

Harapan Warga Dago Elos

Suyati (63), salah satu warga RW 02 RT 02 Kampung Dago Elos, antusias mengikuti laporan ke Polda Jabar. Ia bersiap ikut mengawal laporan sejak pagi, dengan harapan rumah yang telah ditempatinya sejak 48 tahun silam tak diganggu gugat.

Suyati tetap semangat mengikuti segala aksi yang dilakukan bersama warga. Aksi ini sebagai satu-satunya cara ia mempertahankan rumah dan tanahnya, walaupun tempat tinggalnya sudah disertifikasi oleh BPN.

“Ya bingung saja, ibu kan ga ada tempat lagi mau ke mana. Pengennya ga sampai kena, ibu sudah ada sertifikat,” ungkap Suyati, kepada BandungBergerak.id.

“Harapannya bisa tetap tinggal di sana aja, ibu di sana sudah 48 tahun,” ucap Suyati.

Hal yang sama disampaikan Yeti (62) warga RT 01/RW 02. Ia berharap agar proses pelaporan diterima oleh pihak kepolisian. Tak hanya itu, ia juga berharap agar pemerintah mau mendengarkan warga Dago Elos.

Yeti sendiri telah tinggal di Dago Elos selama 46 tahun. Meski hingga kini ia masuk salah satu warga yang belum memiliki sertifikat tanah. Selama kasus ini mulai bergulir kembali, ia merasa tidak tenang. Bahkan untuk tidur malam saja ia masih was-was.

“Minta diuruskan segera. Kalau bisa jadi sertifikat, jangan sampi digusur. Bingung saja, ga ada ketenangan, gelisah saja, kadang-kadang malam tidur susah,” ceritanya.

Suami Yeti telah meninggal dunia. Ia kini tinggal bersama lima anaknya di Dago Elos. Untuk mengganjal kebutuhan dapur sehari-hari, ia mengandalkan penghasilan dari berjualan lontong dan nasi ketan di Pasar Dago yang buka setiap pagi.

Hari itu sengaja ia libur jualan demi bisa mengikuti rombongan ke Polda Jabar. Baginya, melaporkan kasus ini sebagai bagian dari perjuangan mempertahankan hak atas tanah dan tempat tinggal.

“Mudah-mudahan didukung sama pemerintah. Sama rakyat kecil yang ga punya apa-apa,” katanya.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//